Sigmund Freud: Antara Tantangan dan Eksistensi
Takdir Ali Syahbana٭
Abstrak
Pemikiran yang bebas (Pluralisme) sering
membuat manusia tersalah dan terkeluar dalam garis naluriah (Fitrah) manusia
sendiri, manusia membutuhkan tongkat yang harus dipegang baik dalam ruang
keyakinan ataupun perbuatan, pemikiran yang bebas dan berdasarkan sebuah
argumen rasio juga sering membuat manusia berbuat bebas (radikal). Salah satu
akibat yang diberangkatkan dari dasar tersebut adalah munculnya sosok argumen
ilmiah yang pada devinisi akhirnya menentang dengan sosok yang harus di
tongkati oleh manusia dalam ruang Agama, sosok manusia yang sangat
menentang dengan agama adalah Freud dengan argumen psikoanalisaNya
yang ditujukan pada agama, disamping pihak segelintir luar dari Freud juga
membela agama dengan berbagai macam sebutan eksistensinya masing-masing.
Kata Kunci: Agama, Freud, Psikoanalisa,
Eksistensi.
A. Pendahuluan
Manusia pada umumnya adalah makhluk yang
mempunyai kelebihan dibandingkan makhluk ciptaan Allah lainnya,[1]
oleh karena inilah manusia mampu menciptakan sesuatu hal yang bermanfaat[2],
baik itu pemikiran atau sebuh karya yang
mampu memikat minat seseorang, sejak seseeorang sudah mengenal dengan agama
yang diberangkatkan dari al-Kisah Nabi Adam[3]
apa sebenarnya agamanya apakah islam atau Hanif, kemudian muncul lagi
teori-teori dari E.B. Tylor,[4] selain
itu permasalahan yang menyangkut hal-hal dengan agama dapat dicermati dari
fenomena yang berbentuk empiris dan ada juga tidak empiris,[5] salah
satu fenomena dari hal-hal yang menyangkut dengan keagamaan pada abad ke-19an
salah satu sosok yaitu Freud dengan analisisnya yang menggunakan psikoanalisa[6]
dalm hal ini sangat banyak argumen-argumen yang dilontarkan oleh Freud untuk
membantah permasalahan-permasalahan yang menyangkut dengan agama, sikap freud
yang sangat membantah dnegan adanya agama sangat banyak kalangan cendikiawan
yang menentangnya khususnya dari kalangan agamawan.[7]
Namun perlu juga diinformasikan bahwa Freud adalah sosok yang hidup
ditengah-tengah agamawan ayah sebagai pakar dari agama Yahudi dan pengampu yang
hidup ditengah-tengah kalangan Kristen Katolik, secara tidak langsung Freud
sangat banyak paham dengan doktrin-doktrin agama, hingga apada akhirnya
dia sangat mahir dan ahli dan psikologi[8].
Pada sisi lain juga dikatakan bahwa perbedaan
yang muncul antara agama dan psikologi tertumpu pada berbedanya sudut pandang,[9]
salah satu contoh bahwa kehadiran agama dipandang dari sudud psikologi hanyalah
mengekang niali-nilai instingtif bagi manusia dan juga untuk menjinakan fitrah
manusia terhadap sexsual.[10] hal
ini berbeda dengan pandangan ahli neurologi yang mengartakan bahwa agama adalah
sumber kecerdasan bagi manusia.[11]
Lantas hal demikianlahh yang membuat kita penasaran, siapa sebenarnya Sigmud
Freud, dan bagaimna landasan teorinya tentang agama, dan bagaimana sebenarnya
eksistensi agama?
