Sigmund Freud: Antara Tantangan dan Eksistensi

author photo June 09, 2013


Sigmund Freud: Antara Tantangan dan Eksistensi
Takdir Ali Syahbana٭
Abstrak
Pemikiran yang bebas (Pluralisme) sering membuat manusia tersalah dan terkeluar dalam garis naluriah (Fitrah) manusia sendiri, manusia membutuhkan tongkat yang harus dipegang baik dalam ruang keyakinan ataupun perbuatan, pemikiran yang bebas dan berdasarkan sebuah argumen rasio juga sering membuat manusia berbuat bebas (radikal). Salah satu akibat yang diberangkatkan dari dasar tersebut adalah munculnya sosok argumen ilmiah yang pada devinisi akhirnya menentang dengan sosok yang harus di tongkati oleh manusia dalam ruang Agama, sosok manusia yang sangat menentang dengan agama adalah Freud dengan argumen psikoanalisaNya yang ditujukan pada agama, disamping pihak segelintir luar dari Freud juga membela agama dengan berbagai macam sebutan eksistensinya masing-masing.
Kata Kunci: Agama, Freud, Psikoanalisa, Eksistensi.
A.     Pendahuluan
Manusia pada umumnya adalah makhluk yang mempunyai kelebihan dibandingkan makhluk ciptaan Allah lainnya,[1] oleh karena inilah manusia mampu menciptakan sesuatu hal yang bermanfaat[2], baik itu pemikiran atau sebuh  karya yang mampu memikat minat seseorang, sejak seseeorang sudah mengenal dengan agama yang diberangkatkan dari al-Kisah Nabi Adam[3] apa sebenarnya agamanya apakah islam atau Hanif, kemudian muncul lagi teori-teori dari E.B. Tylor,[4] selain itu permasalahan yang menyangkut hal-hal dengan agama dapat dicermati dari fenomena yang berbentuk empiris dan ada juga tidak empiris,[5] salah satu fenomena dari hal-hal yang menyangkut dengan keagamaan pada abad ke-19an salah satu sosok yaitu Freud dengan analisisnya yang menggunakan psikoanalisa[6] dalm hal ini sangat banyak argumen-argumen yang dilontarkan oleh Freud untuk membantah permasalahan-permasalahan yang menyangkut dengan agama, sikap freud yang sangat membantah dnegan adanya agama sangat banyak kalangan cendikiawan yang menentangnya khususnya dari kalangan agamawan.[7] Namun perlu juga diinformasikan bahwa Freud adalah sosok yang hidup ditengah-tengah agamawan ayah sebagai pakar dari agama Yahudi dan pengampu yang hidup ditengah-tengah kalangan Kristen Katolik, secara tidak langsung Freud sangat banyak paham dengan doktrin-doktrin agama, hingga apada akhirnya dia  sangat mahir dan ahli dan psikologi[8].
Pada sisi lain juga dikatakan bahwa perbedaan yang muncul antara agama dan psikologi tertumpu pada berbedanya sudut pandang,[9] salah satu contoh bahwa kehadiran agama dipandang dari sudud psikologi hanyalah mengekang niali-nilai instingtif bagi manusia dan juga untuk menjinakan fitrah manusia terhadap sexsual.[10] hal ini berbeda dengan pandangan ahli neurologi yang mengartakan bahwa agama adalah sumber kecerdasan bagi manusia.[11] Lantas hal demikianlahh yang membuat kita penasaran, siapa sebenarnya Sigmud Freud, dan bagaimna landasan teorinya tentang agama, dan bagaimana sebenarnya eksistensi agama?
