Proses Mencapai Budha

author photo June 30, 2014


 Proses Mencapai Budha
Oleh:
Takdir Ali Syahbana٭
A.    Pendahuluan
Manusia pada umumnya adalah makhluk yang mempunyai kelebihan dibandingkan makhluk ciptaan Allah lainnya,[1] oleh karena inilah manusia mampu menciptakan sesuatu yang bermanfaat[2], baik pemikiran yang bersangkutan secara langsung dnegan agama ataupun tidak. Sejarah mencatat bahwa sejak seseeorang sudah mengenal dengan agama yang diberangkatkan dari kisah Nabi Adam[3] dengan mempermasalahkan apa sebenarnya agama yang diyakini oleh Adam tersebut, kemudian muncul lagi teori-teori dari E.B. Tylor,[4] selain itu permasalahan yang menyangkut hal-hal dengan agama dapat dicermati dari fenomena yang berbentuk empiris dan ada juga tidak empiris.[5]
Manusia adalah mahluk yang berpikir dan bertindak bebas,[6] oleh karena itu ada peran-peranan yang harus diaktifkan oleh manusia yaitu nilai-nilai atau norma atau juga hukum di dalam kehidupan manusia sendiri, hal ini meengaharuskan agar manusia berbuat seseuia dengan norma-norma tersebut jangan ada penyimpangan di dalam lintasan nilai tersebut. Agama hadir di dalam ruang di mana mansia hidup dan bernnafas di dalamnya, manusia digerakkan oleh agama dan manusia juga hidup di dalam agama, perkembangan sebuah agama menjadi patokan besar sebagai bukti bahwa agama hidup di dalam masyarakat, biak itu agama Katolik, kristen dan juga islam atau agama-agama yang lainnya. keseimbangan antara agama dan tindakan sosial membuat ada dampak yang sangat disorot oleh orang lain, contoh; ada seseorang yang beragama islam yang hidup di dalam mayooritas non islam, sebut saja jenis kelaminnya wanita, wanita dalam hukum islam harus menutup aurat, lantas di hiudup di tengah-tengah masayarakat  yang beragama katolik dan wanita itu menggunakan jilbab, tindakan yang dilakukan leh si wanita ini berdampak sangat pada penilaian oraang lain, ada yang mengatakan si wanita ini sangat agamanis, sangat muslim sekali, sangat taat sekali kepada aturan agama, dan banyak lagi persepsi orang terhadap tindakan tersebut.[7]
Kehadiran agama di dalam nafas manusia membuat semuanya terkendali, asalkan manusia tetap berada di dalam rel agama itu sendiri, secara sosial agama berpungsi sebagai: Motivator,[8] Inovator,[9] Integrator,[10] Sublimator,[11] Agama sebagai sumber inspirasi,[12] begitulah agama di dalam kehidupan manusia, antara agam dan manusia saling membutuhkan, disisi lain agama membutuhkan manusia dan sisi  lain manusia juga membutuhkan agama, tidak terlepas dari hal ini, salah satu agama yang ada di Dunia adalah agama Budha, agama yang lebih mengedepankan prilku hingga mencapai Nirwana ini hadir di tengah-tengah masyarakat. Di dalam agama yang bersifat Samawi sosok yang paling tertinggi adalah Nabi atau Rasul, dan hanya pemberian Tuhan. Sedangkan di dalam agama Budha tingkat yang paling tinggi adalah sang Budha dan bisa untuk diusahakan agar menjadi sang Budha, lantas seperti apa usaha untuk mendapatkan derajat Sang Budha? Dan bagaimana ajaran Budha yang telah diwariskan kepada murid-muridnya?


B.     Sejarah Agama Budha
Catatan merah dari searah bahwa agama Budha lahir pada tahun 500 hingga tahun 300 SM,[13] ini membuktikan bahwa agama Budha sangat berkaitan dengan agama ynag mendahuluinya yaitu agama Hindu. Sejarah juga mencatat bahwa Budha sebagai agama tidak bertitk tolak dari ketuhanan dan juga alam semesta, namun agama Budah bertitik tolak dari lingkungan yang krisis dengan moral sebagai manusia. Agama Budha hadir untuk mengembalikan norma-norma manusia sebagai manusia,alam sebagai alam, Tuhan sebagai Tuhan, kehadiran agama Budha untuk manusia agarterbebas dari lingkaran  Sukkha yang selalu mengiringi kehidupan.
Dalam catatan sejarah agama Budha diceritakan bahwa jauh sebelum Prasejarah hiduplah seorang makhluk yang beranama Sumedha perjalanan kisah hidupnya bahwa dia pernah berjuta-juta kali reinkarnasi selama dia berada dalam tubuh manusia yang mempnyai derajat keBudhaan manusia tersebut adalah  Sidharta,  seeblum dia reinkarnasi kedalam bentuk manusia dia terlebih dahulu dia reinkarnasi ke dalam bentuk binatanag, dewa dan manusia biasa. Tidak semua makhluk yang bisa menjelma dalam derajat yang tinggi derajat kebudhaan, sebab derajat kebudaan hanya bisa di capai saat seorang manusia sudah melakukan persembahan pengeorbanan yang sebenar-benarnya dan kasih sayang yang sedalam-dalamnya kepada semua makhluk.[14]
Catatan sejarah agama Budah mencatat bahwa  Sidartha di lahirkan pada tahun 563 SM tepat di Daerah Kapilawastu di kaki pegunungan Himalaya, ayah Sidartha bernama Sudhodana dia adalah seorang raja yang kaya raya, danibu dari Sidartha bernama Maya, dalam catatan seajrah Budha kelahiran Sidartha ada beberapa pendapat, sumber pertama adalah dari kisah Mahayana bahwa seoarang Boddhisattwa yang merubah bentuk tubuhnya menajdi seekor gajah putih  yang turun dari sorga Tusita dan diapun memasuki rahim Maya (Ibu Sidharta) dan Mayapun hamil, setelah beberapa bulan kehamilan yang di kandung oleh mayapun melahirkan anak alki-laki yang diberi nama Sidharta Gautama Sakyamuni (Pendeta dari Suku Sakya).[15]
Ketika Sidharta Gautama lahir maka banyak kejadian-kejadian yang diluar kebiasaan hal ini menandakan bahwa yang lahir ini bukanlah bayi yang biasa, perubahan dunia yang tiba-tiba menjadi sangat indah yang diliputi oleh tebaran-tebaran bunga teratai, semua pohon mengeluarkan tangkai-tangkain bunga yang segar dan indah sangaat berpanorama, orang-orang bisu tiba-tiba mampu berbicara dengan lantunan suara yang indah, orang tuli mampu mendengar sedangkan orang buta mampu untuk melihat, orang-orang lumpuh mampu berjalan kembalii, semua alaat-alat music berbunyi dengan megeluarkan bunyi yang begitu indahnya, masayaraat sekitar kelahiran Sidhrata meyakini bahwa anak yang lahir ini adalah pemimpin yang besar di hari dia menjadi dewasa kelak.[16]
