Budha: Proses Mencapai Budha
Oleh:
Takdir Ali Syahbana٭
A. Pendahuluan
Manusia pada umumnya adalah makhluk yang
mempunyai kelebihan dibandingkan makhluk ciptaan Allah lainnya,[1]
oleh karena inilah manusia mampu menciptakan sesuatu yang bermanfaat[2],
baik pemikiran yang bersangkutan secara langsung dnegan agama ataupun tidak.
Sejarah mencatat bahwa sejak seseeorang sudah mengenal dengan agama yang
diberangkatkan dari kisah Nabi Adam[3]
dengan mempermasalahkan apa sebenarnya agama yang diyakini oleh Adam tersebut,
kemudian muncul lagi teori-teori dari E.B. Tylor,[4]
selain itu permasalahan yang menyangkut hal-hal dengan agama dapat dicermati
dari fenomena yang berbentuk empiris dan ada juga tidak empiris.[5]
Manusia adalah mahluk yang berpikir dan
bertindak bebas,[6]
oleh karena itu ada peran-peranan yang harus diaktifkan oleh manusia yaitu
nilai-nilai atau norma atau juga hukum di dalam kehidupan manusia sendiri, hal
ini meengaharuskan agar manusia berbuat seseuia dengan norma-norma tersebut
jangan ada penyimpangan di dalam lintasan nilai tersebut. Agama hadir di dalam
ruang di mana mansia hidup dan bernnafas di dalamnya, manusia digerakkan oleh
agama dan manusia juga hidup di dalam agama, perkembangan sebuah agama menjadi
patokan besar sebagai bukti bahwa agama hidup di dalam masyarakat, biak itu
agama Katolik, kristen dan juga islam atau agama-agama yang lainnya.
keseimbangan antara agama dan tindakan sosial membuat ada dampak yang sangat
disorot oleh orang lain, contoh; ada seseorang yang beragama islam yang hidup di
dalam mayooritas non islam, sebut saja jenis kelaminnya wanita, wanita dalam
hukum islam harus menutup aurat, lantas di hiudup di tengah-tengah
masayarakat yang beragama katolik dan
wanita itu menggunakan jilbab, tindakan yang dilakukan leh si wanita ini
berdampak sangat pada penilaian oraang lain, ada yang mengatakan si wanita ini
sangat agamanis, sangat muslim sekali, sangat taat sekali kepada aturan agama,
dan banyak lagi persepsi orang terhadap tindakan tersebut.[7]
Kehadiran agama di dalam nafas manusia membuat
semuanya terkendali, asalkan manusia tetap berada di dalam rel agama itu
sendiri, secara sosial agama berpungsi sebagai: Motivator,[8]
Inovator,[9]
Integrator,[10]
Sublimator,[11]
Agama sebagai sumber inspirasi,[12]
begitulah agama di dalam kehidupan manusia, antara agam dan manusia saling
membutuhkan, disisi lain agama membutuhkan manusia dan sisi lain manusia juga membutuhkan agama, tidak
terlepas dari hal ini, salah satu agama yang ada di Dunia adalah agama Budha, agama
yang lebih mengedepankan prilku hingga mencapai Nirwana ini hadir di
tengah-tengah masyarakat. Di dalam agama yang bersifat Samawi sosok yang paling
tertinggi adalah Nabi atau Rasul, dan hanya pemberian Tuhan. Sedangkan di dalam
agama Budha tingkat yang paling tinggi adalah sang Budha dan bisa untuk
diusahakan agar menjadi sang Budha, lantas seperti apa usaha untuk mendapatkan
derajat Sang Budha? Dan bagaimana ajaran Budha yang telah diwariskan kepada
murid-muridnya?
B. Sejarah Agama Budha
Catatan merah dari searah bahwa agama Budha
lahir pada tahun 500 hingga tahun 300 SM,[13]
ini membuktikan bahwa agama Budha sangat berkaitan dengan agama ynag
mendahuluinya yaitu agama Hindu. Sejarah juga mencatat bahwa Budha sebagai
agama tidak bertitk tolak dari ketuhanan dan juga alam semesta, namun agama
Budah bertitik tolak dari lingkungan yang krisis dengan moral sebagai manusia.
Agama Budha hadir untuk mengembalikan norma-norma manusia sebagai manusia,alam
sebagai alam, Tuhan sebagai Tuhan, kehadiran agama Budha untuk manusia
agarterbebas dari lingkaran Sukkha
yang selalu mengiringi kehidupan.
Dalam catatan sejarah agama Budha diceritakan
bahwa jauh sebelum Prasejarah hiduplah seorang makhluk yang beranama Sumedha
perjalanan kisah hidupnya bahwa dia pernah berjuta-juta kali reinkarnasi selama
dia berada dalam tubuh manusia yang mempnyai derajat keBudhaan manusia tersebut
adalah Sidharta, seeblum dia reinkarnasi kedalam bentuk
manusia dia terlebih dahulu dia reinkarnasi ke dalam bentuk binatanag, dewa dan
manusia biasa. Tidak semua makhluk yang bisa menjelma dalam derajat yang tinggi
derajat kebudhaan, sebab derajat kebudaan hanya bisa di capai saat seorang
manusia sudah melakukan persembahan pengeorbanan yang sebenar-benarnya dan
kasih sayang yang sedalam-dalamnya kepada semua makhluk.[14]
Catatan sejarah agama Budah mencatat
bahwa Sidartha di lahirkan pada tahun
563 SM tepat di Daerah Kapilawastu di kaki pegunungan Himalaya, ayah Sidartha
bernama Sudhodana dia adalah seorang raja yang kaya raya, danibu dari Sidartha
bernama Maya, dalam catatan seajrah Budha kelahiran Sidartha ada beberapa
pendapat, sumber pertama adalah dari kisah Mahayana bahwa seoarang Boddhisattwa
yang merubah bentuk tubuhnya menajdi seekor gajah putih yang turun dari sorga Tusita dan diapun
memasuki rahim Maya (Ibu Sidharta) dan Mayapun hamil, setelah beberapa bulan
kehamilan yang di kandung oleh mayapun melahirkan anak alki-laki yang diberi
nama Sidharta Gautama Sakyamuni (Pendeta dari Suku Sakya).[15]
Ketika Sidharta Gautama lahir maka banyak
kejadian-kejadian yang diluar kebiasaan hal ini menandakan bahwa yang lahir ini
bukanlah bayi yang biasa, perubahan dunia yang tiba-tiba menjadi sangat indah
yang diliputi oleh tebaran-tebaran bunga teratai, semua pohon mengeluarkan
tangkai-tangkain bunga yang segar dan indah sangaat berpanorama, orang-orang
bisu tiba-tiba mampu berbicara dengan lantunan suara yang indah, orang tuli