B. Biografi Sigmud Freud
Sigmud Freud dilahirkan di Freibreg, Moravia
sekarang disebut dengan republik ceko pada 6 Mei 1856, kemudian dia dibawa
orang tuanya untuk pindah ke Wina, di sinilah Freud mengasah kemampuannya untuk
berkarya, ketika Freud masih muda dia disekolahkan dijurusan kedokteran dengan
fokus pada spesialis saraf, namun perlu diketahui pada masa Freud menjadi
dokter saraf alat-alat yang digunakannya belumlah canggih namun hanya
menggunakan pengethaun yang mendalam pada mulanya Freud mampu menangani salah
satu persalahan pada wanita yaitu histeria,[12] Freud
menganjurkan bahwa wanita yang mengalami penyakit seperti ini harus
mengeluarkan pad saja yag ada di dalam hatinya.[13]
Freud menjelaskan hal demikian dengan nama Katarsius, dia berusaha
menghubungkan sebuah motivasi ketingkat alam bawah sadar hingga mansuia
tersebut mampu untuk menialai dan memilih, kemudia terlahirlah sebuah teori
Psikoanalisis untuk mengembangkn faktor-faktor yang tidak disadari menjadi
disadari.[14]
Freud mengembangkan teorinya tersebut tidak
sendirian dibantu oleh Jean m. Charcot dia adalah guru dari Freud, kemudian
terlahir kembali sebuah ilmu yang namnya hipnosis pembayangan bebas, selama 50
tahun antara temuan pertamanya hingga tercipta sebuah teori yang benar dia
membutuhkan waktu 50 tahun hingga terciptalah sebuah teori Psokoanalisa[15].
Setelah teorinya berhasil di pepolerkan maka tidak lama kemudian freud
meninggal dunia di London, Inggris, Britaniya Raya, pada 23 September1939 pada
umur 83 tahun[16].
Perlu juga diketahui bahwa Freud dari kecil sudah mendapatkan didikan agama
dari orang tuanya, ajaran agama Yahudi disampaikan oleh ayahnya, kemudian
ketiaka dia diasuhkan kepada seorang wanita, maka dia diberi pemahaman kembali
mengenai agama Katolik dengan pergi kegereja, selain itu Freud salalu
mengulang-ulang khutbah dari si-pastur ketika dia sampai kerumah, inforamasi
ini diperoleh dari temannya yang bernama Wilhelm Fliess melalui beberapa surat.[17]
C. Pandangan Freud Terhadap Agama
Perlu diinformasikan kembali bahwa Freud pada
masa kecilnya adalah sosok yang hidup berkecimpung dnegan orang-orang yang kuat
beragama, Ayah dari Yahudi dan pengasuhnya dari Katolik jadi, ketahuan Freud
pada agama sangatlah dalam. Namun ketika Freud sudah mulai menemukan temuannya
yang berawal dari kedokteran hingga mampu melahirkan sebuah teori konon katanya
untuk keabsahan teori tersebut membutuhkan waktu 50 tahun.
Freud adalah sosok manusia yang tidak suka
berpikir sufistik dia lebih suka bahkan kreteria pemikiran bersifat
humanitarian (Mementingkan nilai-nilai kemanusiaan).[18]Teori
yang dilontarkan oleh Freud adalah Psikoanalisa[19]
(Menganalisa gerak-gerik individu) hal inilah yang disudud pandangkan oleh
Freud pada sebuah agama dengan tinjaun psikoanalisa budaya,[20]
kemudiani dia kembangkan bagaimana meninjau psikolgi secara sosial namun pada
akhirnya dia kembangkan kembali menjadi Psikoanalisa sosial dan analisa, pada
sisi inilah muncul teori Freud yang menentang dengan agama.[21]
Untuk memahami bagaimana dasar-dasar keberangkatan Freud kenapa dia menentang dengan
sebuah agama, berikut akan dijelasakan mengenai permasalahan tersebut.