Waktu Sidharta kecil, dia sudah menunjukan perbedaan-perbedaan yang luar bisa dibandingkan dengan teman-teman sebayanya, diantaranya adalah dia sudah bisa menulis sebelum diajarakan oleh guru-gurunya, sleian demikina dia juga mempunyai sifat-sifat terpuji, baik itu tidak pernah berbuat jahat, suka menolong, dan yang lainnya. sehubungan dengan tahta yang dimiliki oleh ayahnya yang kaya raya dan juga raja, Sidharta dimanjakan, segala macam keinginannya akandikabulkan selama sidharta mau menetap di istana dan di hari kelak bersedia menggantikan ayahnya duduk di kursi kerajaan, namun, Sidharta bukanlah anakyang diharapkanoleh ayahnya, Sidharta menolak semua tawaran dari sanga ayah bahkan Sidharta rela hidup diluar istana sebagai orang yang sederhana dan sebagai seorang petapa, tekat yang kuat dari Sidharrta adalah meninggalkan istana, hal ii dia lakukan ketiiak dia berumur 29 tahun bahwa muncullah rasa kesadaran bahwa hidup di dalam gelimangan harta dan tahta tidak akan memberikan ketentraman batin.[17]
Ada kesadaran tentu ada peristiwa yang terjadi di belakang, begitu juga Sidharta, sebelum  Sidharta sadar terlebih dahulu dia bercengkrama dan melihat beberapa kejadian yang sangat mengesankan bagi batinnya, etika Sidharta  keluar kerajaan dia melihat orang yang sangat tua dan lemah tubuhnya sehingga orang tersebut hidupnya penuh dengan penderitaan,  Sidharta berpikir bahwa seberapa kaya dan tingginya jabatan seseorang pasti akanmengalai tua dan lemahnya tubuh seperti orang tua yang dilihatnya tersebut, selanjutnya dia melihat orang yang sedang sakit, dan orang itu sangat menderita dengan penyakit-penyakitnya itu, seetalah itu Sidharta melihat orang mati, dia sadar bahwa walaupun tubuh masih utuh, namun tidak mempunyai daya apapun, tetap berpisah dengan harta, tahta dan segala sesuatau yang dicintainya selagi dia masih hidup, terakhir Sidharta melihat seorang Pendeta yang meskipun miskin, tidak punya jabatan, namun tetap nampak dari wajahnya sebuah ketenangan yang mengambarkan bahwa seseorang tersebut bahagia dan tenang batinnya, orang inilah yang memberi semangat bagi Sidharta untuk menjadikan sebuah ikutan yang dia yakini bahwa jalan orang inilah yang paling benar dia inigin menjadi seorang Petapa.[18]
Dari kejadian-kejadian yang nampak di penglihatan Sidharta maka sidarta mempunyai sebuah kesimpulan yang menjadi pegangan bagi umat Budha hingga sekaraang, bahwa hidup didunia ini penuh dengan penderitaan. Dari pernyataan ini Sidhartapun meninggalkan istana guna mencari jalan yang benar agar dapat membebaskan manusia dari sebauh penderitaan, Sidharta mengembara masuk dan keluar hutan berpuasa dan bertapa yang hanya untuk tujuan yang satu yaitu mendapatkkan pengetahun yang sejati akhirnya setelah Sidharta bersemedi di bawah pohon Bhoddh Gaya maka diluar kesadaran Sidharta terbukalah pengetahun sejati yang telah dicarinya, maka sejak saat  itulah dia menggunakan gelar Budha untuk dirinya. Denagn ilmu yang dia dapatkan dia mampu melihat alam kedewaan yang orang lain tidak dapat melihatnyadan dapat pula meliohat sejarah hidupnya sejak dia masih berupa  Sumedha dan lengkap dengan berbagai bentuk reinkarnasi sebelum berbentuk dirinya.[19]
C.     Sumber Ajaran Agama Budha
Ajaran-ajaran yang di ajarakan oleh Sidharta Gautama kepada para Murid-muridnya, sejarah menganalisa bersal dari reformasi pemikiran-pemikiran yang ada di dalam agama Hindu pada fase Brahman, Sidharta sendiri adalah salah satu keturunan dari kasta yang benrana Ksatria, sejarah juga mencatat bahwa yang banyak mengikuti ajaran dari sang Budha adalah dari kasta Ksatria sendri. Ada beberapa perobahan yang dilkukan oleh Sidharta yang ada di dalam agama Hindu pada fase Brahmana:
a.    Membuanga sistem kasta yang hanya menguntungkan kasta yang tertinggi dan menidas kasta yang paling rendah
b.    Membuang sistem penyembahan kepada banyak Dewa yang ada di dalam agama Hindu
c.    Memberikan penjelasan-penjelsan baru mengenai hukum karma dan juga Samsara.
Semua ajaran agama Budha merujuk kepada kitab mereka yang bernama Tripitaka yang diartikan dengan tiga keranjang besar:
1.  Sutra Pitaka, kanduunagn dari kitab ini adalah ajaran atau dharma dari sanng Budha.
2. Vinaya Pittaka, yang berisikan peraturan-peraturan kehidupan Sagha dan para Penganutnya.
3.  Adhidarma Pittaka, yang bersikan filsafat agama Budha tentang tujuan dan hakikat hidup manusia.

D.    Ajaran Pokok Agama Budha.[20]
Ajaran pokok yang disampaikan oleh  Sidharta Gautama kepda murid-muridnya ada tiga bagian:
a.       Catur Arya Satyati
Salah satu ajaran yang di sampaikan oleh Sidharta Gautama kepada para murid-muridnya Catur Arya Satyati dan didalam ajaran ini mengendung empat kebenaran utama:
1). Dukha:
Hidup didunia merupakan sebeah penderitaan yang pasti dialami oleh  semua makhluk hidup di dunia, bayi yang terllahir kedunia akan mendapatakan penderitaan seperti sakit, menjadi tua dan mati, terpisah akan apa yang dicintai dan tidak tercapainya apa yang sudah dcita-citakan, kesenangan yang dirasakan oleh manusia hanya berlaku dalam waktu yang sangat singkat kemudian ppasti akan disusul oleh penderitaan, dalam ajarana ini kesenangan merupakan pangkal dari penderitaan.
