Pemikiran Raden Ngabehi Ranggawarsita Sukarta

author photo July 06, 2014



Pemikiran Raden Ngabehi Ranggawarsita Sukarta
Oleh:
Takdir Ali Syahbana
A.     Pendahuluan
Manusia merupakan makhluk yang Allah ciptakan paling sempurna di bandingkan dengan makhluk yang lain, baik  dalam bentuuk fisik maupn dalam bentuk intelektual, namun perbedaan yang sangat signifikan adalah tertumpu pada intelektual (akal).[1] Dari akal sinilah manusia dibebani perintah dan di hujani dengan peraturan , gara-gara faktor akal pulalah manusia diberikan agama[2] untuk menata struktur kehidupan agar tetap sebadan dengan inteletual manusai sendiri. Kecerdasan intelektual, emosional, spiritual adalah inti dari manusia sendiri.
Agama merupakan tempat pacu manusia untuk berbuat kebaikan, dari agama pulalah manusia mendapatkan hakikat kebahagiaan dan dari agama pulalah manusia mendapatkan ketenangan, namun, ketika manusia tidak mendapatakan ketenangan dan kepuasan dalam beragama (Agnotesisime) maka manusia akan mencari solusi lain yang lebih meyakinkan dibandingkan dengan sebelumya. Bukan berarti pancariyan manusia tercantum pada sekte-sekte di dalam Islam saja,[3] namun lebih jauh dari hal tersebut yaitu kepercayaan dan kebatinan, salah satu contoh dari hal tersebut adalah Kejawen  yang berasal dari daerah Jawa dan tetap mempunyai tokoh-tokoh yang disegani dan di patuhi, salah satunya adalah Raden Ngabehi Ranggawarsita Surakarta, lantas bagaimana siapa sebenarnya orang ini dan bagaimana ajarannya?
B.     Sejarah Kebatinan (Tinjaun Historis Kejawen)
Sangat sulit sekali melacak asal-usul kebatinaan ini dikarenakan bahwa bacaan yang sangat sulit dan tidak bermatraikan khusus mengenai asal-usul kebatinan secara gamblang, jadi penulis berusaha untuk meraba beberapa literatur untuk mendiskripsikan pandangan sejarah terhadap kebatinan.
Ada beberapa orang[4] yeng mengatakan bahwa ajaran kebatinan tersebut adalah sikap mereformasikan dan merevolusikan doktrin islam (menyelewengkan ajaran islam). Kebatinan bukanlah sikap reformasi dari beberapa doktrin Islam,  mari kita dengarkan perkataan dari sejarah mengenai asal-usul kebatinan; istilah kebatinan muncul pada masa kerajaan Mataram yang terkenal memiliki serat yang dinamakan dengan Sastra Gending yang dikatakan sebagai buah karya dari Sultan Agung Anyakrakusuma, dari sini kita akan menilik apa sebenarnya gending dalam serat tersebut? Gending dalam serat tersebut isinya adalah Syahadat namun berbeda versi dengan syahadat yang telah kita imani sekarang, bunyi dari selat itu hnya lailaha illa Allah  tidak ada Muhammadnya.[5]
Namun jika ditinjau kemabali dalam kalimat Serat maka akan nampak devinisinya menurut sumber utamanya (Jawa) serat terdiri dari dua bait tambang pangkur yang berbunyi;
“Ngadyan Sastra kalih dasa, wit akhadiyat, ponang Ha-Na-Ca-Ra-Ka pituduhipun, dene kang Da-Ta-Sa-Wa-La, kangentiyaning kang pamuji, baik selanjutnya: wah diat jadi kang rinasan ponang Pa-Da-Ja-Ya-Nya angyektini kang tuduh lankang tinuduh, sami santosanira, kahanannya wakadiyat pambilipun, dene kang MA-Ga-Ba-Ta-Nga wus kanyatan jatining sir”