B.     Biografi Sigmud Freud
Sigmud Freud dilahirkan di Freibreg, Moravia sekarang disebut dengan republik ceko pada 6 Mei 1856, kemudian dia dibawa orang tuanya untuk pindah ke Wina, di sinilah Freud mengasah kemampuannya untuk berkarya, ketika Freud masih muda dia disekolahkan dijurusan kedokteran dengan fokus pada spesialis saraf, namun perlu diketahui pada masa Freud menjadi dokter saraf alat-alat yang digunakannya belumlah canggih namun hanya menggunakan pengethaun yang mendalam pada mulanya Freud mampu menangani salah satu persalahan pada wanita yaitu histeria,[12] Freud menganjurkan bahwa wanita yang mengalami penyakit seperti ini harus mengeluarkan pad saja yag ada di dalam hatinya.[13] Freud menjelaskan hal demikian dengan nama Katarsius, dia berusaha menghubungkan sebuah motivasi ketingkat alam bawah sadar hingga mansuia tersebut mampu untuk menialai dan memilih, kemudia terlahirlah sebuah teori Psikoanalisis untuk mengembangkn faktor-faktor yang tidak disadari menjadi disadari.[14]
Freud mengembangkan teorinya tersebut tidak sendirian dibantu oleh Jean m. Charcot dia adalah guru dari Freud, kemudian terlahir kembali sebuah ilmu yang namnya hipnosis pembayangan bebas, selama 50 tahun antara temuan pertamanya hingga tercipta sebuah teori yang benar dia membutuhkan waktu 50 tahun hingga terciptalah sebuah teori Psokoanalisa[15]. Setelah teorinya berhasil di pepolerkan maka tidak lama kemudian freud meninggal dunia di London, Inggris, Britaniya Raya, pada 23 September1939 pada umur 83 tahun[16]. Perlu juga diketahui bahwa Freud dari kecil sudah mendapatkan didikan agama dari orang tuanya, ajaran agama Yahudi disampaikan oleh ayahnya, kemudian ketiaka dia diasuhkan kepada seorang wanita, maka dia diberi pemahaman kembali mengenai agama Katolik dengan pergi kegereja, selain itu Freud salalu mengulang-ulang khutbah dari si-pastur ketika dia sampai kerumah, inforamasi ini diperoleh dari temannya yang bernama Wilhelm Fliess melalui beberapa surat.[17]
C.     Pandangan Freud Terhadap Agama
Perlu diinformasikan kembali bahwa Freud pada masa kecilnya adalah sosok yang hidup berkecimpung dnegan orang-orang yang kuat beragama, Ayah dari Yahudi dan pengasuhnya dari Katolik jadi, ketahuan Freud pada agama sangatlah dalam. Namun ketika Freud sudah mulai menemukan temuannya yang berawal dari kedokteran hingga mampu melahirkan sebuah teori konon katanya untuk keabsahan teori tersebut membutuhkan waktu 50 tahun.
Freud adalah sosok manusia yang tidak suka berpikir sufistik dia lebih suka bahkan kreteria pemikiran bersifat humanitarian (Mementingkan nilai-nilai kemanusiaan).[18]Teori yang dilontarkan oleh Freud adalah Psikoanalisa[19] (Menganalisa gerak-gerik individu) hal inilah yang disudud pandangkan oleh Freud pada sebuah agama dengan tinjaun psikoanalisa budaya,[20] kemudiani dia kembangkan bagaimana meninjau psikolgi secara sosial namun pada akhirnya dia kembangkan kembali menjadi Psikoanalisa sosial dan analisa, pada sisi inilah muncul teori Freud yang menentang dengan agama.[21] Untuk memahami bagaimana dasar-dasar keberangkatan Freud kenapa dia menentang dengan sebuah agama, berikut akan dijelasakan mengenai permasalahan tersebut.
1.      Primitif
Freud mengatakan bahwa sangat aneh mansuia di zaman sekarang yang maih saja mempercayai dan mayakini tentang ajaran-ajaran peradaban di massa silam yaitu etik dan yang dikategorikan sebagai impiratif, orang sekarang masih saja mempunyai sifat ketaklukan pada seseorang, harus tunduk, patuh bagaikan prajurit yang takut dengan komandan di tambah lagi rasa impiratif ini tertuju pada immaterial.[22]
2.      Rasa ketakutan (Tabu)
Pendapat ini berketerkaitan dengan yang pertama bahwa manusia di masa sekarang sangat mempunyai rasa ketakutan dengan dosa, hal ini terdapat dalam mitos Yunani yang menceritakan bahwa ada sosok manusia yang sangat mencintai Ibunya kemudian dia membunuh ayahnya, setelah itu dia merasa bersalah dengan ayahnya tersebut.[23] Setelah itu kemudian dalam hati mereka muncullah rasa ketakutan dan rasa penyesalan, dari rasa inilah maka mansuia muncul insting atau Libido untuk melakukan sesuatu hal perkara agar kegelisahan dan ketakutan yag ada pada hati mereka hilang dnegan melakukan ritual-ritual tertentu.[24] Freud juga mengatakan bwha agama itu berasal dari rasa ketakutan tersebut.[25]
Dua dasar inilah yang membuat Freud tertarik untuk meneliti perkembangan kepribaadian manusia dan juga Tuhan, manusia dan Tuhanlah yang akan menjadi kcamata Freud untuk memecahkan permasalahan yang ada dalam pemikirannya, tidak mudah  Freud melahirkan sebuah teori yang  pada akhirnya dia menentang dengan agama. Ada beberapa dasar pijakan freud dalam masa kebimbangannya dengan agama. Mari kita coba jelaskan bagaimana pandangan-pandangan Freud terhadap agama;[26]
a.       Agama sebagai gangguan pikiran
b.      Agama sebagai pemenuhan di masa kanak-kanak
c.       Agama adalah khayalan atau ilusi
Dari tiga gelombang pemikiran Freud mengenai agama ini berikut adalah informasi yang lebih jauh.