Manusia banyak menutup diri dari penderitaan di dunia, berupaya menyapu air mata yang menetes ke pipi dan menutupinya dengan sebuah senyuman, padahal manusia sedang berada dalam penderitaan. Maka manusia lebih mementingkan diri sendiri untuk berupaya menghilangkan penderitaan tersebut, hal ini mnegkibatkan pintu hati manusia tertutup, oleh karena itu hanya ajran welas asih lah yang dapat membuka kembali hati manusia yang sudag tertutup oleh tipu daya dunia ini.[21] Oleh karena itu dalam ajaran sang Budha bahwa manusia tidak boleh merasakan kebahagiaan hanya sendirian, kebahagiaan tersebut harus dibagi kepada orang lain dengan cara apapun.[22]
2). Samudaya:
Yang kedua dari ajaran sang Budha ini adalah sebab terjadniya penderitaan yaitu rasa keinginan untuk hidup yang disebut dnegan Tanha, keinginan untuk hdup ini akanmenimbulkan keinginan-keinginan yang lain (trisna) seperti berkeinginan makan makan yang enak, kekuasaan, kaya harta, dengan keinginan manusia untuk hidup seperti ini maka manusia akan mengalami  Samsara.[23]
3). Nirodha:
Yang ketiga dari empat ajaran snag Budha adalah pemadaman atau menghilangkan penderitaan yang diakibatkan rasa keinginan manusia untuk hidup, jalan yang dituju untuk menghilangkan penderitaan tersebut dengan cara menghilangkan atau menghapus  Tanha.
4). Margha:
Yang keempat adalah jalan untuk menghilangkan Tanha,  bilam manusia sudah menghilangkan  Tanha maka manusia akan mencapai nirwana (alam kesempuurnaan) dan untuk menghilangakn tanha  manusia harus menempuh delapan jalan yang mulia (Astha Arya Margha).
a). Kepercayaan yang benar
b). Niat dan pikiran yang benar
c). Mata pencaharian yang benar
d). Perbuatan yang benar
e). Mata peencaharian yang benar
f). Usaha yang benar
g). Kesadaran yang benar
h). Samadhi yang benar.[24]

D. Proses menjadi Budha
Sang Budha mengajarkan jika manusia mau melaksanakan hidup suci dengan mau meninggalkan Tanha maka dia harus melewati yang namanya reinkarnasi baik dalam bentuk manusia atau biatanag bahwakan dewa, bahkan bagi orang yang benar-benar menunjukan pengorbanan yang tinggi menyebar luaskan kasih sayang kepada makhluk-makhluk maka dia akan menjadi sang Budha, namun harus meleawati Reinkarnasi yang lama bahkan bisa mencapai ribuan tahun,  dan orang yang sudah menghilngkan tanha  dia akan mencapai Nirwana, orang yang mencapai Nirwana  disebeut dengan Arahat. Oarng yang belum mencapai Nirwana itu artinya dia masih terikat dengan yang namanya samsara (reinkarnasi) kelahiran kembali, dalam ajaran Budha yang di maksut dengan kelahiran kembali in bukan bebentuk jasad akan tetapi watak yang didasarkan atas karma sebagaimana dia masih hidup dimukan bumi. [25]
b.      Nirwana
Tujuan akhir bagi penganut agama Budha adalah mencapai Nirwana, untuk mencapai Nirwana manusia harus terlepas terlebih dahulu dengan  Samsara hal ini juga menandakan bahwa jika seseoarang tekah mencapai Nirwana  maka dia juga telah lepas dengan penderitaan yang diakibatkan karena dia ingin untuk hidup, Nirwana  adalah tujuan akhir karena Nirwana  adalah kebahagiaan abadi, konsep abadi disini adalah berhentiniya proses kelahiran dan proses kehidupan dan tidak ada lagi konsep kematian. Nirwana  juga dapat di artikan dengan hilangnya nafsu, rasa keinginan, segala mcam gangguan dan tercaoainya ketenangan dan kedamain.
Untuk mencapai Nirwana  tidak semudah membalik telapak tangan, perlu pengorbanan yang tulus dan dalam untuk mencapainnya, agama Budha menjelsakan bahwa untuk mencapai Nirwana harus hidup suci dan yang penting adalah harus mampu melenyapkan Tanha dalam hidup manusia tersebut, jika msnuai sudah melakuakn hodup suci dan meninggalkan  Tanha secara maksimal maka dipastikan dia akan mencapai Nirwana, namun jika tidka dia tetap harus menjalaini reinkarnasi tersue menerus. Yang dimaksut dengan hidup suci disini adalah: manusia harus menjauhi apa-apa saja yang dilarang di dalam agama Budha, dasarnya ada sepuluh larangan yang terdapat di dalam agama Budha yang disebut dengan Dasasila,  sepuluh laranagn tersbeut adalah:[26]
a.    Dilarang menyakiti atau membunuh .
b.    Dilarang mencuri.
c.    Dilarang berzina.
d.    Dilarang berkata kasar atau berdusta.
e.    Dilarang minum minuman keras.
f.     Dilarang serakah.
g.    Dilarang dialarang melihat kesenangan.
h.    Dilarang bersolek.
i.      Dilarang tidur ditempat yang mewah.
j.      Dilarang menerima suap.[27]
Perlu juga diketahuui bahwa kesepuluh larangan ini tidak berlaku bagi semua penganut agama Budha, di dalam agama Budha ada dua kelompok: pertama, Upasaka atau Upasika kelompok ini adalah kelompok umat yang biasa (awam), bagi kelompok ini hanya mempunyai larangan dalam hidup mereka hanya lima, mulai nomor satu hingga nomor lima, sedangakn kelompok yang kedua, Sangha, kelompok ini adalah pemuka-pemuka agama Budha baik itu Biksu atau Biksuni, maka mereka idlarang mengerjakan kesepuluh larangan tersebut.[28]
c.       Arahat
Arahat adalah pengertian bagi seseorang yang telah menghilangkan hawa nafsu dan segala keinginannya, sehingga dia tidka teringat dan terikat apapun dalam hidup dan kehidupannya, dia hidup didunia hanya sekedar menjalan proses hukum karama yang telah dialami sebelumnya, selama dia menjalani proses Arahat dipastikan dia masih hidup, namun jika tidak, maka dia sudah mencapai Nirwana. Sebelum manusia mencapai tingkat  Arahat maka ada beberapa keadaan yang mendekatinya:
1.    Sotapatti, yaitu dimana seseorang harus menjelma dalam bentuk apapun sebanaak tujuh kali.
2.    Sekadamagi, yaitu tingkat seseorang menjelma hanya tersisa satu kali sebelum mencapai  Nirwana.
3.    Anagami, yaitu tingkat seseorang yang tidak mungkin menjelma lagi, dia hanya tinggal menunggu kapan dia akan mencapai Nirwana sesudah dia meninggalkan tingkatan Arahat. [29]
Ciri-ciri dimana seseorang sudah mencapai tingkatan ini adalah: dimana seseorang yang teah tau akan rasa nyman, bau, sadar akan rasa meraba,  makan dan minum dan sebagainnya namun, tidak ada lagi rasa kesenangan dan kebahagiaan saat merasakan hal-hal tersebut di dalam pikiran dan hatinya,karena hatinyatelah dilipti oleh kedamain dan ketenangan. Budha juga mengajarkan bahwa; di tingkatan inilah manusia akan mendapatkan pengetahuan yang sebenar-benarnya dan mampu melihat hal-hal yang bersifat metafisik.[30] Tentu latihan yang tekun dan terus-meenerus adalah pondasi dasar untuk mencapai semua tingkatan tersebut.