Inilah cikal dan bakal kebatinaan yang ada dikerajaan mataram yang dimulai dengan ajaran; Sangkan praning dumadi dan Manunggaling kaulah Gusti inilah terjemahan dari syair yang bernama “Hancaraka” dan ini juga jelas bahwa ini bukan alur dari aqidah Islam namun tafsiran dari sastra Gending.[6] Syair hancaraka merupakan tulisan murni dari abjad jawa yang berisikan tentang kebatinan, sementara jika ditinjau lebih jauh lagi maka kita akan dapati bahw apencipta syair hancaraka itu adlaah Jananabadra yaang dikatakan adalah oraang jawa asli yang yang ahli dalam bidangnya karena dia adalah seorang sarjana dan pendeta budha Hinayana dia juga menjabat sebagai mahapatih Mangkubumi yang berada di kawasan Maharaja Hindu Agastya bernama Sanjaya (723-744), selain itu dia adalah penerjamah buku buku agama Budha, yang sangat menaraik bahwa jananabhadara adalah semar.[7]
Perlu diketahui kemabli sesungguhnya kebatinan yang  berada di sekitar kita saat ini beraasal dari agama Budha dan Hindhu, sejarah mengatakan bahwa jananabhadara adalah sosok yang menjawanisasikan buku-buku yang agama Budha dan Hindu kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Jawa, hingga saat ini, jadi kebatinan itu terlahir dari agama Budha dan Hindu bukan dari agama Islam sendiri yang dikenal dengan “kauruh kejawen” atau Jawaisme.[8]
Perlu juga diketahui bahwa ajaran-ajaran kebatinan yang dimulai pada zaman Mataram di masa Sultan Agungan bukanlah refolusi dari ajaran Islam namun terjemahan dari kitab-kitab Hindhu dan Budha. Pada masa kerajaan mataram ini kebatinan memiliki empat kandungan; Metafisik,[9] Mistika,[10] Etika,[11] dan Okultisme,[12]
a.       Metafisik
Ajaran kebatinan yang terlahir di jawa mempunyai beberapa unsur, unsur yang pertama adalah matafisik, berangkat dari metafisik ini orang kebatinan punya devinisi yang khusus yaitu setiap ajaran yang mengandung hal-hal metafisik maka akan ditemuai faham “sangkan paraning dumadi.[13]
b.      Mistika
Sekanjutnya adalah mistik yang merupakan salah satu kandungan dari ajaran kebatinan, orang jawa mempunyai devinisi khusus mengani permasalahan ini, meraka mengatakan bawha mistika adalah ilmu tentang manunggaling kaulah gusti, karena kebatinan merupakan wujud dari pahama Hindhu dan Budha maka manunggaling kaula gusti tersebut adalah ajaran paham Atma dan brahman, dan dalam paham Budha adalah ajaran tentang moksa dan nirwana.[14]
c.       Etika
Selanjutnya adalah etika yang merupakan ajaran dasr dikalangan kebatinan yang besalkan dari agama budha dan hind etika dalam pahamnya adalah memilah-milih tentang yang mana yang pantas dan yang mana yang tidak pantas dalam kehidupan manusia, aptut atau tidak patut dalam kehidupan mansuia.[15]
d.      Okultisme
Yan teralkhir yang ada dalam dunia pemahaman kebatinan yang juga bersumber dari jawa budha dan hindu. Mereka memaham bahwa okultisme adalah pemahaman tentang “jaja kawijayan” maksutnya adalah, ajaran ini adalah bagaimana manusia mengenai dan bergaul dnegan baik antara manusia satu sama lain, dan hak yang berhubungan dengan masyarakat sosial, mampu bergaul dengan baik.[16]
Dari urain di atas dapat kita tarik kesimpulan sementara bahwa kebatinan bersumber dari daerah jawa apada masa kerjaan Mataram dengan raja Sultan Agungan, dari sinilah kita juga berangkat dari hal ytang sangat penting, islam bukanlah agama mengeluarkan ilmu kebatinan yang dikatakanorang sebagai aliran menyimpang, namun kebatikan adalah aliran yang muncul dikalangan jawa yang menafsirkan dari ajaran-ajaran Budha dan Hindu kemudian diinfestasikan ke dalam agama islam namun tetap ada ajaran Budha dan Hindhu yang ada di dalamnya.