mampu mendengar sedangkan orang buta mampu untuk melihat, orang-orang lumpuh
mampu berjalan kembalii, semua alaat-alat music berbunyi dengan megeluarkan bunyi
yang begitu indahnya, masayaraat sekitar kelahiran Sidhrata meyakini bahwa anak
yang lahir ini adalah pemimpin yang besar di hari dia menjadi dewasa kelak.[16]
Waktu Sidharta kecil, dia sudah menunjukan
perbedaan-perbedaan yang luar bisa dibandingkan dengan teman-teman sebayanya,
diantaranya adalah dia sudah bisa menulis sebelum diajarakan oleh guru-gurunya,
sleian demikina dia juga mempunyai sifat-sifat terpuji, baik itu tidak pernah
berbuat jahat, suka menolong, dan yang lainnya. sehubungan dengan tahta yang
dimiliki oleh ayahnya yang kaya raya dan juga raja, Sidharta dimanjakan, segala
macam keinginannya akandikabulkan selama sidharta mau menetap di istana dan di
hari kelak bersedia menggantikan ayahnya duduk di kursi kerajaan, namun,
Sidharta bukanlah anakyang diharapkanoleh ayahnya, Sidharta menolak semua
tawaran dari sanga ayah bahkan Sidharta rela hidup diluar istana sebagai orang
yang sederhana dan sebagai seorang petapa, tekat yang kuat dari Sidharrta
adalah meninggalkan istana, hal ii dia lakukan ketiiak dia berumur 29 tahun
bahwa muncullah rasa kesadaran bahwa hidup di dalam gelimangan harta dan tahta
tidak akan memberikan ketentraman batin.[17]
Ada kesadaran tentu ada peristiwa yang terjadi
di belakang, begitu juga Sidharta, sebelum
Sidharta sadar terlebih dahulu dia bercengkrama dan melihat beberapa
kejadian yang sangat mengesankan bagi batinnya, etika Sidharta keluar kerajaan dia melihat orang yang sangat
tua dan lemah tubuhnya sehingga orang tersebut hidupnya penuh dengan
penderitaan, Sidharta berpikir bahwa
seberapa kaya dan tingginya jabatan seseorang pasti akanmengalai tua dan
lemahnya tubuh seperti orang tua yang dilihatnya tersebut, selanjutnya dia
melihat orang yang sedang sakit, dan orang itu sangat menderita dengan
penyakit-penyakitnya itu, seetalah itu Sidharta melihat orang mati, dia sadar
bahwa walaupun tubuh masih utuh, namun tidak mempunyai daya apapun, tetap
berpisah dengan harta, tahta dan segala sesuatau yang dicintainya selagi dia
masih hidup, terakhir Sidharta melihat seorang Pendeta yang meskipun miskin,
tidak punya jabatan, namun tetap nampak dari wajahnya sebuah ketenangan yang
mengambarkan bahwa seseorang tersebut bahagia dan tenang batinnya, orang inilah
yang memberi semangat bagi Sidharta untuk menjadikan sebuah ikutan yang dia
yakini bahwa jalan orang inilah yang paling benar dia inigin menjadi seorang
Petapa.[18]
Dari kejadian-kejadian yang nampak di
penglihatan Sidharta maka sidarta mempunyai sebuah kesimpulan yang menjadi
pegangan bagi umat Budha hingga sekaraang, bahwa hidup didunia ini penuh dengan
penderitaan. Dari pernyataan ini Sidhartapun meninggalkan istana guna mencari
jalan yang benar agar dapat membebaskan manusia dari sebauh penderitaan,
Sidharta mengembara masuk dan keluar hutan berpuasa dan bertapa yang hanya
untuk tujuan yang satu yaitu mendapatkkan pengetahun yang sejati akhirnya
setelah Sidharta bersemedi di bawah pohon Bhoddh Gaya maka diluar kesadaran
Sidharta terbukalah pengetahun sejati yang telah dicarinya, maka sejak
saat itulah dia menggunakan gelar Budha
untuk dirinya. Denagn ilmu yang dia dapatkan dia mampu melihat alam kedewaan
yang orang lain tidak dapat melihatnyadan dapat pula meliohat sejarah hidupnya
sejak dia masih berupa Sumedha
dan lengkap dengan berbagai bentuk reinkarnasi sebelum berbentuk dirinya.[19]
C. Sumber Ajaran Agama Budha
Ajaran-ajaran yang di ajarakan oleh Sidharta
Gautama kepada para Murid-muridnya, sejarah menganalisa bersal dari reformasi
pemikiran-pemikiran yang ada di dalam agama Hindu pada fase Brahman, Sidharta
sendiri adalah salah satu keturunan dari kasta yang benrana Ksatria, sejarah
juga mencatat bahwa yang banyak mengikuti ajaran dari sang Budha adalah dari
kasta Ksatria sendri. Ada beberapa perobahan yang dilkukan oleh Sidharta yang
ada di dalam agama Hindu pada fase Brahmana:
a. Membuanga sistem kasta yang hanya menguntungkan kasta yang tertinggi dan
menidas kasta yang paling rendah
b. Membuang sistem penyembahan kepada banyak Dewa yang ada di dalam agama
Hindu
c. Memberikan penjelasan-penjelsan baru mengenai hukum karma dan juga Samsara.
Semua ajaran agama Budha merujuk kepada kitab
mereka yang bernama Tripitaka yang diartikan dengan tiga keranjang besar:
1. Sutra Pitaka, kanduunagn dari
kitab ini adalah ajaran atau dharma dari sanng Budha.
2. Vinaya Pittaka, yang berisikan
peraturan-peraturan kehidupan Sagha dan para Penganutnya.
3. Adhidarma Pittaka, yang bersikan
filsafat agama Budha tentang tujuan dan hakikat hidup manusia.
D. Ajaran Pokok Agama Budha.[20]
Ajaran pokok yang disampaikan oleh Sidharta Gautama kepda murid-muridnya ada
tiga bagian:
a. Catur Arya Satyati
Salah satu ajaran yang di sampaikan oleh Sidharta Gautama kepada para
murid-muridnya Catur Arya Satyati dan didalam ajaran ini mengendung
empat kebenaran utama:
1). Dukha:
Hidup didunia merupakan sebeah penderitaan yang pasti dialami oleh semua makhluk hidup di dunia, bayi yang
terllahir kedunia akan mendapatakan penderitaan seperti sakit, menjadi tua dan
mati, terpisah akan apa yang dicintai dan tidak tercapainya apa yang sudah
dcita-citakan, kesenangan yang dirasakan oleh manusia hanya berlaku dalam waktu
yang sangat singkat kemudian ppasti akan disusul oleh penderitaan, dalam
ajarana ini kesenangan merupakan pangkal dari penderitaan.