E.     Langkah Dasar Perjalanan Suci Kebudhaan (Panca Sila)
Sejarah mencatat bahwa agama Budha diperkenalkan oleh sosok Budha yang bernama Sidharta Gautama, agama Budha sangat erat kaitannya dengan sebuah moral, bahwa ajaran-ajaran Budha tidak pernah terlepas dari moral manusia sebagai manusia, tujuan ahkhir adalah mampu mencapai nirwana, dan untuk mencapai nirwana  ini maka manusia harus benyak berkorban diri, beruupa menghilangakn nafsu dan sifat-sifat keduniawian, menumpuk harta atau yang lain sebagainya. Salah satu objek yang mengakaji kajian tentang narkoba maka agama Budha mempunyai rujukan berupa perintah dan juga larangan dari kitab Budhisme.
Rujukan yang menjadi dasar gerak bagi Budhisme adalah pancasila (lima aturan) pancasila ini merupakan kiat bagi penganut Budha agar tetap hidup dalam kebahagiaan walaupun pada dasarnya manusia hidup di dunia ini adalah kesengsaraan, namun manusia akan mampu melewati kesengsaraan jika manusia mampu mengatasi kemauan, keinginan yang beerbau negatif. Pancasila hadir untuk membatasi ruang kesesengsaraan yang ada pada manusia agar manusia dapat menjalani kebahagiaan, kebahagiaan disini adalah bahwa manusia pada akhir hidupnya mampu mencapai titik utama yaitu Nirwana tanpa menjalani samsara.
Manusia perlu melewati berbagai macam alam, baik dari alam neraka, alam hewan, alam manusia, alam surga dan alam-alam yang lainnya, jika manusia bebrbuat jahat atau melanggar norma dari aturan kemanusiaan sang Budha maka manusia tersebut akan jatuh ke alam neraka ataupun ke alam binatang, semuanya ada ditangan manusia sendiri untuk memilih.[31]
Lima aturan Moral Budha dalam catatan sejarah berawal dari ajaran sang Budha terhadap kelima muridnya (petapa) yang bernama: Assaji, Vappa, Bhadiya, Kondaԓԓā dan Mahanamā, kemudian kelima murid sang Budha mengajarkan kegenarsi berikutnya,[32] sila merupakan lagkah utama untuk menjalani kerohanian di awal memasuki ajaran Budhis agar mendapatkan ajaran bathin yang luhur. Sementara jika dibadningkan dengan kata yang lain mengenai pancasila dalam agama budhis, bahasa Indonesia misalnya “etika” maka akan terlihat tentang yang baik dan yang buruk dan merujuk kepada moral.[33]selain yang demikian lima aturan moral dalam agama Budha juga dapat di alih bahasakan dengan ‘tata-susila” tata adalah aturan dasar atau susunan, “susila” adallah baik, dalam bentuk bahasa, perbuatan, beradab ataupun sopan,adat istiadat yang baik.[34]
Namun, dalam segi bahasa jika dialihkan kembali kedalam bahasa asli dari agama Budha “Pali” maka akan teralhir makna-makna lain dalam maksut pengertian sitilah moralitas Budhis: “sifat, Karakter, watak, kebiasaan,(susila) prilaku baik, (dussila) prilaku jahat,(adanasila) prilaku kikir, (parisudhasila) watak luhur”  sedangkan pengertian yang kedua adalah: “latihan moral, prilaku baik,etika Budhis dan kode moralitas” kesemua (lima) ajaran moral Budhi juga sering disebut dengan “manussa-damma” dan ini juga akan menjadiukuran atau kadar bagi Budhis apakah manusia tersebut akan teralhir sebagai dewa atau sebagai manusia yang beruntung atau malah sebagai mansuia yang rugi atau sengsara.[35]
Tinjaun umum mengenai aspek-aspek mendasar yan terkandung dalam ajaran pancasila Budhis adalah: Pertama, menimbulkan keharmonian baik dalam hati manusia dan juga pikiran manusia, hal ini berdampak pada ketenangan hidup dan kehiupan manusia, kedua, mempertahankan kebaikan dan mendukung dari kebaikan tersebut, hal ini memberi isyarat bahwa ajaran pancasila dari Budha akan membawa pengaruh besar bagi ketentraman manusia sendiri, bahwa sifat baik akan selalau hadir baik ketiak sendirian maupun bersosial jika pancasila ini di kerjakan dengan baik dan benar.[36] Jika ditinjau dari fungsi ajaran sila dari sang Budha maka akan terlihat jelas bahw atauran Budha yang ada di dalam Pancasila merupakan kebaikan untuk manusia, ada dua fungsi yang sangat menonjol: Pertama, pancasila akan menghancurkan manusia dari perbuatan-perbuatan yang salah, baik kesalahan tersebut bersifat individual ataupun bersosial, sikap yang ditimbulkan oleh pengamalan pancasila yang benar maka dipastikan manusia akan sadar bahwa perbuatan baik tetap di pandang sebagai perbuatan baik dan perbuatan jahat tetap dipandang sebagai perbuatan jahat dan tidak sebaliknya. Kedua, pancasila agama Buhda akan menajaga manusia dari pebuatan-perbuatan yang salah yang menyimpang dari norma manusia pindah ke norma binatang, manusia akan berpikir dengan sadar dan tidak mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tergolong kelembanh kejahatan seperti, narkoba, manusia akan kehilangan kesadaran dan akan melakukan perbuatan-[erbuatan jahat yang lainnya, orang mabuk bisa merampok karena tidak adanya uang untuk membeli, mampu berzina, mencuri, berdusta atau perbuatan yang dilarang dalam pancasila Budha yang lainya.[37]
Perlu juga diketahui bahwa lima aturan moral dalam agama Budha adalah suci yang merupakan gambaran besar bagi kehdupan kelak karena ini merupakan titik utama manusia dan juga merupakan keberangkatan pertama sebagai timbangan apakah manusia akan berhasil untukl menjadi dewa atau sengsara, titiknya adalah pancasila. Tentu jika manusia melanggar dari kelima aturan tersebut maka mansuia tersebut tergolong sebagai mansuia yang tidak bersih, akarnya pelanggaran tersebut menurut Budhisme adalah godaan dunia.[38]
Kutipan dari Kitab Budha:
“Yo pānamatipāteti musāvādaԓ ca bhāsati loke adinnaṁ ādiyati paradāran ca gacchati.(246) Surāmerayapānan᷈ ca yo naro anuyu᷈njati idhevameso lokasmiṁ mulaṁ khan̟ti attano”
Apabila di dalam dunia ini seseorang menghancurkan
kehidupan makhluk hidup, suka berbicara tidak benar,
mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan perbuatan
asusila dengan istri orang lain (246) Atau menyerah pada minuman
yang memabukkan, maka itu berarti mencabut akar
kehidupannya sendiri, di dalam kehidupan yang sekarang di
dunia ini.”