C.     Biografi Raden Ngabehi Ranggawarisita Surakarta
Ngabehi Ranggawarisita Surakarta lair pada hari senin Legi 10 Dzulkaidah bertepatan pada tahun Be, 1728 Jawa atau 15 Meret 1802 M. Beliau adalah putra sulung dari Mas Pajangswara yang berpangkat jajar kemudian pangkatnya aik menjdai carik atau juru tulis Kadipaten Amon.[17] Naman muda beliau adalah Bagus Burham, Bagus Burham menjelag Usia 12 tahun dikirim ke suatu pesantren untuk memperdalam pendidikannya, podok pesantren itu adalah Gebang tinatar Ponorogo yang di asuh oleh kiai Imam Kasan Basri.[18]
Sesudah selesai mengakji ilmu agma di pondok pesantren tersebut maka, bagus pun mengembara untuk lebih memperluas lagi ilmunya hingga ke pulau Bali, pada tahun 1845 dia diangkaat menjadi pegawwai sebagai penulis di keraton Surakarta, selama hidupnya dia mengabdi kepada lima Raja[19] dia adalh seorng penulis yang terkenal pada waktu itu, diantara tulisannya adalah: Serat Wirit, Hidaya jati, Suluk Saloka Jawa, Suluk Supanaloya, Serat Pumaring, kawula Gusti, suluk suksma Lelana, serat paragama Yoga, serat jayemgtilam, Pustaka Raja Purwa, Kaladhita, Sabdatama, Cemporet, Joko Lodhang, wedharagama, Wheda Purwaka, Sadu Budi, Jitapsarasa, Cendrarini dan witharaja.[20]
D.     Ajaran Kepemimpinan Ranggawarsita
Jauh sebelum ajaran ini di lahirka, Jawa sudah mempunyai ramamalan-ramalan untuk kepemimipinan yang pantas untuk di puja, yaitu yang disebut dengan sepuluh kebajikan luhur dan sering disebut dengan dasa darma pemimpin. Sepuluh gambaran tesebut sebagai berikut:
1.      Kebajikan pertama: Paricaga, rela berkorban
Pemimpin harus rela berkorban demi mendahulukan kepentingan bangsanya, pemimpin yang enggan berkorban dan lebih mementingkan keluarganya dan teman-teman dekatnya untuk mengambil keuntungan akan dikritik dan ditinggalkan rakyatnya.[21] Pengeobana yang dimaskut bersifat umum, baik berkorba tenaga, waktu, pikiran dan karya yang tertuju hanya untuk negara yang dipimpinya.
2.      Kebajikan kedua: Ajava, berhati tulus
Pemimpin dalam bertindak harus mempunyai hati tulus, ikhlas dan tidak dibuat-dibuat agar dapat menarik simpati rakyat, baik itu dalam bentuk sosial ataupun yang lainnya yang ditujukan agar hati rakyat tertarik dan simpati, hal ini tidak menggambarkan tipe pemimpiin yang baik.[22]
3.      Kebajikan  ketiga: Dana, gemar beramal
Pemimipin yan gemar beramal, bersedekah baik dalam bentuk materi ataupun jasa yang lainnya adalah pemimipin yang benar, suka membantu pembangunan masjid ataupun yang lainnya seperti panti asuhan, tempat ibadah ataupun hal yang lainnya asalnya dengan kekhlasan.[23]
4.      Kebajikan Keempat: tapa, hidup degan sederhana
Pemimpin dan keluarganya harus memberikan contoh hodup sederhana bukan konsumtif dengan pakain yang mewah dan mahal, pemimpin harus menunjukan kesederhanaan kepada rakyatnya, jika pemimpin memberikan contoh hidup kesederhaan maka rakyatnya pun akan mencontoh hidup dalam kesederhanaan.[24]
5.      Kebjikan ke lima: Susila, memiliki moralitas yang tinggi
Pemimpin harus menunjukan kesilaan yang tinggi, moral yang bagus, jika pemimpin terlihat dengan moral yang baik, maka rakyat akan selalu mendukung dan menghormatinya, maka negara tidak akan pernah ribut apalagi tauran, namun jika pemimpin menunjukan moral yang rendah, buruk, maka semuanya akan berdampak pada masayarakat yang dipimpinnya.