Pertama, Pada dasarnya Freud menganggap agama itu mempunyai tiga sumber di dalamnya, Tuntunan, Perintah, Penghiburan,  dari tiga unsur inilah Freud mencoba membantah agama dengan mengeluarkan argumen bahwa agam tidak dapat mengabulakn dari tiga kreteria tersebut, agama hanyalah sebuah usaha yang diorganisirkan oleh manusisa yang mereka anggap agama mampu mengurangi permasalahan-permasalahan  yang dia hadapi tanpa mengurangi nilai dari kebebasan manusia sendiri, sangat gila kata Freud agama menyimpangkan dunia nyata dan mengintiminasi intelegensi.[27]
Manusia yang meyakini agama sebenarnya tujuannya mereka tidak sadar akan kekuatan dirinya sendiri, kehilangan kesadaran akan dirinya ini. Mereka berharap kepada sesuatu hal uyang diluar dari dirinya sedangkan mereka tidak percaya kepada yang nyata yaitu dirinya, bukankah ini termasuk orang yang kurang akal, manusia yang beragama hanya mencari tempat hiburan belaka, namun sayangnya tempat hiuburang yang mereka yakini tidak jelas.[28] Dalam keadaan inilah manusia dnegan agamanya mencoba untuk menaglihkan pemikiran jauh ke pikiran lain hingga manusia diperkirakan bahagia namun tidak, pada perkara ini maka manusia dapat dikatakan sebagai penderita Neurosis.[29]
Kedua, seoarang manusia pasti mempunyai orang tua, dimana orang tuaa tersebut sangat sayang dan cinta terhadap anaknya sendiri karena ini adalah sisi fitrah bagi manusia sendiri. Kedua orang tua akan mengabulakan apa yang diminta oleh sang anaknya. Berangkat dari contoh inilah Freud mengatakan bahwa mansuai saat ini adalah manusia yang libido alkhais karena mempunyai bapak yangtidak terlalu kasih dnegan anaknya maka mereka membayangkan bapa yang lain untuk dijadikan bapa yang benar-benar sayang kepadanya hingga memberikan apa yang dia pinta, inilah konsep yang ada pada agama yang memindahkan kekuasaan bapak kepada sosk yang disebut tuhan, pada tuhan dia meminta, yang dulunya kepada ayah sekarang kepada Tuhan.[30]
Freud juga menginforamsikan bahwa ada tiga tahapan Manusia berlevolusi yang dimulai dari animesme, agama dan yang terakhir adalah ilmu namun ketiganya ini masih saja berteterkaitan dengan ketergantungan kepada orang tua yang dilampiaskan kepada Tuhan sosok yang akan membantu kapanpun manusia meminta bukan percaya terhadap kekuatan yang ada pada dirinya sendiri.[31] Ada hal yang juga sanagt menarik untuk diinformasikan bahwa Freud juga menagatakan bahwa manusia berusaha menghubungkan hal yang nyata dengan hal yang tidak nyata, doktrin agama adalah menghubungkan mansuia dnegan tuhannya secara tidak langsung, pandgan Freud pada hal ini adalah manusia yang berpikiran seperti ini adalah sebuah penyakit psikis.[32]