(Dammapada: 246-247)
Penjelasan yang lebih rinci tentang Pancasila[39] sebagai berikut:
a.       Pānātipātā veramani᷈  sikkhāpadaԓ samādiyāmi (Aku bertekat[40] untuk menghindari pembunuhan makhluk hidup) bahwa orang-orang Budha dilarang untuk membunuh makhluk hidup, baik itu binatang terlebih-lebih manusia, manusia dilarang untuk membunuh dikarenakan bahwa manusia yang gagal untuk mencapai nirwana maa manusia tersebut akan menagallami  samsara (reingkarnasi) terlahir kembali dalam bentuk binatang atau tumbuh-tumbuhan, hal ini terjadi karena manusi gagal untuk menjalankan hal-hal yang baik sesuai dengan ajaran sang Budha. Waktu reingkarnasi ini manusia ada yang terlahir sebagai binatang, oleh karena itu umat Budah dil;arang keras untuk membunuh karena ditakutkan bahwa di dalam binatang tersebut ada jiwa mansuia yang sedang reinkarnasi.[41]
Hal ini juga mengingatkan tentang adanya hukum karma, hukum karma sendiri adalah perbuatan yang dilakukan manusia pada mas ini akan terbalas di amsa selanjutnya sesuai dengan apa yang dikerjakan pada masa sebelumnya.[42] Orang yang takut akan karma, misalkan seorang manusia di masa sekarang membunuh binatang seperti Sapi, maka dia pasti akan mendapatkan seperti apa yang dia telah lakukan, oleh karena itulah umat Budha bertekat untuk tidak membunuh semua makhluk hidup.
b.      Adinādānā veramanȋ sikkapāpadaԓ samādiyāmi (aku bertekat mengindari barang yang tidak diberikan) sila ini menjelaskan bahwa Budha melarang sekali kepada para penganutnya agar tidak mencuri, korupsi, merampok, mengambil waktu orang lain, mengambil jatah orang lain, mengambil kesempatan orang lain atau hal-hal yang berabau mengambil milik orang lain, maka hal semacam ini sangat dilarang.[43]
c.       Kāmesu micchācārā veramanȋ sikkhāpadaԓ samādiyāmi (Aku bertekat untuk menghindar perbuatan asusila) sila ini mengatur bahwa manusia dilarang untuk berbuat asusila, berzinah atau hal-hal yang mendekati perzinahan, karena perbuatan semacam ini akan mengakibatkan buruknya moral manusia, disamping demikian juga akan mengakibatkan penyakit-penyakit yang sangat menular dan membahayakn orang lain yang tidak tahu dengan penyakit tersebut sebut saja HIV AIDS, penyakit ini bukan hanya merigikan diri pribadi, tetapi juga orang lain, oleh kaena itulah sila ini melarang kepada umat Budha agar tidak melakuakn asusila atau perzinahan.[44]
d.      Musāvādā veramanȋ sikkhāpadaԓ samādiyāmi (aku bertekat untuk menghindari ucapan yang tdiak benar)
e.       Surā-meraya-majja-pamādattahānā veramanȋ sikkhāpadaԓ samādiyāmi (aku bertekat untuk menghindari segala minuman keras yang dapat menbghilangkan kesadaranku) pada isla yang kelima ini maka akan tercantum kalimat Narkoba, salah satu efek yang nyata dalam narkoba adalah hilnganya kesadaran manusia yang pada awaknya tidak permanen namun setelah lama-kelamaan maka akan bersifat permanen, hal ini lebih parah dari apa yang dimaksut di sila yang kelima ini, jelas bahwa narkoba beserta teman-temannya adalah salah satu pekerjaan menggunakannya yang dilarang dalam agama Budha. Untuk mneganalisis kata pali di atas adalah bahwa kata  Majja dapat diartikan dengan ganja, atau teman-temannya yang termasuk dalam bidang narkoba.

4.    Sekte di dalam Agama Buddha
Setelah Gautama mencapai Nirwana pada tahun 483 SM, maka tidak ada satupun dari pengikutnya yang dapat menggantikan kedudukannya, karena kedudukan sang Buddah tidak seperti kedudukan jabatn pada umumnya, butuh waktu ribun tahun untuk mencapai jabatan tertinggi tersebut yang di alami setelah reinkarnasi-reinkarnasi, namun penganut agama Buddha meyakini bahwa calon Buddha di masa depana adalah Maitreya namun tidak ada yang tahu kapan seseorang ini akan turun kepermukaan bumi, semua ajaran Buddha di masa silam tidak ada catatn yang khusus mencatat semua ajaran sang Buddha karena semua pengikut Buddha saat itu hanya mengandalkan kekuatan saja untuk mengingat semua ajaran dari sang Buddha, secara metololigisnya dikatakan bahwa mustahil ajaran Buddha dari masa sialah hingga sekarang tidak ada perbedaan dari akarnya, tentu ada perbedaa-perbedaan, hal ini dapat dibuktikan dnegan munculnya penafsiran-penafsiran dhara dan tentu akan menimbulkan sekte-sekte yang terlahir akibat penafsiran tersebut yaitu Hinayana  dan Mahayana.