6.      Kebajikan keenam: Madava, berprilaku ramah tamah
Pemimpin akan mendapatkan respek dari masayarakatnya jika pemimpinnya berpsikap ramah erhadap masyarakapnya.
7.      Kebajikan ketujuh: Akodha, tidak gampang marah dan dendam
Jika ada salah satu anggota kepemerintahan yang salah maka tidak serta merta marah apalagi dendam, hal ini berdampak pada rakyatnya, tidak dapat dicontoh dengan baik, jika ada pemimpin seperti ini, maka rakyat akan benci dan rakyat tidak akan sudi dia jadi pemimpin di kemudian hari.[25]
8.      Kebajikan kedelapan: Khanti, mempunyai kesabaran
Pemimimpin yang baik adalah pemimipin yang mempunyai kesabaran yang tinggi, karena masyarakat yang dihadapinya berbeda-beda dengan watak yang tidak sama, jika ada terjadi sesuatau kepada rakyatnya namun pemimpinnya tidak sabaran, maka pemimpin dipastikan akan mengambil keputusan yang tergesa-gesa dan tidak baik untuk rakyat.[26]
9.      Kebajikan kesembilan: Avirodhana, tidak suka mencari permusuhan
Pemimpin harus tidak suka mencari permusuhan, khusunya kepadda singna yang kan menjadi seorang pemimpin, baik bermusuh-musuhan didalam partai atau yang lainnya, saling skut menyikut, saling tuduh menuduh dnegan kata-kata kasar, hal demikian tidak pantas untuk menjadi seorang pemimpin, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang menjaga hubungan kekerabatan kepada semua manusia, baik itu satu negara atau kenegara yang lain.[27]
10.  Kebajika kesepuluh: Avihimsi, tidak bersifat kejam
Pemimimpin yan kan menjadi tautan masayarakatnya adalah pemimpin yang bersikap lembut, tidak kejam, ketika ada perbedaan pendapat, tidak langsung menangkap apalgi membunuh, seharusnya pemimpin harus bersifat lembut tidak aroman dengan kekerasan, paalgi berkata-kata kasar.[28]

E.      Kesimpulan
Urain panjang lebar diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ajaran kebatinan berasal dari jawa, dan sering disebut dengan kata atau kalimat kejawen, salah satu tokoh dari kejawen adalah Raden Ngabehi Ranggawarsita Surakata, dia adalah tokoh kejawen yang ahli dalam bidang kebtinan dan juga pengamat terhadap sosial, baik itu di dalam kerajaan ataupun di luar kerajaan.
Ranggawarsita hidup pada abad ke 19 putra dari Pajangswara, Ranggawarsita mempunyai keahlian dalam bidang tulisan dan keimuannya terhadap kebatinan, slaah satu yang dimashurkan adalah krtikannya terhadap pemimpin dengan mengeluarkan sepuluh ajaran tipe kepemimpinan yang dia hadapkan kepada lima raja yang sudah dia hormati selama masa hidupnya, dikarenakan dia adalah seorang pengembara.