Manusia banyak menutup diri dari penderitaan di dunia, berupaya menyapu air
mata yang menetes ke pipi dan menutupinya dengan sebuah senyuman, padahal
manusia sedang berada dalam penderitaan. Maka manusia lebih mementingkan diri
sendiri untuk berupaya menghilangkan penderitaan tersebut, hal ini mnegkibatkan
pintu hati manusia tertutup, oleh karena itu hanya ajran welas asih lah yang
dapat membuka kembali hati manusia yang sudag tertutup oleh tipu daya dunia
ini.[21]
Oleh karena itu dalam ajaran sang Budha bahwa manusia tidak boleh merasakan
kebahagiaan hanya sendirian, kebahagiaan tersebut harus dibagi kepada orang
lain dengan cara apapun.[22]
2). Samudaya:
Yang kedua dari ajaran sang Budha ini adalah sebab terjadniya penderitaan
yaitu rasa keinginan untuk hidup yang disebut dnegan Tanha, keinginan
untuk hdup ini akanmenimbulkan keinginan-keinginan yang lain (trisna)
seperti berkeinginan makan makan yang enak, kekuasaan, kaya harta, dengan
keinginan manusia untuk hidup seperti ini maka manusia akan mengalami Samsara.[23]
3). Nirodha:
Yang ketiga dari empat ajaran snag Budha adalah pemadaman atau
menghilangkan penderitaan yang diakibatkan rasa keinginan manusia untuk hidup,
jalan yang dituju untuk menghilangkan penderitaan tersebut dengan cara
menghilangkan atau menghapus Tanha.
4). Margha:
Yang keempat adalah jalan untuk menghilangkan Tanha, bilam manusia sudah menghilangkan Tanha maka manusia akan mencapai nirwana (alam
kesempuurnaan) dan untuk menghilangakn tanha manusia harus menempuh delapan jalan yang
mulia (Astha Arya Margha).
a). Kepercayaan yang benar
b). Niat dan pikiran yang benar
c). Mata pencaharian yang benar
d). Perbuatan yang benar
e). Mata peencaharian yang benar
f). Usaha yang benar
g). Kesadaran yang benar
h). Samadhi yang benar.[24]
D. Proses menjadi Budha
Sang Budha mengajarkan jika manusia mau
melaksanakan hidup suci dengan mau meninggalkan Tanha maka dia harus
melewati yang namanya reinkarnasi baik dalam bentuk manusia atau biatanag
bahwakan dewa, bahkan bagi orang yang benar-benar menunjukan pengorbanan yang
tinggi menyebar luaskan kasih sayang kepada makhluk-makhluk maka dia akan
menjadi sang Budha, namun harus meleawati Reinkarnasi yang lama bahkan bisa
mencapai ribuan tahun, dan orang yang
sudah menghilngkan tanha dia akan
mencapai Nirwana, orang yang mencapai Nirwana disebeut dengan Arahat. Oarng yang
belum mencapai Nirwana itu artinya dia masih terikat dengan yang namanya
samsara (reinkarnasi) kelahiran kembali, dalam ajaran Budha yang
di maksut dengan kelahiran kembali in bukan bebentuk jasad akan tetapi watak
yang didasarkan atas karma sebagaimana dia masih hidup dimukan bumi. [25]
b. Nirwana
Tujuan akhir bagi penganut agama Budha adalah
mencapai Nirwana, untuk mencapai Nirwana manusia harus terlepas
terlebih dahulu dengan Samsara
hal ini juga menandakan bahwa jika seseoarang tekah mencapai Nirwana maka dia juga telah lepas dengan penderitaan
yang diakibatkan karena dia ingin untuk hidup, Nirwana adalah tujuan akhir karena Nirwana adalah kebahagiaan abadi, konsep abadi disini
adalah berhentiniya proses kelahiran dan proses kehidupan dan tidak ada lagi
konsep kematian. Nirwana juga
dapat di artikan dengan hilangnya nafsu, rasa keinginan, segala mcam gangguan
dan tercaoainya ketenangan dan kedamain.
Untuk mencapai Nirwana tidak semudah membalik telapak tangan, perlu
pengorbanan yang tulus dan dalam untuk mencapainnya, agama Budha menjelsakan
bahwa untuk mencapai Nirwana harus hidup suci dan yang penting adalah
harus mampu melenyapkan Tanha dalam hidup manusia tersebut, jika msnuai
sudah melakuakn hodup suci dan meninggalkan Tanha secara maksimal maka dipastikan dia
akan mencapai Nirwana, namun jika tidka dia tetap harus menjalaini
reinkarnasi tersue menerus. Yang dimaksut dengan hidup suci disini adalah:
manusia harus menjauhi apa-apa saja yang dilarang di dalam agama Budha,
dasarnya ada sepuluh larangan yang terdapat di dalam agama Budha yang disebut
dengan Dasasila, sepuluh laranagn
tersbeut adalah:[26]
a. Dilarang menyakiti atau membunuh .
b. Dilarang mencuri.
c. Dilarang berzina.
d. Dilarang berkata kasar atau berdusta.
e. Dilarang minum minuman keras.
f. Dilarang serakah.
g. Dilarang dialarang melihat kesenangan.
h. Dilarang bersolek.
i.
Dilarang tidur ditempat yang mewah.
j.
Dilarang menerima suap.[27]
Perlu juga diketahuui bahwa kesepuluh larangan
ini tidak berlaku bagi semua penganut agama Budha, di dalam agama Budha ada dua
kelompok: pertama, Upasaka atau Upasika kelompok ini adalah kelompok
umat yang biasa (awam), bagi kelompok ini hanya mempunyai larangan dalam hidup
mereka hanya lima, mulai nomor satu hingga nomor lima, sedangakn kelompok yang kedua,
Sangha, kelompok ini adalah pemuka-pemuka agama Budha baik itu Biksu atau
Biksuni, maka mereka idlarang mengerjakan kesepuluh larangan tersebut.[28]
c. Arahat
Arahat adalah pengertian bagi seseorang yang telah
menghilangkan hawa nafsu dan segala keinginannya, sehingga dia tidka teringat
dan terikat apapun dalam hidup dan kehidupannya, dia hidup didunia hanya
sekedar menjalan proses hukum karama yang telah dialami sebelumnya, selama dia
menjalani proses Arahat dipastikan dia masih hidup, namun jika tidak,
maka dia sudah mencapai Nirwana. Sebelum manusia mencapai tingkat Arahat maka ada beberapa keadaan yang
mendekatinya:
1. Sotapatti, yaitu dimana seseorang harus menjelma dalam bentuk apapun sebanaak tujuh
kali.
2. Sekadamagi, yaitu tingkat seseorang menjelma hanya tersisa satu kali sebelum mencapai
Nirwana.