a.       Aliran  Hinayana
Aliran Himayana (kendaraan kecil) adalah alirang yang masih memepertahankana ajran Buddha secara utuh (ortodoks), pengikut aliran ini mayoritas berada di Srilanka, Myanmar, Kamboja, Laos, Vietnam. Erangkat dari pemahaman bahwa aliran ini berusaha memurnikan ajaran sang Buddha dan menghilangkan penafsiran-penafsiran tambahan, contoh kecil adalah; Gautama tidak mengajarakan ketuhanan, maka ajaran ini juga tidak menambahkan pemahaman mereka tentang ketuhanan, mereka lebih enekankan aspek moralitas seperti yang telah diajarkan oleh Gautama pada murid-muridnya silam. Buku-buku yang mereka pegangi yang dijadikan sumber ajaran kebanyakannya berbahasa Pali, tujuan yang paling tinngi dalam sekte ini adalah mencapai  Araha  yaitu menghilangkan hawa nafsu dan keinginan mereka, mereka hiudo didunia hanya untuk menjalaskan proses hukum karma dan berusaha untuk menjadi yang terbaik di dalam proses tersebut hingga mencapai Nirwana dan terbebaskah dari Samsara, aliran ini juga membebaskan tiap-tiap Individu untuk melepaskan dirinya msing-masing dari penderitaaan hidup.[45]
Aliran ini jua berpendapata bahwa indahnya alam semesta ini hanya merupakan sebuah wujud yang bersifat sementara saja, keberadaan alam semesta ini hanya seketika saja, tidak kekal, segala sesuatau pasti ada perobahan dan harus melewati proses-proses  yang sepadan dengan yang meyebabakan munculnya proses, namun saja mata manusia yang masih kotor tidak dapat mengamatinya.[46]
b.      Aliran Mahayana
Secara bahasa Mahayana dapat diartikan dengan kendaraan besar, bahwa aliran ini melakukan renovasi terhadap ajaran Gautama yang asli, perlu diinformasiakn bahwa ajaran Mahayana  yang paling menonjol adalah munculnya ritual penyembahan Tuhan di dalam agama Buddha sendiri, namun jika dicermati lebih dalam konsep dari ajaran keTuhanan di dalam aliran ini menyerupai konsep ke Dewataan di dalam agama Hindu, jika id analisis bahwa hal ini membuktikan ajaran India ayang meruupakan penyatuan paham antara Ayra dengan India masiih saja berkembang dan dikemas dalam nuansa baru dai dientegrasikan dengan agama Buddha.[47]
Aliran Mahayana menggunakan sumber rujukana tau bahan ajaran yang kebanyakannya berbahasa Sansekerta, sedangkan jika di kaji daerah perekembangannya maka tterdapat di Negara India, Nepal, Tibet, Monggolia, Tiongkok, Korea, Jepanb dan Indonesia.jika di kaji mengenai tokoh yang terkemuka di dalam aliran ini adalah Acvagosha.[48] Dalam aliran Mahayana yang disebut Buddah itu bukan hanay Sidharta Gautama saja, namun ada tiga orang lgi yang disebut Buddah sebagai guru dunia yaitu: Kakusandha, Konagammana dan Kassapa, ketiga orang ini adalah Budha yang telah datang sebelum Gautama datang ke muka bumi ini dan setelah Gautama ada lagi seorang budha yang akan datang yang beranama Maetreya dan begitu selanjutnya setiap satu masa akan datang satu orang Buddha.[49]
konsep kedewataan di dalam aliran ini dibidang yang wujud dimulai dari yang tertinggi hingga yang terendah, Adhi Buddha (Tuhan), Ahyani Buddha (pancaran Tuhan), Dhyani  Boddhisatwa, Dewacan, Manuisa Buddha, Munusia, Binatang, Arta, Asuraka,  dalam bidnag tingkatan alam, Mahama Para Nirwana, Para Nirwana,  Arupa Dewacan Rupa, Dewacan, Ripa, Kamaloka. Sedangkan  Adhi Buddha adalah Tuhan Yang Maha Esa bagi aliran ini.[50]
Dalam aliran ini tujuan hidup bukan hanya mencapai Arahat tetapi menjadi Boddhisatwa, jika manusia sudah mencapai titi ini dia bisa saja langusng mecapai Nirwana namun dia masih mempunyai tanggungan yang sangat besar yaitu mnyelamatkan manusia yang mempnyai penderitaan dalam hidupnya. Hal ini menjelaskan kemabali bahwa kebahagian yang menjadi tolak ukur atau tujuan abagai aliran ini tidak hanya dinikamti sendiri saja, tetapi harus memberi makna dan harapan kembali kepada orang lain.[51]
F.      Kesimpulan.
Dari urain di atas dapat ditarik kesimpulan ternyata untuk mencapai kedudukan menjadi Budah tidak mudah seperti membalik telapak tangan, semuanya membutuhkan kinerja dan pengorban, contoh besar dalam proses tersebut adalah Sang Budha Gautama yang meninggalkan harta kekayaannya, istri, anak, makanan dan minuman, berkata-kata dan Gautama hanya melakukan semedi bertahaun-tahun tanpa makan dan minum hingga badan lemah tak berdaya.
Perjalanan yang dilakukan Gautama bertahun-tahun yang terhitung sejak dia meninggalkan harta kekayaannya dan hanya focus mendalami kebatinan, membersihkan diri dan meniggalkan dunia, ternyata jalan ini tidak membuahkan hasil besar bagi Gautama, namun, keberhasilan dia menjadi Budha didapatnya dari proses menyeimbangkan antara dunia dan akhirat.
Secara umum untuk menjadi Budha adalah menjalankan semua Budhi yang sudah diajarkan oleh Sang Gautama, jika manusia di Dunia tidak berhasil menjalankan apa yang sudah diajarkan oleh sang Gautama, maka proses rengkarnasi akan selalu terjadi di dalam diri manusia. Salah satu garis besar adalah pancasila yang ada di dalam aturan Budha:
“Yo pānamatipāteti musāvādaԓ ca bhāsati loke adinnaṁ ādiyati paradāran ca gacchati.(246) Surāmerayapānan᷈ ca yo naro anuyu᷈njati idhevameso lokasmiṁ mulaṁ khan̟ti attano”
Apabila di dalam dunia ini seseorang menghancurkan
kehidupan makhluk hidup, suka berbicara tidak benar,
mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan perbuatan
asusila dengan istri orang lain (246) Atau menyerah pada minuman
yang memabukkan, maka itu berarti mencabut akar
kehidupannya sendiri, di dalam kehidupan yang sekarang di
dunia ini.” (Dammapada: 246-247)
menjalankan semua ajaran Budha adalah proses menjaid Budha, ajaran yang ditempuh oleh Gautama, gerak yang dilakukan oleh Gautama, Pribadi yang ada pada Gautama, perkataan yang ada pada Gautama semua adalah proses menjadi Budha secara Umum.






                [1] Kelebihan yang dimiliki oleh manusia adalah akal, manusia diciptakan dnegan penuh pertimbangan dan percobaan yang mana pada akhirnya terciptakan manusia. Untuk lebih jelas mengenai permasalahan perbedaan manusia dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain, mari kita tengok beberapa cuplikan ayat Al-qur’an yang menyinggung pada kasus ini. Lihat: QS, 3: 164. QS, 4: 165. QS, 7: 52. QS, 7: 179. QS, 13: 37. QS, 17: 15. QS, 17: 70. QS, 25: 41-42. QS, 64: 2-3. QS, 95: 4-6. QS, 98: 6-8. Kesemua ayat inilah manusia di tuding sebagai makhluk yang mempunyai beban dasar sebagai makhluk yang sempurna yang mampu memeikirkan baik dan buruk, sekarang dan masa depan, dari ayat-ayat di atas pulalah manusa di jelsakan bahwa kecerdasan yang manusia  miliki itu adalah butuh kinerja yang maksimal, bukan hanya menunngu hidayah dari Tuhan tapi juga harus berusaha mencari ilmu. Lihat: M. Brar Harun, sistematika Al-Qur’an dan Penjelasannya, (Banjarmasin: PT. Garfika Wangi Kalimantan, 2007), hlm. 10-15.