Ketiga, agama sebagai sebuah ilusi, pada mulanya Freud memfokuskan diri pada dogma dan doktrin agama kreisten, karena wajar saja dia hidup dikelilingi oleh kalangan kresten, manusia saat ini tidak jauh bedanya dengan orang-orang primitif dimasa lalu yang mengatakan bahwa alam itu seperti manusia, alam itu hidup dan mampu memberikan sesuatu hal yang bermanfaat bagi manusia, oleh sebab itulah ketika ada suatu hal yang terjadi pada alam, maka mereka tidak mau menyalahkn bahwa itu akibat dari manusia sendiri, meraka mengatakan bahwa semua itu adalah dari alam, oleh karena itulah mereka melakukan sebuah ritual atau yang lain sebgainya untuk menjinakkan alam tersebut.[33] Hasil cermatan ini dinamakan dia dengan Pemakain Psikologi Alam, biarkan alam membarika keadilan pada mereka.[34] Dengan ini pula manusia tidak merasa zalim atas tindakan yang dia lakukan baik terhadap manusia yang lain atau ke alam, kemudian Freud mengatakan bahwa inilah kebodohan manusia seharusnya manusia sadar bahwa semua itu adalah kesalahan manusia sendiri bukan kesalahan alam.[35]
Berangkat dari pemikirannya di atas maka dnegan lantang Freud mengatakan bahwa apa-apa yangdiajarkan oleh agama walaupun sudah salah namun ajaran-ajaran tersebut masih saja ada dalam pemikiran manusia, tegas Freud agama itu adalah sebuah doktrin-doktrin yang ada dalam agama bukan hasil dari Tuhan, bukan pula hasil dari pemikiran manusia bukan pula hasil dari pengalaman manusia, tapi agama dan doktrinnya hanyalah ilusi belaka.[36]
Tembakan Freud terhadap agama dnegan mengatakan bahawa agama adalah sebuah ilusi dapat diperjelas kembali bahwa manusia pada naluriahnya mempunyai keinginan, dan kemauan namun mereka salah jika mengantungkan dirinya kepada sesuatu yang tidak jelas dan tidak dapat dibuktikan, manusia yang beragama mempunyai sebuah kepercayaan yang berlandaskan sebuah keinginan ada seseorang yang membantu keinginan tersebut (Tuhan)[37] manusia selalu berhayal (berilusi) dengan hal tersebut hingga mereka merasa tenang tanpa percaya kekuatan yang ada pada dirinya sendiri.[38]
Freud juga mengatakan bahwa agama pada dasarnya adalah pemutus harapan manusia hingga manusia menjadi malas dan tidak bergairah dalam semangat hidup karena semuanya sudah dihayalkan dalam kebahagiaan dalam agama, di katakan dalam salah satu doktrin agama, bahw agama akan menolong umatnya, agama mempunyai sorga, pandnagan Freud terhada ini merupakan sika yang tidak ada hasilnay sedikitpun mansuia hanya berhayal akan bahagia di masa depan namun tidak memikirkan kemampuan dirinya sendiri untuk bahagia.[39] Mansia terjebak dalam dunia hayalan ingin bahagia namun mereka lari dari pahitnya kenyaan, mansia yang mempunyai akal naluriah untuk berhayal dan pada akhirnya tidak bisa kemabli lagi kedunia nyata hingga pada akhirnya dia tetap berada dalam dunia hayalan tanpa menoleh kebelakang bahwa dunia nyata harsu dihadapi dengan kenyaan bukan sebuah hayalan[40]
D.     Eksintensi agama
Freud telah mengimpformasikan pemikirannya tentang agama, abaik dia mengatakan bahwa agama hanya ilusi, hanya untuk orang-orang sakit jiwa dan hanya pelampiasan pengganti anak-anak terhadap orang tuanya sendiri, freud juga telah memebriak sebuah pengalaman berharga pada kita mengenai hal ini, kemudian penulis akan menjelaskan bagaimans sebenarnya agama itu dimata manusia sekarang yang berada dikawan luar dari pandangan Freud dan kawan-kawannya.