3. Anagami, yaitu tingkat seseorang yang tidak mungkin menjelma lagi, dia hanya tinggal
menunggu kapan dia akan mencapai Nirwana sesudah dia meninggalkan
tingkatan Arahat. [29]
Ciri-ciri dimana seseorang sudah mencapai
tingkatan ini adalah: dimana seseorang yang teah tau akan rasa nyman, bau,
sadar akan rasa meraba, makan dan minum
dan sebagainnya namun, tidak ada lagi rasa kesenangan dan kebahagiaan saat
merasakan hal-hal tersebut di dalam pikiran dan hatinya,karena hatinyatelah
dilipti oleh kedamain dan ketenangan. Budha juga mengajarkan bahwa; di tingkatan
inilah manusia akan mendapatkan pengetahuan yang sebenar-benarnya dan mampu
melihat hal-hal yang bersifat metafisik.[30]
Tentu latihan yang tekun dan terus-meenerus adalah pondasi dasar untuk mencapai
semua tingkatan tersebut.
E. Langkah Dasar Perjalanan Suci Kebudhaan (Panca Sila)
Sejarah mencatat bahwa agama Budha diperkenalkan
oleh sosok Budha yang bernama Sidharta Gautama, agama Budha sangat erat
kaitannya dengan sebuah moral, bahwa ajaran-ajaran Budha tidak pernah terlepas
dari moral manusia sebagai manusia, tujuan ahkhir adalah mampu mencapai nirwana,
dan untuk mencapai nirwana ini
maka manusia harus benyak berkorban diri, beruupa menghilangakn nafsu dan
sifat-sifat keduniawian, menumpuk harta atau yang lain sebagainya. Salah satu
objek yang mengakaji kajian tentang narkoba maka agama Budha mempunyai rujukan
berupa perintah dan juga larangan dari kitab Budhisme.
Rujukan yang menjadi dasar gerak bagi Budhisme
adalah pancasila (lima aturan) pancasila ini merupakan kiat bagi
penganut Budha agar tetap hidup dalam kebahagiaan walaupun pada dasarnya
manusia hidup di dunia ini adalah kesengsaraan, namun manusia akan mampu
melewati kesengsaraan jika manusia mampu mengatasi kemauan, keinginan yang
beerbau negatif. Pancasila hadir untuk membatasi ruang kesesengsaraan yang ada
pada manusia agar manusia dapat menjalani kebahagiaan, kebahagiaan disini
adalah bahwa manusia pada akhir hidupnya mampu mencapai titik utama yaitu Nirwana
tanpa menjalani samsara.
Manusia perlu melewati berbagai macam alam,
baik dari alam neraka, alam hewan, alam manusia, alam surga dan alam-alam yang
lainnya, jika manusia bebrbuat jahat atau melanggar norma dari aturan
kemanusiaan sang Budha maka manusia tersebut akan jatuh ke alam neraka ataupun
ke alam binatang, semuanya ada ditangan manusia sendiri untuk memilih.[31]
Lima aturan Moral Budha dalam catatan sejarah
berawal dari ajaran sang Budha terhadap kelima muridnya (petapa) yang bernama: Assaji, Vappa, Bhadiya,
Kondaԓԓā dan Mahanamā, kemudian kelima murid sang Budha mengajarkan kegenarsi
berikutnya,[32]
sila merupakan lagkah utama untuk menjalani kerohanian di awal memasuki ajaran
Budhis agar mendapatkan ajaran bathin yang luhur. Sementara jika dibadningkan
dengan kata yang lain mengenai pancasila dalam agama budhis, bahasa Indonesia
misalnya “etika” maka akan terlihat tentang yang baik dan yang buruk dan
merujuk kepada moral.[33]selain
yang demikian lima aturan moral dalam agama Budha juga dapat di alih bahasakan
dengan ‘tata-susila” tata adalah aturan dasar atau susunan, “susila” adallah
baik, dalam bentuk bahasa, perbuatan, beradab ataupun sopan,adat istiadat yang
baik.[34]
Namun, dalam segi bahasa jika dialihkan
kembali kedalam bahasa asli dari agama Budha “Pali” maka akan teralhir
makna-makna lain dalam maksut pengertian sitilah moralitas Budhis: “sifat,
Karakter, watak, kebiasaan,(susila) prilaku baik, (dussila) prilaku
jahat,(adanasila) prilaku kikir, (parisudhasila) watak luhur” sedangkan pengertian yang kedua adalah: “latihan
moral, prilaku baik,etika Budhis dan kode moralitas” kesemua (lima) ajaran
moral Budhi juga sering disebut dengan “manussa-damma” dan ini juga akan
menjadiukuran atau kadar bagi Budhis apakah manusia tersebut akan teralhir
sebagai dewa atau sebagai manusia yang beruntung atau malah sebagai mansuia
yang rugi atau sengsara.[35]
Tinjaun umum mengenai aspek-aspek mendasar yan
terkandung dalam ajaran pancasila Budhis adalah: Pertama, menimbulkan
keharmonian baik dalam hati manusia dan juga pikiran manusia, hal ini berdampak
pada ketenangan hidup dan kehiupan manusia, kedua, mempertahankan
kebaikan dan mendukung dari kebaikan tersebut, hal ini memberi isyarat bahwa
ajaran pancasila dari Budha akan membawa pengaruh besar bagi ketentraman
manusia sendiri, bahwa sifat baik akan selalau hadir baik ketiak sendirian
maupun bersosial jika pancasila ini di kerjakan dengan baik dan benar.[36]
Jika ditinjau dari fungsi ajaran sila dari sang Budha maka akan terlihat jelas
bahw atauran Budha yang ada di dalam Pancasila merupakan kebaikan untuk
manusia, ada dua fungsi yang sangat menonjol: Pertama, pancasila akan
menghancurkan manusia dari perbuatan-perbuatan yang salah, baik kesalahan
tersebut bersifat individual ataupun bersosial, sikap yang ditimbulkan oleh
pengamalan pancasila yang benar maka dipastikan manusia akan sadar bahwa
perbuatan baik tetap di pandang sebagai perbuatan baik dan perbuatan jahat
tetap dipandang sebagai perbuatan jahat dan tidak sebaliknya. Kedua, pancasila
agama Buhda akan menajaga manusia dari pebuatan-perbuatan yang salah yang
menyimpang dari norma manusia pindah ke norma binatang, manusia akan berpikir
dengan sadar dan tidak mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tergolong kelembanh
kejahatan seperti, narkoba, manusia akan kehilangan kesadaran dan akan
melakukan perbuatan-[erbuatan jahat yang lainnya, orang mabuk bisa merampok
karena tidak adanya uang untuk membeli, mampu berzina, mencuri, berdusta atau
perbuatan yang dilarang dalam pancasila Budha yang lainya.[37]
Perlu juga diketahui bahwa lima aturan moral
dalam agama Budha adalah suci yang merupakan gambaran besar bagi kehdupan kelak
karena ini merupakan titik utama manusia dan juga merupakan keberangkatan
pertama sebagai timbangan apakah manusia akan berhasil untukl menjadi dewa atau
sengsara, titiknya adalah pancasila. Tentu jika manusia melanggar dari kelima
aturan tersebut maka mansuia tersebut tergolong sebagai mansuia yang tidak
bersih, akarnya pelanggaran tersebut menurut Budhisme adalah godaan dunia.[38]
Kutipan dari Kitab Budha:
“Yo pānamatipāteti musāvādaԓ ca bhāsati loke
adinnaṁ ādiyati paradāran ca gacchati.(246) Surāmerayapānan᷈ ca yo naro anuyu᷈njati
idhevameso lokasmiṁ mulaṁ khan̟ti attano”
“Apabila di
dalam dunia ini seseorang menghancurkan
kehidupan
makhluk hidup, suka berbicara tidak benar,
mengambil apa
yang tidak diberikan, melakukan perbuatan
asusila dengan
istri orang lain (246) Atau menyerah
pada minuman
yang
memabukkan, maka itu berarti mencabut akar
kehidupannya
sendiri, di dalam kehidupan yang sekarang di
dunia ini.”