[2] Kata bermanfaat disini adalah tinjaun dari kaca mata manusia sendiri, darai kaca mata manusia mampu menciptakan hal-hal yang bermanfaat tidak dibandingkan dengan makhluk Allah yan lainnya, naumn jika ditinjau dari kaca mata binatang, contoh semut, dia juga mampu menciptakan hal-hal yang bermanfaat bagi semut-semut yang lainnya, kesimpulannya adalah manusia bermanfaat dalm lingkungannya, binatang juga bermanfaat pada lingkungannya, manusai mempunyai akal pada lingkungannya, binatang juga mempunyai akal dalam lingkungannya. Lebih jelas lihat; Video, Harun Yahya, Youtube; Kajaiban Dunia semut. . Perlu juga di beritahukan bahwa kelebihan masnuai dan bitang hanya pada rasionalnya, kemampuan memilih dan menilai inilah yang dilontarkan oleh pengikut freud yang bernama kaum Neo-Freudian. Lihat: Murtadha Muthhari, Membumikan Kitab Suci, Manusia dan Agama, (Bandung: Mizan, 2007), h. 35.
[3] Untuk Lebih Jelas silahkan lihat: Agus Haryo Sudarmojo, Benarkah Adam Manusia Pertama?, (Yoyakarta: PT. Benteng Pustaka, 2013), h. 1-188.
[4] Untuk lebih jelas mengenai hal ini silahkan lihat: Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, (Malang: UIN-MALIKI Press, 2010), h. 44-46.
[5] Jalahuddin, Psikologi Agama, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 1997), h. 3.
[6] J. Dwi Narwoko, Bagung Suyanto, Sosiologi, Teks Pengantar dan terapan, (Jakarta: Prenada Gramedia Grub, 2004), h. 116.
[7] Dalam contoh ini dapat di akitkan dnegan teorri Lebeling, atau teori reaksi masyarakat, pemberian tanda atau gelar atau yang lainnya kepada seseorang yang melakauakn norma ataupun melanggar norma, artinya adalah ada orang yang memberikan sikap berupa reaksi, julukan atau gelar, atau pemberian libel terhadap oarng yang beriteraksi angsung ataupun tidak langsung hanya sekedar mengetahuinya saja. lihat: J. Dwi Narwoko, Bagung Suyanto, Sosiologi, Teks Pengantar dan terapan, . . . h. 114-116. Libel yang di maksut adalkah libel yaang diberikan oran lain yang berlawanan dengan citra diri yang seseungguhnya. Lihat: Pip Jones, Pengentar Teori-teori Sosial, . . . h. 146-147.
[8] agama memberikan dorongan yang sangat besar bagi bathin mansuia sendiri,  amunisi utanya adalah akhlak atau moral dalam sebuah agama membuat prilaku dapat terkontril dan ini sebagai dorongan besar bagi masayarkat bahwa, jika masyarakat taat dalam agama, maka akan terlahir keharmonisan yang luar biasa, agama mendorong penganutnya untuk tetap stabil dalam bentuk-bentuknya sendiri sebagai agama yang mampu di imbangkan dengan diri mansuia sendiri. itulah agama yang berperan aktif akan ajarannya yang mendorong masnuai untuk tetap padda alur kebaikan, dorongan inilah yang mengakibatkan manusia kadnag-kadang bersifat ekstrim dan kadang-kadang bersifat moderat. Lihat: Zulfi Mubarak, Sosiologi Agama, (Malang, UIN Maliki Press, 2010), h. 53. Lihat juga: Ishomuddin, pengentar Sosiologi Agama, (Jakarta: PT Ghalia Indonesia-UMM Press, 2000), h. 59.
[9] yang kedua ini agama berperan di dalam masyarakat sebgai pendorong besar-besaran akan sitem kinerja penganutnya agar tetap kretaif dan inofatif, biak pekerjaan-pekerjaan ayang meyangkut akan dunia maka kerjakan dengan sebenar-benarnya hingga se sukses-suksenyya inilah peeran agama,  terlibih-lebih pada kehidupan akhiran, agama berpeeran penuh untuk mengembagkan hal-hal tersebut untuk kenyamanan penganutnya sendiri.  Lihat: Zulfi Mubarak, Sosiologi Agama, . . . h. 53.
[10] agama yang berpungsi sebagai pengintregasian manusia baik indvidual ataupun kelompok sosial semuanya terserasi disetiap aktivitas, yang dimaksut disini adalah integrasi sebagai manusia yang taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sereta terintegrasi sebagai manusi a yang bersifat sosial terhadap manusia yang lainnya dan juga kepada lingkungan,  kata lain bahwa agama dapat menjajarkan antara dua pilihan, apakah manusia harus gagal atau harus berhasil, agama menjawab antara dua pilihan ini dengan mengetengahkan hal yang berpungsi baik untuk manusia, dunia dan akhirat (Individual) di sisi lain bahwa agam dapat menyatukan semua kelompok dalam satu wadah, menjadi sebuah perekat, pengiikat kohesif anatar manusia sesamanya hal ini tidak lepas dari hasil agama yang mempunyai sifat kasih dan sayang dan tidak ada kata menyakiti di dalam sebuah agama. Lihat: Zulfi Mubarak, Sosiologi Agama, . . . h. 54.
[11] agama bersifat mencandukan pengikutnya dengan berbagai aspek ajarannya, dengan janji pahala yang besar, dan diakhiri dengan surga dan jika jahat di akhri dengan neraka, bukan hanya perbuatan-perbuatan yang bersifat keagamaan bahkan perbuatan-perbuatan yang bersifat diluar agama juga diikut campuri oelh agam dengan janji pahala yang baik, hal ini membuat mansuia terjun dan merasakan candu di dalam agama, tidak peduli agama itu apa, ketika sebuah agama mempunyai norma yang baik bagi alur pekerjaan umatnya maka, agama itu akan menjadi sebuah candu bagi yang melaksanakannya, contoh; di dalam agama apapun pasti ada mempunyai cara menegur orang lain, islam misalnya dengan mengucap salam, hal ini berdampak positif selain mendapatkan pahala juga mendapatkan rasa sosial yang besar antar penganut dan juga di luar penganut. Lihat: Zulfi Mubarak, Sosiologi Agama, . . . h. 54. Lihat juga: [11] Ishomuddin,  Pengantar Sosiologi Agama, (Jakarta: PT. Ghalia Indonesai,  UMMPress, 2012), h. 56.