1. Primitif
Freud mengatakan bahwa sangat aneh mansuia di
zaman sekarang yang maih saja mempercayai dan mayakini tentang ajaran-ajaran
peradaban di massa silam yaitu etik dan yang dikategorikan sebagai impiratif,
orang sekarang masih saja mempunyai sifat ketaklukan pada seseorang, harus tunduk,
patuh bagaikan prajurit yang takut dengan komandan di tambah lagi rasa
impiratif ini tertuju pada immaterial.[22]
2. Rasa ketakutan (Tabu)
Pendapat ini berketerkaitan dengan yang
pertama bahwa manusia di masa sekarang sangat mempunyai rasa ketakutan dengan
dosa, hal ini terdapat dalam mitos Yunani yang menceritakan bahwa ada sosok
manusia yang sangat mencintai Ibunya kemudian dia membunuh ayahnya, setelah itu
dia merasa bersalah dengan ayahnya tersebut.[23]
Setelah itu kemudian dalam hati mereka muncullah rasa ketakutan dan rasa
penyesalan, dari rasa inilah maka mansuia muncul insting atau Libido untuk
melakukan sesuatu hal perkara agar kegelisahan dan ketakutan yag ada pada hati
mereka hilang dnegan melakukan ritual-ritual tertentu.[24]
Freud juga mengatakan bwha agama itu berasal dari rasa ketakutan tersebut.[25]
Dua dasar inilah yang membuat Freud tertarik
untuk meneliti perkembangan kepribaadian manusia dan juga Tuhan, manusia dan
Tuhanlah yang akan menjadi kcamata Freud untuk memecahkan permasalahan yang ada
dalam pemikirannya, tidak mudah Freud
melahirkan sebuah teori yang pada
akhirnya dia menentang dengan agama. Ada beberapa dasar pijakan freud dalam
masa kebimbangannya dengan agama. Mari kita coba jelaskan bagaimana
pandangan-pandangan Freud terhadap agama;[26]
a. Agama sebagai gangguan pikiran
b. Agama sebagai pemenuhan di masa kanak-kanak
c. Agama adalah khayalan atau ilusi
Dari tiga gelombang pemikiran Freud mengenai
agama ini berikut adalah informasi yang lebih jauh.
Pertama, Pada dasarnya Freud menganggap agama itu
mempunyai tiga sumber di dalamnya, Tuntunan, Perintah, Penghiburan, dari tiga unsur inilah Freud mencoba membantah
agama dengan mengeluarkan argumen bahwa agam tidak dapat mengabulakn dari tiga
kreteria tersebut, agama hanyalah sebuah usaha yang diorganisirkan oleh
manusisa yang mereka anggap agama mampu mengurangi
permasalahan-permasalahan yang dia
hadapi tanpa mengurangi nilai dari kebebasan manusia sendiri, sangat gila kata
Freud agama menyimpangkan dunia nyata dan mengintiminasi intelegensi.[27]
Manusia yang meyakini agama sebenarnya
tujuannya mereka tidak sadar akan kekuatan dirinya sendiri, kehilangan kesadaran
akan dirinya ini. Mereka berharap kepada sesuatu hal uyang diluar dari dirinya
sedangkan mereka tidak percaya kepada yang nyata yaitu dirinya, bukankah ini
termasuk orang yang kurang akal, manusia yang beragama hanya mencari tempat
hiburan belaka, namun sayangnya tempat hiuburang yang mereka yakini tidak
jelas.[28] Dalam
keadaan inilah manusia dnegan agamanya mencoba untuk menaglihkan pemikiran jauh
ke pikiran lain hingga manusia diperkirakan bahagia namun tidak, pada perkara
ini maka manusia dapat dikatakan sebagai penderita Neurosis.[29]
Kedua, seoarang manusia pasti mempunyai orang tua,
dimana orang tuaa tersebut sangat sayang dan cinta terhadap anaknya sendiri
karena ini adalah sisi fitrah bagi manusia sendiri. Kedua orang tua akan