(Dammapada: 246-247)
Penjelasan yang lebih rinci tentang Pancasila[39] sebagai
berikut:
a. Pānātipātā veramani᷈ sikkhāpadaԓ
samādiyāmi (Aku bertekat[40]
untuk menghindari pembunuhan makhluk hidup) bahwa orang-orang Budha
dilarang untuk membunuh makhluk hidup, baik itu binatang terlebih-lebih
manusia, manusia dilarang untuk membunuh dikarenakan bahwa manusia yang gagal
untuk mencapai nirwana maa manusia tersebut akan menagallami samsara (reingkarnasi) terlahir kembali
dalam bentuk binatang atau tumbuh-tumbuhan, hal ini terjadi karena manusi gagal
untuk menjalankan hal-hal yang baik sesuai dengan ajaran sang Budha. Waktu
reingkarnasi ini manusia ada yang terlahir sebagai binatang, oleh karena itu
umat Budah dil;arang keras untuk membunuh karena ditakutkan bahwa di dalam
binatang tersebut ada jiwa mansuia yang sedang reinkarnasi.[41]
Hal ini juga mengingatkan tentang adanya hukum
karma, hukum karma sendiri adalah perbuatan yang dilakukan manusia pada mas ini
akan terbalas di amsa selanjutnya sesuai dengan apa yang dikerjakan pada masa
sebelumnya.[42]
Orang yang takut akan karma, misalkan seorang manusia di masa sekarang membunuh
binatang seperti Sapi, maka dia pasti akan mendapatkan seperti apa yang dia
telah lakukan, oleh karena itulah umat Budha bertekat untuk tidak membunuh
semua makhluk hidup.
b. Adinādānā veramanȋ sikkapāpadaԓ samādiyāmi (aku bertekat mengindari
barang yang tidak diberikan) sila ini menjelaskan bahwa Budha melarang
sekali kepada para penganutnya agar tidak mencuri, korupsi, merampok, mengambil
waktu orang lain, mengambil jatah orang lain, mengambil kesempatan orang lain
atau hal-hal yang berabau mengambil milik orang lain, maka hal semacam ini sangat
dilarang.[43]
c. Kāmesu micchācārā veramanȋ sikkhāpadaԓ samādiyāmi (Aku bertekat untuk
menghindar perbuatan asusila) sila ini mengatur bahwa manusia dilarang
untuk berbuat asusila, berzinah atau hal-hal yang mendekati perzinahan, karena
perbuatan semacam ini akan mengakibatkan buruknya moral manusia, disamping
demikian juga akan mengakibatkan penyakit-penyakit yang sangat menular dan
membahayakn orang lain yang tidak tahu dengan penyakit tersebut sebut saja HIV
AIDS, penyakit ini bukan hanya merigikan diri pribadi, tetapi juga orang lain,
oleh kaena itulah sila ini melarang kepada umat Budha agar tidak melakuakn
asusila atau perzinahan.[44]
d. Musāvādā veramanȋ sikkhāpadaԓ samādiyāmi (aku bertekat untuk menghindari
ucapan yang tdiak benar)
e. Surā-meraya-majja-pamādattahānā veramanȋ sikkhāpadaԓ samādiyāmi (aku
bertekat untuk menghindari segala minuman keras yang dapat menbghilangkan
kesadaranku) pada isla yang kelima ini maka akan tercantum kalimat Narkoba,
salah satu efek yang nyata dalam narkoba adalah hilnganya kesadaran manusia
yang pada awaknya tidak permanen namun setelah lama-kelamaan maka akan bersifat
permanen, hal ini lebih parah dari apa yang dimaksut di sila yang kelima ini,
jelas bahwa narkoba beserta teman-temannya adalah salah satu pekerjaan
menggunakannya yang dilarang dalam agama Budha. Untuk mneganalisis kata pali
di atas adalah bahwa kata Majja
dapat diartikan dengan ganja, atau teman-temannya yang termasuk dalam bidang
narkoba.
4. Sekte di dalam Agama Buddha
Setelah Gautama mencapai Nirwana pada
tahun 483 SM, maka tidak ada satupun dari pengikutnya yang dapat menggantikan
kedudukannya, karena kedudukan sang Buddah tidak seperti kedudukan jabatn pada
umumnya, butuh waktu ribun tahun untuk mencapai jabatan tertinggi tersebut yang
di alami setelah reinkarnasi-reinkarnasi, namun penganut agama Buddha meyakini
bahwa calon Buddha di masa depana adalah Maitreya namun tidak ada yang tahu
kapan seseorang ini akan turun kepermukaan bumi, semua ajaran Buddha di masa
silam tidak ada catatn yang khusus mencatat semua ajaran sang Buddha karena
semua pengikut Buddha saat itu hanya mengandalkan kekuatan saja untuk mengingat
semua ajaran dari sang Buddha, secara metololigisnya dikatakan bahwa mustahil
ajaran Buddha dari masa sialah hingga sekarang tidak ada perbedaan dari
akarnya, tentu ada perbedaa-perbedaan, hal ini dapat dibuktikan dnegan
munculnya penafsiran-penafsiran dhara dan tentu akan menimbulkan sekte-sekte
yang terlahir akibat penafsiran tersebut yaitu Hinayana dan Mahayana.
a. Aliran Hinayana
Aliran Himayana (kendaraan kecil)
adalah alirang yang masih memepertahankana ajran Buddha secara utuh (ortodoks),
pengikut aliran ini mayoritas berada di Srilanka, Myanmar, Kamboja, Laos,
Vietnam. Erangkat dari pemahaman bahwa aliran ini berusaha memurnikan ajaran
sang Buddha dan menghilangkan penafsiran-penafsiran tambahan, contoh kecil
adalah; Gautama tidak mengajarakan ketuhanan, maka ajaran ini juga tidak
menambahkan pemahaman mereka tentang ketuhanan, mereka lebih enekankan aspek
moralitas seperti yang telah diajarkan oleh Gautama pada murid-muridnya silam.