[12] ajaran-ajaran yang ada di dalam agama membuat manusia mendapatkan ketenangan dan kenyamanan saat melakuakan ritus atau kegiatan-kegiatan yang ada di dalam ajaran agama itu sendiri, hal ini sering dgunakan dalam bangsa atau Negara, Indonesai contohnya, di Negara Indonesia banyak sekali kegiatan-kegiatan yang berasal dari atau mengatas namanakan ajaran itu berasal dari agama, misalkan; ketentuan yang beruapa HAM, Hukum nikah,perayaan kelahiran Nabi, biak dalam agama Islam ataupun Katolik, Kristen, hari raya yang diberikan haknya pada semua agama dengan tanda diberikannya tanggal merah pada kalender, masihbanyak contoh lain yang menjelaskan bahwa agama menjadi suber refrensi bagi seseorang untuk melaksanakan kegaitannya. Lihat: Zulfi Mubarak, Sosiologi Agama, . . . h. 54.
[13] Untuk lebih jelas mengenai kelahiran Agama Budha di India silahkan Lihat:  Taranatha, Sejarah Budhisme di India, (Indonesian Translition, Kadam Choeling, 2013), h.1-478.
[14] Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, . . . h. 24.
[15] Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, . . . h. 25.
[16] Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, . . . h. 25.
[17] Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, . . . h. 26.
[18] Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, . . . h. 26.

[19] Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, . . . h. 26.
[20] Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, . . . h. 27.
[21] Nyanaponika Thera, Brahmavira, empat keadaan Batiin-Luhur Terhadap Cinta Kasih, Welas Asih, Turut Berbahagia, dan keseimbngan bathin, (Yogyakarta: Vidyāsenā Production
Vihāra Vidyāloka, 2006), h. 9-10.
[22] Nyanaponika Thera, Brahmavira, . . . h. 11-12.
[23] Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, . . . h. 27.
[24] Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, . . . h. 28.
[25] Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, . . . h. 29.
[26] Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, . . . h. 31.
[27] Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, . . . h. 32.
[28] Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, . . . h. 32.
[29] Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, . . . h. 33.
[30] Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, . . . h. 34.
[31] Wawancara denganBhante Thana Dhammo, pada rabu 5 Februari 2014.
[32] Ronald Stya Surya, 5 Aturan-Moralitas Budhis, (Yogyakarta: Vidyāsenā Production
Vihāra Vidyāloka, 2006), h. 1.
[33] Kamus  Besar Bahasa Indonesia, (Ofline. V.1,3. 2010-211)
[34] Kamus  Besar Bahasa Indonesia,
[35] Ronald Stya Surya, 5 Aturan-Moralitas Budhis, . . . h. 3-4.
[36] Ronald Stya Surya, 5 Aturan-Moralitas Budhis, . . . h. 4.
[37] Ronald Stya Surya, 5 Aturan-Moralitas Budhis, . . . h. 4.
[38] Ronald Stya Surya, 5 Aturan-Moralitas Budhis, . . . h.  5-6.
[39] Perlu diinforamsikan bahwa yang dimaksut lima aturan moral bagi umat Budha disini bukanlah mempunyai hukum-hukum seperti di agama lain ada yang wajib, sunnat, makruh atau yang lainnya, namun yang di maksut dengan aturan Budha dinisini adalah “melatih diri” hal ini berpungsi untuk manusia akan sadar bahwa kehidupan yang baik adalah mengerjakan apa yang sudah diajarkan oleh sang Budha, intinya adalh tidak ada paksaaan semuanya itu hanya butuh kesadaran diri sendiri, apakah baik atau tidak baik. Lihat:  Ronald Stya Surya, 5 Aturan-Moralitas Budhis, . . . h.  10-11.
[40] Kalimat bertekat disini memberi maksut adalah keberangkatan awal dan dan fokus pada diri sendiri, jadi untuk menempuhb jalan ini harus dimulai pada diri sendiri tidak pada diri orang lain, dan disini akan berlaku hukum kausalitas “apa yang kita tanam maka itu pulalah yang akan kita petik”, kalimat tekat disini merupakan afirmatif, dan juga dapat di alih bahasakan menajdi motivasi atau dorongan besar bagi manusia yang inigin melakuaknnya agar benar-benar terlaksana. Lebiiih jelas, lihat: Ronald Stya Surya, 5 Aturan-Moralitas Budhis, . . . h.  10.
[41] Wawancara dengan Bhante Thana Dhammo, pada rabu 5 Februari 2014.
[42] Sang Budhabersabda mengenai  hukum karma,  sejarah mencatat bahwa ada pertemuan di Lin-Shan yang dihairi oleh 1250 muridnya, Ananda adalah murid sang kepala dari sang Budha betanya: “pada masa kegelapan saat banyak orang berbangga dengan ketidak adilan, tidak menghormati ajaran sang Budha, tidak berbakti kepada orang tua,  tidak bermoral, hiidup dalam penderitaan dan kemesuaman, diantara mereka ada yang menjadi tulli yang lain ada yang menjadi bisu, ada yang ideo ataupun kekuranagn yang lainnya, dan kebanyakan orang terbiasa melakukan pembunuhan, apa yang menjadi hukum dasar bagi kekaburan ini,  hal-hal apa yang mengakkibatkan realitas ini, dan appula konsekuensi yang harus dihadapi sebagai akibat dari sebuah perbuatan. Mohon pentunjuk dari sang Budha?. Budha Sakyamuni kemudian menagatakan keapda Ananda dan kepda semua muridnya agar dipperhatikan dengan seksama: “takdir adalah karma sebagaikumpulan perbuatan di masa lalu, karma masa lalu menjadi takdir di kehidupan sekarang,  karma saat ini adalah pembentuk kehidupan selanjutnya, hayatilah hukum karma  karena karma tidak dapat dihindari, dan kata-kataku adalahberdasarkan kebenaran” salah satu contoh yang diberikan oleh sang Budha adalah: ketika manusia melakuakan pemotongan terhadap hewan pada masa lalu, maka di akan mempunyai umur yang pendek di masa sekarang, ketiak dia membunuh brung di masa lalu maka dia akan kehilangan orang tuanya di masa sekarang, sengaja merajuni ikan-ikan disungai di masa lalu maka dia akan mati keracunan di masa sekarang. Lihat: The Cause And Effect  Sutra, h.36-37, 46-47, 80-81.
[43] Wawancara denganBhante Thana Dhammo, pada rabu 5 Februari 2014.
[44] Wawancara denganBhante Thana Dhammo, pada rabu 5 Februari 2014.
[45] Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, . . . h. 35.
[46] Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, . . . h. 36.
[47] Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, . . . h. 36.
[48] Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, . . . h. 37.
[49] Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, . . . h. 37.
[50] Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, . . . h. 38.
[51] Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, . . . h. 39.

This post have 0 komentar


:) :( hihi :-) :D =D :-d ;( ;-( @-) :P :o -_- (o) :p :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ $-) (y) (f) x-) (k) (h) cheer lol rock angry @@ :ng pin poop :* :v 100

Next article Next Post
Previous article Previous Post