Tinjaun historis yang tercatat bahwa asal muasal agama berangkat dari sebuah kesadaran tentang adanya Roh dan Jiwa yang berada diluar dari yang sadar yang melebihi kekuatan dibandingkan dengan dirinya sendiri, selain itu paham dengan adanya mimpi dan kematian, dan pada akhirnya mereka juga sadar bahwa roh akan terpisah dari tubuh yang kasar ini.[41]
Informasi lain bahwa ketiak manuia terkena suatu permasalahan yang mereka tidak sanggup memikirkan hal tersebut, maka mereka rumuskan dengan kekuatan gaib, pemikiran mereka tidak sanggup untuk memikirkan hal tersebut maka mereka mencoba untuk menyelesaikan hal tersebut dengan jalan alternatif lain agar permasalahan tersebut terpecahkan, hingga mereka sadar bahwa ada kekuatan yang lebih dibandingkan dengan akalnya.[42]
Informasi lain juga ketika manusia terkena krisis dalam kehidupannya, ketika manusia tersebut dilanda krisi dalam hidupnya baik dalam materi, inteletual, musibah atau hal yang lainnya, maka manusia secara tidak sengaja tidak sanggup menghadapi hal tesrebut maka mereka meyakini bahw aada objek yang lain dibandingkan dnegan dirinya.[43]
Informasi yang sangat menarik juga bahwa manusia ketiak mulai meyakini ada hal lain dalam kehidupannya saat mansia mendpaatkan hal yang tidak disangka-sangak dalam kehidupannya, saat sakit tiba-tiba sembuh, saat kelaperan maka tiba-tiba kenyang, maka dengan hal inilah manusia mulai sadar dengan adanya hal yang lain yang lebih sempurna dibandangkan dengan dirinya.[44]
Lantas! Bagaimana eksistensi agama, agama berperan dalam masyarakat mempunyai berbagai macam eksistensi, jika Freud memandang agama dalam tinjaun Psikologi maka eksistensi agama akan ditinjau dari pandangan sosiologi, Pertama¸ agama bereksistensikan sebagai Motivator, agama membarikan sub objektif dalam kehidupan manusia yang berperan untuk memberikan semangat dengan dogma dan doktrinnya dan membarikan sebuah dorongan kebaikan dan ketaatan dengan sistem moralnya.[45] Kedua, Agama berperan sebagai Creator dan Inovator yang berpungsi untuk mendorong agar pemeluknya bekerja sekreatif mungkin dengan dedikasi yang relefan untuk dunia dan akhirat selain itu agama juga berpungsi dengan eksistensinya untuk melakukan perobahan-perobahan yang mendukung kebahagiaan dunia dan akhirat.[46] Ketiga, agama bereksistensikan sebagai integrator, eksistensi agama berperan dalam masyarakat sebagai penyelaras antar satu perbuatan dengan perbuatan yang lainnya hingga sesuai dengan anjuran-anjuran yang terbaik untuk manusia sendiri.[47] Keempat, eksistensi agama sebagai sublimator, semua perbuatan manusia harus bersesuain dengan dokrrin agama tersebut hingga menimbulkan perbuatan-perbuatan yang sangat baik, ikhlas dan semua adalah konsep ibdah terhadap Tuhan.[48] Kelima, eksistensi agama sebagai sumber inspirasi.[49]
Info lain sebagi eksistensi agama, agama berpungsi sebagai kesadaran bahwa ada sesuatu yang lain dibandingkan dengan dirinya,[50] agama juga berpungsi sebagai hubungan trasedental melalaui pemujaan atau ibadah.[51] Eksistensi agama juga berperan sebagi pensuci atau pemurini akhlak atau perbuatan manusia, juga sebagai identitas (Totem).[52] Eksistensi agam juga dikatakan sebgai edukatif, penyelamat, pemberi peraturan yang terbaik, dan pemersatuan.[53]
E.      Kesimpulan
Urain di atas dapat ditarik kesimpulan ternyata Freud adalah seorang yang pada masa kecilnya kuat dengan agama kemudian dia menjadi ateis karena akibat pemikirannya sendiri, dia membombandir agama dengan mengatakan bahwa orang yang memeluk agama itu sama halnya dengan orang yang terkena gangguan saraf, orang beragama pada dasarnya adalah sama halnya dengan manusia yang suka berhayal, orang yang beragama sama halnya dengan kanak-kanak yang rindu dengan orang tuanya, dia melampiyaskan kekecawaan orang tua kemudian digantikan konsepnya kedalam sebuah agama. Namun tantangan Freud terhadap agama ini bertentangan dengan eksistensi agama yang menekankan bahwa agama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia karena dengan agamalah manusa bisa berangkat dari titik tolak yang tidak pernah bertentangan dengan hati nurani manusia sendiri.