mengabulakan apa yang diminta oleh sang anaknya. Berangkat dari contoh inilah
Freud mengatakan bahwa mansuai saat ini adalah manusia yang libido alkhais
karena mempunyai bapak yangtidak terlalu kasih dnegan anaknya maka mereka
membayangkan bapa yang lain untuk dijadikan bapa yang benar-benar sayang
kepadanya hingga memberikan apa yang dia pinta, inilah konsep yang ada pada
agama yang memindahkan kekuasaan bapak kepada sosk yang disebut tuhan, pada
tuhan dia meminta, yang dulunya kepada ayah sekarang kepada Tuhan.[30]
Freud juga menginforamsikan bahwa ada tiga
tahapan Manusia berlevolusi yang dimulai dari animesme, agama dan yang terakhir
adalah ilmu namun ketiganya ini masih saja berteterkaitan dengan ketergantungan
kepada orang tua yang dilampiaskan kepada Tuhan sosok yang akan membantu
kapanpun manusia meminta bukan percaya terhadap kekuatan yang ada pada dirinya
sendiri.[31]
Ada hal yang juga sanagt menarik untuk diinformasikan bahwa Freud juga
menagatakan bahwa manusia berusaha menghubungkan hal yang nyata dengan hal yang
tidak nyata, doktrin agama adalah menghubungkan mansuia dnegan tuhannya secara
tidak langsung, pandgan Freud pada hal ini adalah manusia yang berpikiran
seperti ini adalah sebuah penyakit psikis.[32]
Ketiga, agama sebagai sebuah ilusi, pada mulanya Freud
memfokuskan diri pada dogma dan doktrin agama kreisten, karena wajar saja dia hidup
dikelilingi oleh kalangan kresten, manusia saat ini tidak jauh bedanya dengan
orang-orang primitif dimasa lalu yang mengatakan bahwa alam itu seperti manusia,
alam itu hidup dan mampu memberikan sesuatu hal yang bermanfaat bagi manusia,
oleh sebab itulah ketika ada suatu hal yang terjadi pada alam, maka mereka
tidak mau menyalahkn bahwa itu akibat dari manusia sendiri, meraka mengatakan
bahwa semua itu adalah dari alam, oleh karena itulah mereka melakukan sebuah
ritual atau yang lain sebgainya untuk menjinakkan alam tersebut.[33]
Hasil cermatan ini dinamakan dia dengan Pemakain Psikologi Alam, biarkan
alam membarika keadilan pada mereka.[34]
Dengan ini pula manusia tidak merasa zalim atas tindakan yang dia lakukan baik
terhadap manusia yang lain atau ke alam, kemudian Freud mengatakan bahwa inilah
kebodohan manusia seharusnya manusia sadar bahwa semua itu adalah kesalahan
manusia sendiri bukan kesalahan alam.[35]
Berangkat dari pemikirannya di atas maka
dnegan lantang Freud mengatakan bahwa apa-apa yangdiajarkan oleh agama walaupun
sudah salah namun ajaran-ajaran tersebut masih saja ada dalam pemikiran
manusia, tegas Freud agama itu adalah sebuah doktrin-doktrin yang ada dalam
agama bukan hasil dari Tuhan, bukan pula hasil dari pemikiran manusia bukan
pula hasil dari pengalaman manusia, tapi agama dan doktrinnya hanyalah ilusi
belaka.[36]
Tembakan Freud terhadap agama dnegan
mengatakan bahawa agama adalah sebuah ilusi dapat diperjelas kembali bahwa
manusia pada naluriahnya mempunyai keinginan, dan kemauan namun mereka salah
jika mengantungkan dirinya kepada sesuatu yang tidak jelas dan tidak dapat
dibuktikan, manusia yang beragama mempunyai sebuah kepercayaan yang
berlandaskan sebuah keinginan ada seseorang yang membantu keinginan tersebut
(Tuhan)[37]
manusia selalu berhayal (berilusi) dengan hal tersebut hingga mereka merasa