Buku-buku yang mereka pegangi yang dijadikan sumber ajaran kebanyakannya
berbahasa Pali, tujuan yang paling tinngi dalam sekte ini adalah mencapai Araha yaitu menghilangkan hawa nafsu dan keinginan
mereka, mereka hiudo didunia hanya untuk menjalaskan proses hukum karma dan
berusaha untuk menjadi yang terbaik di dalam proses tersebut hingga mencapai Nirwana
dan terbebaskah dari Samsara, aliran ini juga membebaskan tiap-tiap
Individu untuk melepaskan dirinya msing-masing dari penderitaaan hidup.[45]
Aliran ini jua berpendapata bahwa indahnya
alam semesta ini hanya merupakan sebuah wujud yang bersifat sementara saja,
keberadaan alam semesta ini hanya seketika saja, tidak kekal, segala sesuatau
pasti ada perobahan dan harus melewati proses-proses yang sepadan dengan yang meyebabakan
munculnya proses, namun saja mata manusia yang masih kotor tidak dapat
mengamatinya.[46]
b. Aliran Mahayana
Secara bahasa Mahayana dapat diartikan
dengan kendaraan besar, bahwa aliran ini melakukan renovasi terhadap ajaran
Gautama yang asli, perlu diinformasiakn bahwa ajaran Mahayana yang paling menonjol adalah munculnya ritual
penyembahan Tuhan di dalam agama Buddha sendiri, namun jika dicermati lebih
dalam konsep dari ajaran keTuhanan di dalam aliran ini menyerupai konsep ke
Dewataan di dalam agama Hindu, jika id analisis bahwa hal ini membuktikan
ajaran India ayang meruupakan penyatuan paham antara Ayra dengan India masiih
saja berkembang dan dikemas dalam nuansa baru dai dientegrasikan dengan agama
Buddha.[47]
Aliran Mahayana menggunakan sumber
rujukana tau bahan ajaran yang kebanyakannya berbahasa Sansekerta, sedangkan
jika di kaji daerah perekembangannya maka tterdapat di Negara India, Nepal,
Tibet, Monggolia, Tiongkok, Korea, Jepanb dan Indonesia.jika di kaji mengenai
tokoh yang terkemuka di dalam aliran ini adalah Acvagosha.[48]
Dalam aliran Mahayana yang disebut Buddah itu bukan hanay Sidharta
Gautama saja, namun ada tiga orang lgi yang disebut Buddah sebagai guru dunia
yaitu: Kakusandha, Konagammana dan Kassapa, ketiga orang ini adalah Budha yang
telah datang sebelum Gautama datang ke muka bumi ini dan setelah Gautama ada
lagi seorang budha yang akan datang yang beranama Maetreya dan begitu
selanjutnya setiap satu masa akan datang satu orang Buddha.[49]
konsep kedewataan di dalam aliran ini dibidang
yang wujud dimulai dari yang tertinggi hingga yang terendah, Adhi Buddha (Tuhan),
Ahyani Buddha (pancaran Tuhan), Dhyani Boddhisatwa, Dewacan, Manuisa Buddha,
Munusia, Binatang, Arta, Asuraka, dalam bidnag tingkatan alam, Mahama Para
Nirwana, Para Nirwana, Arupa Dewacan
Rupa, Dewacan, Ripa, Kamaloka. Sedangkan Adhi Buddha adalah Tuhan Yang Maha Esa
bagi aliran ini.[50]
Dalam aliran ini tujuan hidup bukan hanya
mencapai Arahat tetapi menjadi Boddhisatwa, jika manusia sudah
mencapai titi ini dia bisa saja langusng mecapai Nirwana namun dia masih
mempunyai tanggungan yang sangat besar yaitu mnyelamatkan manusia yang mempnyai
penderitaan dalam hidupnya. Hal ini menjelaskan kemabali bahwa kebahagian yang
menjadi tolak ukur atau tujuan abagai aliran ini tidak hanya dinikamti sendiri
saja, tetapi harus memberi makna dan harapan kembali kepada orang lain.[51]
F.
Kesimpulan.
Dari urain di atas dapat ditarik kesimpulan ternyata untuk mencapai
kedudukan menjadi Budah tidak mudah seperti membalik telapak tangan, semuanya
membutuhkan kinerja dan pengorban, contoh besar dalam proses tersebut adalah
Sang Budha Gautama yang meninggalkan harta kekayaannya, istri, anak, makanan
dan minuman, berkata-kata dan Gautama hanya melakukan semedi bertahaun-tahun
tanpa makan dan minum hingga badan lemah tak berdaya.
Perjalanan yang dilakukan Gautama bertahun-tahun yang terhitung
sejak dia meninggalkan harta kekayaannya dan hanya focus mendalami kebatinan,
membersihkan diri dan meniggalkan dunia, ternyata jalan ini tidak membuahkan
hasil besar bagi Gautama, namun, keberhasilan dia menjadi Budha didapatnya dari
proses menyeimbangkan antara dunia dan akhirat.
Secara umum untuk menjadi Budha adalah menjalankan semua Budhi yang
sudah diajarkan oleh Sang Gautama, jika manusia di Dunia tidak berhasil
menjalankan apa yang sudah diajarkan oleh sang Gautama, maka proses rengkarnasi
akan selalu terjadi di dalam diri manusia. Salah satu garis besar adalah pancasila
yang ada di dalam aturan Budha:
“Yo pānamatipāteti musāvādaԓ ca bhāsati loke
adinnaṁ ādiyati paradāran ca gacchati.(246) Surāmerayapānan᷈ ca yo naro anuyu᷈njati
idhevameso lokasmiṁ mulaṁ khan̟ti attano”
“Apabila di dalam dunia ini seseorang
menghancurkan
kehidupan makhluk hidup, suka berbicara tidak
benar,
mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan
perbuatan
asusila dengan istri orang lain (246) Atau menyerah pada minuman
yang memabukkan, maka itu berarti mencabut akar
kehidupannya sendiri, di dalam kehidupan yang
sekarang di
dunia ini.” (Dammapada: 246-247)
menjalankan
semua ajaran Budha adalah proses menjaid Budha, ajaran yang ditempuh oleh
Gautama, gerak yang dilakukan oleh Gautama, Pribadi yang ada pada Gautama,
perkataan yang ada pada Gautama semua adalah proses menjadi Budha secara Umum.