                ٭makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas  pada mata pelajaran mitodologi penelitian
[1] Kelebihan yang dimiliki oleh manusia adalah akal, manusia diciptakan dnegan penuh pertimbangan dan percobaan yang mana pada akhirnya terciptakan manusia. Untuk lebih jelas mengenai permasalahan perbedaan manusia dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain, mari kita tengok beberapa cuplikan ayat Al-qur’an yang menyinggung pada kasus ini. Lihat: QS, 3: 164. QS, 4: 165. QS, 7: 52. QS, 7: 179. QS, 13: 37. QS, 17: 15. QS, 17: 70. QS, 25: 41-42. QS, 64: 2-3. QS, 95: 4-6. QS, 98: 6-8. Kesemua ayat inilah manusia di tuding sebagai makhluk yang mempunyai beban dasar sebagai makhluk yang sempurna yang mampu memeikirkan baik dan buruk, sekarang dan masa depan, dari ayat-ayat di atas pulalah manusa di jelsakan bahwa kecerdasan yang manusia  miliki itu adalah butuh kinerja yang maksimal, bukan hanya menunngu hidayah dari Tuhan tapi juga harus berusaha mencari ilmu. Lihat: M. Brar Harun, sistematika Al-Qur’an dan Penjelasannya, (Banjarmasin: PT. Garfika Wangi Kalimantan, 2007), hlm. 10-15.
[2] Kata bermanfaat disini adalah tinjaun dari kaca mata manusia sendiri, darai kaca mata manusia mampu menciptakan hal-hal yang bermanfaat tidak dibandingkan dengan makhluk Allah yan lainnya, naumn jika ditinjau dari kaca mata binatang, contoh semut, dia juga mampu menciptakan hal-hal yang bermanfaat bagi semut-semut yang lainnya, kesimpulannya adalah manusia bermanfaat dalm lingkungannya, binatang juga bermanfaat pada lingkungannya, manusai mempunyai akal pada lingkungannya, binatang juga mempunyai akal dalam lingkungannya. Lebih jelas lihat; Video, Harun Yahya, Youtube; Kajaiban Dunia semut. . Perlu juga di beritahukan bahwa kelebihan masnuai dan bitang hanya pada rasionalnya, kemampuan memilih dan menilai inilah yang dilontarkan oleh pengikut freud yang bernama kaum Neo-Freudian. Lihat: Murtadha Muthhari, Membumikan Kitab Suci, Manusia dan Agama, (Bandung: Mizan, 2007), h. 35.
[3] Untuk Lebih Jelas silahkan lihat: Agus Haryo Sudarmojo, Benarkah Adam Manusia Pertama?, (Yoyakarta: PT. Benteng Pustaka, 2013), h. 1-188.
[4] Untuk lebih jelas mengenai hal ini silahkan lihat: Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, (Malang: UIN-MALIKI Press, 2010), h. 44-46.
[5] Jalahuddin, Psikologi Agama, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 1997), h. 3.
[6] Jorchim Scharfen Berg, Sigmund Freud, Pemikiran dan Kritik Agama,(Ttp: Ak Group, tth), h. 209.
[7] Jorchim Scharfen Berg, Sigmund Freud, . . . h. 211.
[8] Jorchim Scharfen Berg, Sigmund Freud, . . . h. 214-215.
[9] Jalahuddin, Psikologi Agama,  . . . h. 3.
[10] Jorchim Scharfen Berg, Sigmund Freud, . . . h. 218-218.
[11] Salah satu contoh yang mengatakan demikian adalah; Ary ginanjar Agustian, diua adalah sosok yang mengeluarkan teori bahwa kecerdasan ESQ adalah hal yang paling penting dalam kehidupan dan ESQ terdapat dalam sebuah agama (Islam); Lebih jelas lihat: Ary ginanjar Agustian , ESQ, Emotional Spiritual Quontient, (Jakarta: Arga Publishing, 2001), h. XV. untuk lebih jelsa dan teliti pada permasalah otak silahkan juga lihat kepribadiannya Ipho Santoso,  Ipho Santoso adalah seorang pakar otak kanan beliyau lahir pada 30 Desember 1977 di Pekanbaru, beliyau adalah seoarang pembicara dari Indonesia yang di adalakn di Singapura dan beliyau juga mendpatkan MURI Award dengan karyanya 13 Wasiat Terlarang, beliyau juga sukses di beberapa bidang usaha (Enterpreneur). Beliyau menulis 5 buku yang sangat bermafaat bagi pembacanya, di antaranya adalah; 10 jurus terlarang, 13 wasiat terlarang, marketing is bullsshit, percepatan rizki dalam 40 hari dengan otak kanan, 7 keajaiban rezki; rizki bertambah, nasib berubah dalam 99 hari denganotak kanan. Lihat; Ippho Santoso, 13 Wasiat Terlarang!, Dahsyatnya Otak Kanan, (jakarta: PT. Elex Media Kompatindo, 2012), cet-ke- 20. h. 246-248.