tenang tanpa percaya kekuatan yang ada pada dirinya sendiri.[38]
Freud juga mengatakan bahwa agama pada
dasarnya adalah pemutus harapan manusia hingga manusia menjadi malas dan tidak
bergairah dalam semangat hidup karena semuanya sudah dihayalkan dalam
kebahagiaan dalam agama, di katakan dalam salah satu doktrin agama, bahw agama
akan menolong umatnya, agama mempunyai sorga, pandnagan Freud terhada ini merupakan
sika yang tidak ada hasilnay sedikitpun mansuia hanya berhayal akan bahagia di
masa depan namun tidak memikirkan kemampuan dirinya sendiri untuk bahagia.[39]
Mansia terjebak dalam dunia hayalan ingin bahagia namun mereka lari dari
pahitnya kenyaan, mansia yang mempunyai akal naluriah untuk berhayal dan pada
akhirnya tidak bisa kemabli lagi kedunia nyata hingga pada akhirnya dia tetap
berada dalam dunia hayalan tanpa menoleh kebelakang bahwa dunia nyata harsu
dihadapi dengan kenyaan bukan sebuah hayalan[40]
D. Eksintensi agama
Freud telah mengimpformasikan pemikirannya
tentang agama, abaik dia mengatakan bahwa agama hanya ilusi, hanya untuk
orang-orang sakit jiwa dan hanya pelampiasan pengganti anak-anak terhadap orang
tuanya sendiri, freud juga telah memebriak sebuah pengalaman berharga pada kita
mengenai hal ini, kemudian penulis akan menjelaskan bagaimans sebenarnya agama
itu dimata manusia sekarang yang berada dikawan luar dari pandangan Freud dan
kawan-kawannya.
Tinjaun historis yang tercatat bahwa asal
muasal agama berangkat dari sebuah kesadaran tentang adanya Roh dan Jiwa yang
berada diluar dari yang sadar yang melebihi kekuatan dibandingkan dengan
dirinya sendiri, selain itu paham dengan adanya mimpi dan kematian, dan pada
akhirnya mereka juga sadar bahwa roh akan terpisah dari tubuh yang kasar ini.[41]
Informasi lain bahwa ketiak manuia terkena
suatu permasalahan yang mereka tidak sanggup memikirkan hal tersebut, maka
mereka rumuskan dengan kekuatan gaib, pemikiran mereka tidak sanggup untuk
memikirkan hal tersebut maka mereka mencoba untuk menyelesaikan hal tersebut
dengan jalan alternatif lain agar permasalahan tersebut terpecahkan, hingga
mereka sadar bahwa ada kekuatan yang lebih dibandingkan dengan akalnya.[42]
Informasi lain juga ketika manusia terkena
krisis dalam kehidupannya, ketika manusia tersebut dilanda krisi dalam hidupnya
baik dalam materi, inteletual, musibah atau hal yang lainnya, maka manusia
secara tidak sengaja tidak sanggup menghadapi hal tesrebut maka mereka meyakini
bahw aada objek yang lain dibandingkan dnegan dirinya.[43]
Informasi yang sangat menarik juga bahwa
manusia ketiak mulai meyakini ada hal lain dalam kehidupannya saat mansia
mendpaatkan hal yang tidak disangka-sangak dalam kehidupannya, saat sakit
tiba-tiba sembuh, saat kelaperan maka tiba-tiba kenyang, maka dengan hal inilah
manusia mulai sadar dengan adanya hal yang lain yang lebih sempurna
dibandangkan dengan dirinya.[44]
Lantas! Bagaimana eksistensi agama, agama
berperan dalam masyarakat mempunyai berbagai macam eksistensi, jika Freud
memandang agama dalam tinjaun Psikologi maka eksistensi agama akan ditinjau
dari pandangan sosiologi, Pertama¸ agama bereksistensikan sebagai
Motivator, agama membarikan sub objektif dalam kehidupan manusia yang berperan
untuk memberikan semangat dengan dogma dan doktrinnya dan membarikan sebuah