Sepuluh ajaran kepemimimpinan tersebut adalah: Paricaga, ajava, dana, tapa, susila, madava, akodha,khanti, avirodhana, avihimsa, kesemuanya ditujukan kepada pemimipin-pemimpin.



[1] Untuk lebih jelas mengenai permasalahan perbedaan manusia dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain, mari kita tengok beberapa cuplikan ayat Al-qur’an yang menyinggung pada kasus ini. Lihat: QS, 3: 164. QS, 4: 165. QS, 7: 52. QS, 7: 179. QS, 13: 37. QS, 17: 15. QS, 17: 70. QS, 25: 41-42. QS, 64: 2-3. QS, 95: 4-6. QS, 98: 6-8. Kesemua ayat inilah manusia di tuding sebagai makhluk yang mempunyai beban dasar sebagai makhluk yang sempurna yang mampu memeikirkan baik dan buruk, sekarang dan masa depan, dari ayat-ayat di atas pulalah manusa di jelsakan bahwa kecerdasan yang manusia  miliki itu adalah butuh kinerja yang maksimal, bukan hanya menunngu hidayah dari Tuhan tapi juga harus berusaha mencari ilmu. Lihat: M. Brar Harun, sistematika Al-Qur’an dan Penjelasannya, (Banjarmasin: PT. Garfika Wangi Kalimantan, 2007), hlm. 10-15.
[2] Agama dalam bahasa Sanskrit, dalam abjat hurupnya ‘A’ maka di artikan dengan tidak sedagkan pada gama di artikan dengan pergi (tidak pergi) atau dapat juga diartikan dengan hal yang tidak pergi dari kehidupan yang diwarisi oleh turun-temurun oleh manusia. Lihat:  Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1979), hlm. 9. Lihat juga: Dedy Supriyadi, Mustofa Hasan, Filsafat Agama, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm. 10. Kemudian pengertian kata agama ini sedikit berbeda jika di tinjau dalam bahasa Sansekerta di mulai dari huruf A di artikan dengan tidak  dan di lanjutkan dnegan kalimat gama yang berarti kacau di gabungkan muncullah defenisi kahir yaitu tidak kacau, agama adalah peraruran yangmengatur manusia agar tidak mengalami kekacaun yang menggelincir dari hatii nurani manusia sendiri. Lihat: Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, (Malang: UIN-MALIKI Press, 2010), hlm. 2. Bahran Noor Haira mengetakan bahwa Peraturan yang ada dalam agama khususnya Islam satupun ajarannya tidak ada yang bertentangan dengan hati nurani. Agama teerbagi kepada tiiga kategori, Agama Samawy, Agama yang menyerupai Shuhuf, agama ciptaan manusia, jika agama di pandang dari sudut sesembahan maka terbagi dua; bertuhan Rohani dan bertuhan materi. Lebih jelas lihat: H.M. As’ad El Hafidy, Aliran-Aliran Kepercayaan dan Kebatinan di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1977), h. 87-88.
[3] Salah satu sekte dalam agama Islam yang mencari ketenangan dan kebhagiaan yang dengan pemikirannya yang santai demi sosiologis adalah Murji’ah, murjiah adalah sekte yang mengetengahi antara Khawarij dan Syi’ah. Kehadiran Murjiah memberikan ketenangan dan kebahagiaan dari dua kubu yang berdu kekerasan. Untuk lebih jelsa silahkan lihat: Muh̲ammad ‘abdu al-KarÈ‹m bin abi bakar ahmad al-SyahrastanÈ‹, Al-Milal wa al-Nihal, (Libanon, Daru-al-fakr, 1997), h. 112. Dan: H. Hadariansyah, Pemekiran-pemikiran teologi Islam  dalam Sejarah pemikiran Islam, (Banjarmasin: Antasari Press, 2010), h. 58. Dan: H.M. Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998), h. 159. Lihat juga: Abdul Razak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, ( Bandung: Cv. Pustaka Setia.2012), h. 56. Dan: tgk. H.Z.A. Syihab, Aqidah Ahlu-al-Sunnah Versi Salaf, Khalaf, dan Versi Asy’Ariyyah di antara keduanya, (Jakarta: Bumi Aksara, 1998), h. 71.