[12] histéria/ n Psi gangguan pd gerak-gerik jiwa dan rasa dng gejala luapan emosi yg sering tidak terkendali spt tiba-tiba berteriak-teriak, menangis, tertawa, mati rasa, lumpuh, dan berjalan dl keadaan sedang tidur; Lihat: KBBi Ofline V1.3. 2010-2011.
[13] Robet W. Crapps, Dialog Psikologi dan Agama, Sejak William James hingga Gordon W. Allport, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), h. 59.
[14] Robet W. Crapps, Dialog Psikologi dan Agama, . . . h. 59.
[15] Robet W. Crapps, Dialog Psikologi dan Agama, . . . h. 59-60.
[16] Lihat fotnote ke 11: Dedi Supriadi, Mustafa Hasan, Filsafat Agama, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), h. 143.
[17] Jorchim Scharfen Berg, Sigmund Freud, . . . h. 214-215.
[18] David Trueblood, Filsafat Agama, Ter. H.M. Rasjidi, (Jakarta: Bulan Bintang, 2001), h. 104.
[19] Hal ini di akui sendiri oleh Freud dia mengatakan bwha saya adalah pencipta dari psikoanalisa, psikoanalisa di tegaskannya kemablai bahw ailmu ini bukan sebuah doktern tapi alat bantu untuk penyelidikan. Lihat: David Trueblood, Filsafat Agama, . . . h. 106-107.
[20] Jorchim Scharfen Berg, Sigmund Freud, . . . h. 210.
[21] Jorchim Scharfen Berg, Sigmund Freud, . . . h. 211.
[22] Jorchim Scharfen Berg, Sigmund Freud, . . . h. 221.
[23] Jalahuddin, Psikologi Agama, . . . h. 55.
[24] Jalahuddin, Psikologi Agama, . . . h. 56.
[25] Nico Syukur Dister, psikologi Agama, (Yogyakarta: kanisius, 1992), h. 62-63.
[26] Robet W. Crapps, Dialog Psikologi dan Agama, . . . h. 66.
[27] Pada dasarnya fenomena ini berasal dari realita sekelilingnya sendiri yang kerika dia masuk gereja dengan kayakinan katollik, ketika di dalam gereja tidak ada satu orangpun yang boleh bertanya kep[ada pastur, dari inilah Freud mengeluarkan argumennya bahwa agama tdiak adapt mewujutkan apa yang berada di dalam aturan agama, snagat gila agama jika merobah nilai nayata ke niali yang immaterial. Lihat: Jorchim Scharfen Berg, Sigmund Freud, . . . h. 242- 243.
[28] Jorchim Scharfen Berg, Sigmund Freud, . . . h. 243. Maksut dari perkataan Freud ini adalah, agama dan hayalan untuk bahagia di dalam agam apada dasarya adalah penyakit saraf, orang-orang yang meyakini dengan agama dan bberhayal kepada yang tidak nyata adalah satu tindakan saraf yang dipaksakan, mereka memaksa diri meraka untuk memerlukan sesuatu yang lain diluar kemampuan dirinya untuk mencari kebahagiaan. Inilah kata Freud sebagai Neurosis Kompulsif. Lihat: Jorchim Scharfen Berg, Sigmund Freud, . . . h. 244.
[29] Nico Syukur Dister Ofm, Pengalaman dan Motivasi Berguna, (Yogyakarta: Kanisius, 1982), h. 200.
[30] Nico Syukur Dister Ofm, Pengalaman dan Motivasi Berguna, h. 116.
[31] Brian Moris, Antropologi Agama, Kritik Teori-Teori Agama Kontemporer, (Yogyakarta: AK. Groub, 2007), h. 194-195.
[32] Robet W. Crapps, Dialog Psikologi dan Agama, . . . h. 67-68.