dorongan kebaikan dan ketaatan dengan sistem moralnya.[45] Kedua,
Agama berperan sebagai Creator dan Inovator yang berpungsi untuk mendorong
agar pemeluknya bekerja sekreatif mungkin dengan dedikasi yang relefan untuk
dunia dan akhirat selain itu agama juga berpungsi dengan eksistensinya untuk
melakukan perobahan-perobahan yang mendukung kebahagiaan dunia dan akhirat.[46] Ketiga,
agama bereksistensikan sebagai integrator, eksistensi agama berperan dalam
masyarakat sebagai penyelaras antar satu perbuatan dengan perbuatan yang lainnya
hingga sesuai dengan anjuran-anjuran yang terbaik untuk manusia sendiri.[47] Keempat,
eksistensi agama sebagai sublimator, semua perbuatan manusia harus
bersesuain dengan dokrrin agama tersebut hingga menimbulkan perbuatan-perbuatan
yang sangat baik, ikhlas dan semua adalah konsep ibdah terhadap Tuhan.[48] Kelima,
eksistensi agama sebagai sumber inspirasi.[49]
Info lain sebagi eksistensi agama, agama
berpungsi sebagai kesadaran bahwa ada sesuatu yang lain dibandingkan dengan
dirinya,[50]
agama juga berpungsi sebagai hubungan trasedental melalaui pemujaan atau
ibadah.[51]
Eksistensi agama juga berperan sebagi pensuci atau pemurini akhlak atau
perbuatan manusia, juga sebagai identitas (Totem).[52]
Eksistensi agam juga dikatakan sebgai edukatif, penyelamat, pemberi peraturan
yang terbaik, dan pemersatuan.[53]
E. Kesimpulan
Urain di atas dapat ditarik kesimpulan
ternyata Freud adalah seorang yang pada masa kecilnya kuat dengan agama kemudian
dia menjadi ateis karena akibat pemikirannya sendiri, dia membombandir agama
dengan mengatakan bahwa orang yang memeluk agama itu sama halnya dengan orang
yang terkena gangguan saraf, orang beragama pada dasarnya adalah sama halnya
dengan manusia yang suka berhayal, orang yang beragama sama halnya dengan
kanak-kanak yang rindu dengan orang tuanya, dia melampiyaskan kekecawaan orang
tua kemudian digantikan konsepnya kedalam sebuah agama. Namun tantangan Freud
terhadap agama ini bertentangan dengan eksistensi agama yang menekankan bahwa
agama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia karena dengan agamalah
manusa bisa berangkat dari titik tolak yang tidak pernah bertentangan dengan hati
nurani manusia sendiri.
[1] Kelebihan yang dimiliki oleh manusia adalah akal, manusia diciptakan
dnegan penuh pertimbangan dan percobaan yang mana pada akhirnya terciptakan
manusia. Untuk lebih jelas mengenai permasalahan perbedaan manusia dengan
makhluk ciptaan Tuhan yang lain, mari kita tengok beberapa cuplikan ayat
Al-qur’an yang menyinggung pada kasus ini. Lihat: QS, 3: 164. QS, 4: 165. QS,
7: 52. QS, 7: 179. QS, 13: 37. QS, 17: 15. QS, 17: 70. QS, 25: 41-42. QS, 64:
2-3. QS, 95: 4-6. QS, 98: 6-8. Kesemua ayat inilah manusia di tuding sebagai
makhluk yang mempunyai beban dasar sebagai makhluk yang sempurna yang mampu
memeikirkan baik dan buruk, sekarang dan masa depan, dari ayat-ayat di atas
pulalah manusa di jelsakan bahwa kecerdasan yang manusia miliki itu adalah butuh kinerja yang
maksimal, bukan hanya menunngu hidayah dari Tuhan tapi juga harus berusaha
mencari ilmu. Lihat: M. Brar Harun, sistematika Al-Qur’an dan Penjelasannya,
(Banjarmasin: PT. Garfika Wangi Kalimantan, 2007), hlm. 10-15.