[1] Kelebihan yang dimiliki oleh manusia adalah akal, manusia diciptakan
dnegan penuh pertimbangan dan percobaan yang mana pada akhirnya terciptakan
manusia. Untuk lebih jelas mengenai permasalahan perbedaan manusia dengan
makhluk ciptaan Tuhan yang lain, mari kita tengok beberapa cuplikan ayat
Al-qur’an yang menyinggung pada kasus ini. Lihat: QS, 3: 164. QS, 4: 165. QS,
7: 52. QS, 7: 179. QS, 13: 37. QS, 17: 15. QS, 17: 70. QS, 25: 41-42. QS, 64:
2-3. QS, 95: 4-6. QS, 98: 6-8. Kesemua ayat inilah manusia di tuding sebagai
makhluk yang mempunyai beban dasar sebagai makhluk yang sempurna yang mampu
memeikirkan baik dan buruk, sekarang dan masa depan, dari ayat-ayat di atas
pulalah manusa di jelsakan bahwa kecerdasan yang manusia miliki itu adalah butuh kinerja yang
maksimal, bukan hanya menunngu hidayah dari Tuhan tapi juga harus berusaha
mencari ilmu. Lihat: M. Brar Harun, sistematika Al-Qur’an dan Penjelasannya,
(Banjarmasin: PT. Garfika Wangi Kalimantan, 2007), hlm. 10-15.
[2] Kata bermanfaat disini adalah tinjaun dari kaca mata manusia sendiri,
darai kaca mata manusia mampu menciptakan hal-hal yang bermanfaat tidak
dibandingkan dengan makhluk Allah yan lainnya, naumn jika ditinjau dari kaca
mata binatang, contoh semut, dia juga mampu menciptakan hal-hal yang bermanfaat
bagi semut-semut yang lainnya, kesimpulannya adalah manusia bermanfaat dalm
lingkungannya, binatang juga bermanfaat pada lingkungannya, manusai mempunyai
akal pada lingkungannya, binatang juga mempunyai akal dalam lingkungannya.
Lebih jelas lihat; Video, Harun Yahya, Youtube; Kajaiban Dunia semut. . Perlu
juga di beritahukan bahwa kelebihan masnuai dan bitang hanya pada rasionalnya,
kemampuan memilih dan menilai inilah yang dilontarkan oleh pengikut freud yang
bernama kaum Neo-Freudian. Lihat: Murtadha Muthhari, Membumikan Kitab Suci,
Manusia dan Agama, (Bandung: Mizan, 2007), h. 35.
[3] Untuk Lebih Jelas silahkan lihat: Agus Haryo Sudarmojo, Benarkah Adam
Manusia Pertama?, (Yoyakarta: PT. Benteng Pustaka, 2013), h. 1-188.
[4] Untuk lebih jelas mengenai hal ini silahkan lihat: Zulfi Mubaraq, Sosiologi
Agama, (Malang: UIN-MALIKI Press, 2010), h. 44-46.
[6] J. Dwi Narwoko, Bagung Suyanto, Sosiologi, Teks Pengantar dan terapan, (Jakarta:
Prenada Gramedia Grub, 2004), h. 116.
[7] Dalam contoh ini dapat di akitkan dnegan teorri Lebeling, atau teori
reaksi masyarakat, pemberian tanda atau gelar atau yang lainnya kepada
seseorang yang melakauakn norma ataupun melanggar norma, artinya adalah ada
orang yang memberikan sikap berupa reaksi, julukan atau gelar, atau pemberian
libel terhadap oarng yang beriteraksi angsung ataupun tidak langsung hanya
sekedar mengetahuinya saja. lihat: J. Dwi Narwoko, Bagung Suyanto, Sosiologi,
Teks Pengantar dan terapan, . . . h. 114-116. Libel yang di maksut adalkah
libel yaang diberikan oran lain yang berlawanan dengan citra diri yang seseungguhnya.
Lihat: Pip Jones, Pengentar Teori-teori Sosial, . . . h. 146-147.
[8] agama memberikan dorongan yang sangat besar bagi bathin mansuia
sendiri, amunisi utanya adalah akhlak
atau moral dalam sebuah agama membuat prilaku dapat terkontril dan ini sebagai
dorongan besar bagi masayarkat bahwa, jika masyarakat taat dalam agama, maka
akan terlahir keharmonisan yang luar biasa, agama mendorong penganutnya untuk
tetap stabil dalam bentuk-bentuknya sendiri sebagai agama yang mampu di
imbangkan dengan diri mansuia sendiri. itulah agama yang berperan aktif akan
ajarannya yang mendorong masnuai untuk tetap padda alur kebaikan, dorongan
inilah yang mengakibatkan manusia kadnag-kadang bersifat ekstrim dan
kadang-kadang bersifat moderat. Lihat: Zulfi Mubarak, Sosiologi Agama, (Malang, UIN Maliki Press, 2010), h. 53.
Lihat juga: Ishomuddin, pengentar
Sosiologi Agama, (Jakarta: PT
Ghalia Indonesia-UMM Press, 2000), h. 59.
[9] yang kedua ini agama berperan di dalam masyarakat sebgai pendorong
besar-besaran akan sitem kinerja penganutnya agar tetap kretaif dan inofatif,
biak pekerjaan-pekerjaan ayang meyangkut akan dunia maka kerjakan dengan
sebenar-benarnya hingga se sukses-suksenyya inilah peeran agama, terlibih-lebih pada kehidupan akhiran, agama
berpeeran penuh untuk mengembagkan hal-hal tersebut untuk kenyamanan
penganutnya sendiri. Lihat: Zulfi
Mubarak, Sosiologi Agama, . . . h. 53.
[10] agama yang berpungsi sebagai pengintregasian manusia baik indvidual
ataupun kelompok sosial semuanya terserasi disetiap aktivitas, yang dimaksut
disini adalah integrasi sebagai manusia yang taqwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, sereta terintegrasi sebagai manusi a yang bersifat sosial terhadap manusia
yang lainnya dan juga kepada lingkungan,
kata lain bahwa agama dapat menjajarkan antara dua pilihan, apakah
manusia harus gagal atau harus berhasil, agama menjawab antara dua pilihan ini
dengan mengetengahkan hal yang berpungsi baik untuk manusia, dunia dan akhirat
(Individual) di sisi lain bahwa agam dapat menyatukan semua kelompok
dalam satu wadah, menjadi sebuah perekat, pengiikat kohesif anatar manusia
sesamanya hal ini tidak lepas dari hasil agama yang mempunyai sifat kasih dan
sayang dan tidak ada kata menyakiti di dalam sebuah agama. Lihat: Zulfi
Mubarak, Sosiologi Agama, . . . h. 54.