[4]Orang-orang tersebut adalah; Abdurrahman Wahab, Sju’bah, Hamka, Lihat:  Rasjidi, Warsito S, H. Hasbullah Bakry,  di Sekitar Kebatinan,(Jakarta: Bulann Bintang, 1973), h. 10-11.
[5] Rasjidi, Warsito S, H. Hasbullah Bakry,  di Sekitar Kebatinan, . . . h. 16.
[6] Rasjidi, Warsito S, H. Hasbullah Bakry,  di Sekitar Kebatinan, . . . h. 16-17.
[7] Rasjidi, Warsito S, H. Hasbullah Bakry,  di Sekitar Kebatinan, . . . h. 17.
                [8] Rasjidi, Warsito S, H. Hasbullah Bakry,  di Sekitar Kebatinan, . . . h. 17.  Hal ini senada dengan apa yang sdah diinforamsikan oleh Dr. Roibin, MHI : yaitu: Tidak sedikit para ilmuwan antropologi yang berbeda perspektif dalam melihat kosmogoni kepercayaan kejawen ini. Sebagian ilmuwan mengatakan bahwa kosmogoni kepercayaan Jawa diwarnai oleh kebudayaan Cina. Pandangan ini didasarkan pada suatu pemikiran bahwa berita mengenai Cina di kepulauan Indonesia dapat dianggap sebagai sumber ke tujuh dalam sejarah politik Jawa pada abad ke-15 dan 16. Dalam catatan Narendra Agung dikatakan bahwa Cina ternyata sangat penting bagi pembentukan corak kepercayaan Islam di masyarakat Jawa. Demikian juga dalam catatan sejarah dari pusat-pusat perdagangan Cina di Jawa, menunjukkan bahwa telah ada orang Cina Muslim yang tinggal di Jawa. Alasan di atas diperkuat oleh bukti historis bahwa pada saat Khubilai Khan berkuasa jauh sebelum abad ke-15 dan ke-16 M, yaitu pada tahun 1275 M, ia memberi kebebasan dan kepercayaan kepada orang-orang Islam dari Turkistan di Asia Tengah untuk keluar masuk negeri Cina. Orang-orang Turkistan Muslim itu selain beroleh kedudukan yang cukup baik, juga ada yang menduduki jabatan menteri di istana kaisar. Oleh karena itu orang-orang Turkistan dari Balkh, Bukhara dan Samarkand mulai melancarkan pengislaman terhadap orang-orang Mongol dan Cina serta orang-orang di wilayah kekuasaan Khubilai Khan. Pada saat itu sekalipun pengislaman di Cina hasilnya tidak seperti di Persia, India dan Turkistan, namun boleh dikatakan orang-orang Cina banyak yang masuk Islam. Dari data di atas, tidak menutup kemungkinan bahwa Cina yang datang ke Jawa, baik  atas dasar kepentingan perdagangan maupun politik dimungkinkan membawa tradisi dan kebudayaan Islam, selain juga tradisi dan kebudayaan khas mereka sendiri.Pandangan lain yang agak senada juga diungkapkan oleh J.H. Kern asal Belanda. Menurutnya orang Jawa dianggap dari keturunan orang-orang Melayu yang berasal dari Cina. Kurang lebih tiga ribu tahun sebelum Masehi menurut pandangan Kern telah terjadi gelombang pertama imigran Melayu yang berasal dari Cina yang membanjiri Asia Tenggara, yang disusul kemudian dengan gelombang kedua, kurang lebih dua ribu tahun lamanya. Pengaruh imigran Melayu Cina ini, bagi masyarakat Jawa tidaklah kecil, melainkan kultur Cina baik yang sudah bersentuhan dengan kebudayaan Islam sebagaimana yang terjadi pada masa kekuasaan Khubilai Khan, maupun yang belum berinteraksi dengan Islam, betapapun telah banyak mempengaruhi karakter asli kebudayaan Jawa. Lihat: Purwadi dan Maharsi, Babad Demak: Sejarah Perkemabangan Islam di Tanah Jawa, (Yogyakarta: Tunas Harapan, 2005), h. 22. Dan: Frans Magnis Suseno, Etika Jawa:Sebuah Analisis Falsafi Tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), h. 21
[9] me·ta·fi·si·k /métafisika/ n ilmu pengetahuan yg berhubungan dng hal-hal yg nonfisik atau tidak kelihatan. Lihat: KBBI offline v1.3. (2010-2011).