[2] Kata bermanfaat disini adalah tinjaun dari kaca mata manusia sendiri,
darai kaca mata manusia mampu menciptakan hal-hal yang bermanfaat tidak
dibandingkan dengan makhluk Allah yan lainnya, naumn jika ditinjau dari kaca
mata binatang, contoh semut, dia juga mampu menciptakan hal-hal yang bermanfaat
bagi semut-semut yang lainnya, kesimpulannya adalah manusia bermanfaat dalm
lingkungannya, binatang juga bermanfaat pada lingkungannya, manusai mempunyai
akal pada lingkungannya, binatang juga mempunyai akal dalam lingkungannya.
Lebih jelas lihat; Video, Harun Yahya, Youtube; Kajaiban Dunia semut. . Perlu
juga di beritahukan bahwa kelebihan masnuai dan bitang hanya pada rasionalnya,
kemampuan memilih dan menilai inilah yang dilontarkan oleh pengikut freud yang
bernama kaum Neo-Freudian. Lihat: Murtadha Muthhari, Membumikan Kitab Suci,
Manusia dan Agama, (Bandung: Mizan, 2007), h. 35.
[3] Untuk Lebih Jelas silahkan lihat: Agus Haryo Sudarmojo, Benarkah Adam
Manusia Pertama?, (Yoyakarta: PT. Benteng Pustaka, 2013), h. 1-188.
[4] Untuk lebih jelas mengenai hal ini silahkan lihat: Zulfi Mubaraq, Sosiologi
Agama, (Malang: UIN-MALIKI Press, 2010), h. 44-46.
[11] Salah satu contoh yang mengatakan demikian adalah; Ary ginanjar Agustian,
diua adalah sosok yang mengeluarkan teori bahwa kecerdasan ESQ adalah hal yang
paling penting dalam kehidupan dan ESQ terdapat dalam sebuah agama (Islam);
Lebih jelas lihat: Ary ginanjar Agustian , ESQ, Emotional Spiritual
Quontient, (Jakarta: Arga Publishing, 2001), h. XV. untuk lebih jelsa dan
teliti pada permasalah otak silahkan juga lihat kepribadiannya Ipho Santoso, Ipho Santoso adalah seorang pakar otak kanan
beliyau lahir pada 30 Desember 1977 di Pekanbaru, beliyau adalah seoarang
pembicara dari Indonesia yang di adalakn di Singapura dan beliyau juga
mendpatkan MURI Award dengan karyanya 13 Wasiat Terlarang, beliyau juga sukses
di beberapa bidang usaha (Enterpreneur). Beliyau menulis 5 buku yang
sangat bermafaat bagi pembacanya, di antaranya adalah; 10 jurus terlarang,
13 wasiat terlarang, marketing is bullsshit, percepatan rizki dalam 40 hari
dengan otak kanan, 7 keajaiban rezki; rizki bertambah, nasib berubah dalam 99
hari denganotak kanan. Lihat; Ippho Santoso, 13 Wasiat Terlarang!,
Dahsyatnya Otak Kanan, (jakarta: PT. Elex Media Kompatindo, 2012), cet-ke-
20. h. 246-248.
[12] histéria/ n Psi gangguan pd gerak-gerik jiwa dan rasa dng gejala
luapan emosi yg sering tidak terkendali spt tiba-tiba berteriak-teriak,
menangis, tertawa, mati rasa, lumpuh, dan berjalan dl keadaan sedang tidur;
Lihat: KBBi Ofline V1.3. 2010-2011.
[13] Robet W. Crapps, Dialog Psikologi dan Agama, Sejak William James hingga
Gordon W. Allport, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), h. 59.
[16] Lihat fotnote ke 11: Dedi Supriadi, Mustafa Hasan, Filsafat Agama,
(Bandung: Pustaka Setia, 2012), h. 143.
[19] Hal ini di akui sendiri oleh Freud dia mengatakan bwha saya adalah
pencipta dari psikoanalisa, psikoanalisa di tegaskannya kemablai bahw ailmu ini
bukan sebuah doktern tapi alat bantu untuk penyelidikan. Lihat: David
Trueblood, Filsafat Agama, . . . h. 106-107.