[11] agama bersifat mencandukan pengikutnya dengan berbagai aspek ajarannya,
dengan janji pahala yang besar, dan diakhiri dengan surga dan jika jahat di
akhri dengan neraka, bukan hanya perbuatan-perbuatan yang bersifat keagamaan
bahkan perbuatan-perbuatan yang bersifat diluar agama juga diikut campuri oelh
agam dengan janji pahala yang baik, hal ini membuat mansuia terjun dan
merasakan candu di dalam agama, tidak peduli agama itu apa, ketika sebuah agama
mempunyai norma yang baik bagi alur pekerjaan umatnya maka, agama itu akan
menjadi sebuah candu bagi yang melaksanakannya, contoh; di dalam agama apapun
pasti ada mempunyai cara menegur orang lain, islam misalnya dengan mengucap
salam, hal ini berdampak positif selain mendapatkan pahala juga mendapatkan
rasa sosial yang besar antar penganut dan juga di luar penganut. Lihat: Zulfi
Mubarak, Sosiologi Agama, . . . h. 54. Lihat juga: [11] Ishomuddin, Pengantar Sosiologi
Agama, (Jakarta: PT. Ghalia Indonesai,
UMMPress, 2012), h. 56.
[12] ajaran-ajaran yang ada di dalam agama membuat manusia mendapatkan
ketenangan dan kenyamanan saat melakuakan ritus atau kegiatan-kegiatan yang ada
di dalam ajaran agama itu sendiri, hal ini sering dgunakan dalam bangsa atau
Negara, Indonesai contohnya, di Negara Indonesia banyak sekali
kegiatan-kegiatan yang berasal dari atau mengatas namanakan ajaran itu berasal
dari agama, misalkan; ketentuan yang beruapa HAM, Hukum nikah,perayaan
kelahiran Nabi, biak dalam agama Islam ataupun Katolik, Kristen, hari raya yang
diberikan haknya pada semua agama dengan tanda diberikannya tanggal merah pada
kalender, masihbanyak contoh lain yang menjelaskan bahwa agama menjadi suber
refrensi bagi seseorang untuk melaksanakan kegaitannya. Lihat: Zulfi Mubarak, Sosiologi
Agama, . . . h. 54.
[13] Untuk lebih jelas mengenai kelahiran Agama
Budha di India silahkan Lihat:
Taranatha, Sejarah Budhisme di India, (Indonesian Translition,
Kadam Choeling, 2013), h.1-478.
[21] Nyanaponika Thera, Brahmavira, empat
keadaan Batiin-Luhur Terhadap Cinta Kasih, Welas Asih, Turut Berbahagia, dan
keseimbngan bathin, (Yogyakarta: Vidyāsenā
Production
Vihāra
Vidyāloka, 2006), h. 9-10.
Vihāra
Vidyāloka, 2006), h. 1.
[39] Perlu diinforamsikan bahwa yang dimaksut lima aturan moral bagi umat Budha
disini bukanlah mempunyai hukum-hukum seperti di agama lain ada yang wajib,
sunnat, makruh atau yang lainnya, namun yang di maksut dengan aturan Budha
dinisini adalah “melatih diri” hal ini berpungsi untuk manusia akan sadar bahwa
kehidupan yang baik adalah mengerjakan apa yang sudah diajarkan oleh sang
Budha, intinya adalh tidak ada paksaaan semuanya itu hanya butuh kesadaran diri
sendiri, apakah baik atau tidak baik. Lihat:
Ronald Stya Surya, 5 Aturan-Moralitas Budhis, . . . h. 10-11.
[40] Kalimat bertekat disini memberi maksut adalah keberangkatan awal dan dan
fokus pada diri sendiri, jadi untuk menempuhb jalan ini harus dimulai pada diri
sendiri tidak pada diri orang lain, dan disini akan berlaku hukum kausalitas
“apa yang kita tanam maka itu pulalah yang akan kita petik”, kalimat tekat
disini merupakan afirmatif, dan juga dapat di alih bahasakan menajdi motivasi
atau dorongan besar bagi manusia yang inigin melakuaknnya agar benar-benar
terlaksana. Lebiiih jelas, lihat: Ronald Stya Surya, 5 Aturan-Moralitas
Budhis, . . . h. 10.
[41] Wawancara dengan Bhante Thana Dhammo, pada rabu 5 Februari 2014.
[42] Sang Budhabersabda mengenai hukum
karma, sejarah mencatat bahwa ada
pertemuan di Lin-Shan yang dihairi oleh 1250 muridnya, Ananda adalah murid sang
kepala dari sang Budha betanya: “pada masa kegelapan saat banyak orang
berbangga dengan ketidak adilan, tidak menghormati ajaran sang Budha, tidak
berbakti kepada orang tua, tidak
bermoral, hiidup dalam penderitaan dan kemesuaman, diantara mereka ada yang
menjadi tulli yang lain ada yang menjadi bisu, ada yang ideo ataupun kekuranagn
yang lainnya, dan kebanyakan orang terbiasa melakukan pembunuhan, apa yang
menjadi hukum dasar bagi kekaburan ini,
hal-hal apa yang mengakkibatkan realitas ini, dan appula konsekuensi
yang harus dihadapi sebagai akibat dari sebuah perbuatan. Mohon pentunjuk dari
sang Budha?. Budha Sakyamuni kemudian menagatakan keapda Ananda dan kepda
semua muridnya agar dipperhatikan dengan seksama: “takdir adalah karma
sebagaikumpulan perbuatan di masa lalu, karma masa lalu menjadi takdir di
kehidupan sekarang, karma saat ini
adalah pembentuk kehidupan selanjutnya, hayatilah hukum karma karena karma tidak dapat dihindari, dan
kata-kataku adalahberdasarkan kebenaran” salah satu contoh yang diberikan
oleh sang Budha adalah: ketika manusia melakuakan pemotongan terhadap hewan
pada masa lalu, maka di akan mempunyai umur yang pendek di masa sekarang,
ketiak dia membunuh brung di masa lalu maka dia akan kehilangan orang tuanya di
masa sekarang, sengaja merajuni ikan-ikan disungai di masa lalu maka dia akan
mati keracunan di masa sekarang. Lihat: The Cause And Effect Sutra, h.36-37, 46-47, 80-81.
This post have 0 komentar
:) :( hihi :-) :D =D :-d ;( ;-( @-) :P :o -_- (o) :p :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ $-) (y) (f) x-) (k) (h) cheer lol rock angry @@ :ng pin poop :* :v 100