[33] David Trueblood, Filsafat Agama, . . . h. 107.
[34] David Trueblood, Filsafat Agama, . . . h. 107.
[35] David Trueblood, Filsafat Agama, . . . h. 107.
[36] David Trueblood, Filsafat Agama, . . . h. 108.
[37] Pemahan Tuhan dipandang dari kacamata Filsafat ketuhanan adalah; Tuhan adalah sosok yang Immaterial namun dapat dibuktikan dengan kaidah-kaidah logika. Lihat: H. Hamzah Ya’kub, Filsafat Ketuhanan, (Bandung: Pt. Al-Ma’rif, 1982), h.20-21. Perlu diinforamsikan juga  Louis leahy membuat satu pertanyaan yang sanagt menarik? Seharusnya hanya ada satu ilmu yang membahas mengenai Tuhan, bukan banyak, cukup satu ilmu namun mencakup berbagai bukti dan dalil secara benbar dengan adanya Tuhan: lihat: Louis Leahy S. Filsafat Ketuhanan Kontemporer, (Yoogyakarta: Kanisius, 1993), 23-24.
[38] David Trueblood, Filsafat Agama, . . . h. 108.  Hal ini ditentang oleh Fislafat agama, pandangan filsafat mengenai sebuh agama bahwa agama bukan ilusi tapi apa-apa yaga ada dalaam agama dpat dibuktikan secara rasional, terutama tentang wujud Tuhan, hidup sesudah mati, kiamat, hal ini dapat dibuktikan secara rasio dan ilmiah, jadi tidak benar jika agama hanyalah sbeuah ilusi dari kepercayaan dan kebergantungan manusia sendiri. Lihat: Harun Nasution, Falsafah Agama, (Jakarta: PT, Bulan Bintang, 1991), h. 12-13.  hal ini pada permasalah Tuhan juga dapat dibuktikan dari tinjaun emperisme (pengalaman) salah satu contok besar adalah filsafat ‘irfani, untuk lebih jelas silahkan lihat: Abu al-Husain Ah{mad ibn Faris ibn Zakariya, Maqayis al-Lugah, Juz. I (Bairut: Ittihad al-Kitab al-‘Arabi, 1423 H./2002 M.), h. 229. Noorsyam, filsafat Pendidikan dasar dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, (Usaha Nasional, Surabaya : 1984), h. 34Muhammad ‘Abd Rauf al-Manawi, al-Tauqif ‘ala Muhimmat al-Ta’arif, (Bairut: Dar al-Fikr al-Mu’asir, 1410 H.), h. 511.
[39]  Nico Syukur Dister Ofm, Pengalaman dan Motivasi Berguna,. . . h. 199-200.
[40] Jorchim Scharfen Berg, Sigmund Freud, . . . h.262-263.
[41] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, . . . h. 44.
[42] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, . . . h. 46.
[43] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, . . . h. 46-47.
[44] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, . . . h. 47.
[45] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, . . . h. 53.
[46] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, . . . h. 53.
[47] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, . . . h. 53-54.
[48] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, . . . h. 54.
[49] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, . . . h. 54-55.
[50] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, . . . h. 56.
[51] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, . . . h. 56.
[52] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, . . . h. 57.
[53] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, . . . h. 59. Lihat: Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), h. 38-57.  Penulis tidak mencantumkan eksistensi Tuhan, untuk lebih jauh mengenai eksitensi tuhan silahkan saja lihat beberapa buku  ini: Agus Sunyoto, Suluk Malang Sungsang, Konflik dan Penyimpangan Ajaran Syakh Siti Jenar, (Yogyakarta: Lkis Pustaka Sastra, 2005), 6 jilid. Dan: Abdurrahman As-Sanjari, Dimana dan bagaimana Eksistensi Allah swt.,(Yogyakarta: Darussalam Offset, 2005),13-104. Dan: Chkairul Anam Al-Kadiri, 8 langkah Mencapai ma’rifatullah, (Jakarta: Amzah, 2010), h.10-253. Dan: Jamal Ma’mur Asmani, Ya Allah, Tahu-tahu Kini Saya Sudah Tua! Persiapkanlah Hiasan-Hiasan Rumah Akhiratmu Sebelum Tanda Kematian berkunjung ke Beranda Rumahmu, Jogyakarta: Diva Press, 2008) . 10-100.

Next article Next Post
Previous article Previous Post