[10] mis·tik n 1 subsistem yg ada dl hampir semua agama dan sistem religi untuk memenuhi hasrat manusia mengalami dan merasakan emosi bersatu dng Tuhan; tasawuf; suluk; 2 hal gaib yg tidak terjangkau dng akal manusia yg biasa. Lihat: KBBI offline v1.3. (2010-2011).
[11] eti·ka /étika/ n ilmu tt apa yg baik dan apa yg buruk dan tt hak dan kewajiban moral (akhlak). Lihat: KBBI offline v1.3. (2010-2011).
[12] Lihat foot note ke-6.
[13] Rasjidi, Warsito S, H. Hasbullah Bakry,  di Sekitar Kebatinan, . . . h. 18.
[14] Rasjidi, Warsito S, H. Hasbullah Bakry,  di Sekitar Kebatinan, . . . h. 18.
[15] Rasjidi, Warsito S, H. Hasbullah Bakry,  di Sekitar Kebatinan, . . . h. 18.
[16] Rasjidi, Warsito S, H. Hasbullah Bakry,  di Sekitar Kebatinan, . . . h. 19.
[17] Hadiwijaya, Tokoh-tokoh Kejawen ajaran dan Pengaruhnya, (Yogyakarta: Kumpulan Penerbit Pinus, 2010), h. 87.
[18] Hadiwijaya, Tokoh-tokoh Kejawen ajaran dan Pengaruhnya, . . . h. 87.
[19] Hadiwijaya, Tokoh-tokoh Kejawen ajaran dan Pengaruhnya, . . . h. 88.
[20] Hadiwijaya, Tokoh-tokoh Kejawen ajaran dan Pengaruhnya, . . . h. 88.
[21] Hadiwijaya, Tokoh-tokoh Kejawen ajaran dan Pengaruhnya, . . . h. 93.
[22] Hadiwijaya, Tokoh-tokoh Kejawen ajaran dan Pengaruhnya, . . . h. 93.
[23] Hadiwijaya, Tokoh-tokoh Kejawen ajaran dan Pengaruhnya, . . . h. 94.
[24] Hadiwijaya, Tokoh-tokoh Kejawen ajaran dan Pengaruhnya, . . . h. 94.
[25] Hadiwijaya, Tokoh-tokoh Kejawen ajaran dan Pengaruhnya, . . . h. 94.
[26] Hadiwijaya, Tokoh-tokoh Kejawen ajaran dan Pengaruhnya, . . . h. 95.
[27] Hadiwijaya, Tokoh-tokoh Kejawen ajaran dan Pengaruhnya, . . . h. 95.
[28] Hadiwijaya, Tokoh-tokoh Kejawen ajaran dan Pengaruhnya, . . . h. 95.

This post have 0 komentar


:) :( hihi :-) :D =D :-d ;( ;-( @-) :P :o -_- (o) :p :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ $-) (y) (f) x-) (k) (h) cheer lol rock angry @@ :ng pin poop :* :v 100

Next article Next Post
Previous article Previous Post