[27] Pada dasarnya fenomena ini berasal dari realita sekelilingnya sendiri yang
kerika dia masuk gereja dengan kayakinan katollik, ketika di dalam gereja tidak
ada satu orangpun yang boleh bertanya kep[ada pastur, dari inilah Freud
mengeluarkan argumennya bahwa agama tdiak adapt mewujutkan apa yang berada di
dalam aturan agama, snagat gila agama jika merobah nilai nayata ke niali yang
immaterial. Lihat: Jorchim Scharfen Berg, Sigmund Freud, . . . h. 242-
243.
[28] Jorchim Scharfen Berg, Sigmund Freud, . . . h. 243. Maksut dari
perkataan Freud ini adalah, agama dan hayalan untuk bahagia di dalam agam apada
dasarya adalah penyakit saraf, orang-orang yang meyakini dengan agama dan
bberhayal kepada yang tidak nyata adalah satu tindakan saraf yang dipaksakan,
mereka memaksa diri meraka untuk memerlukan sesuatu yang lain diluar kemampuan
dirinya untuk mencari kebahagiaan. Inilah kata Freud sebagai Neurosis
Kompulsif. Lihat: Jorchim Scharfen Berg, Sigmund Freud, . . . h. 244.
[31] Brian Moris, Antropologi Agama, Kritik Teori-Teori Agama Kontemporer, (Yogyakarta:
AK. Groub, 2007), h. 194-195.
[37] Pemahan Tuhan dipandang dari kacamata Filsafat ketuhanan adalah; Tuhan
adalah sosok yang Immaterial namun dapat dibuktikan dengan kaidah-kaidah
logika. Lihat: H. Hamzah Ya’kub, Filsafat Ketuhanan, (Bandung: Pt.
Al-Ma’rif, 1982), h.20-21. Perlu diinforamsikan juga Louis leahy membuat satu pertanyaan yang
sanagt menarik? Seharusnya hanya ada satu ilmu yang membahas mengenai Tuhan,
bukan banyak, cukup satu ilmu namun mencakup berbagai bukti dan dalil secara
benbar dengan adanya Tuhan: lihat: Louis Leahy S. Filsafat Ketuhanan
Kontemporer, (Yoogyakarta: Kanisius, 1993), 23-24.
[38] David Trueblood, Filsafat Agama, . . .
h. 108. Hal ini ditentang oleh Fislafat
agama, pandangan filsafat mengenai sebuh agama bahwa agama bukan ilusi tapi
apa-apa yaga ada dalaam agama dpat dibuktikan secara rasional, terutama tentang
wujud Tuhan, hidup sesudah mati, kiamat, hal ini dapat dibuktikan secara rasio
dan ilmiah, jadi tidak benar jika agama hanyalah sbeuah ilusi dari kepercayaan
dan kebergantungan manusia sendiri. Lihat: Harun Nasution, Falsafah Agama, (Jakarta:
PT, Bulan Bintang, 1991), h. 12-13. hal
ini pada permasalah Tuhan juga dapat dibuktikan dari tinjaun emperisme
(pengalaman) salah satu contok besar adalah filsafat ‘irfani, untuk lebih jelas
silahkan lihat: Abu al-Husain Ah{mad ibn Faris ibn Zakariya, Maqayis
al-Lugah, Juz. I (Bairut: Ittihad al-Kitab al-‘Arabi, 1423 H./2002 M.), h. 229.
Noorsyam, filsafat Pendidikan dasar dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila,
(Usaha Nasional, Surabaya : 1984), h. 34Muhammad ‘Abd Rauf al-Manawi, al-Tauqif ‘ala Muhimmat
al-Ta’arif, (Bairut:
Dar al-Fikr al-Mu’asir, 1410 H.), h. 511.
[53] Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, . . . h. 59. Lihat: Hendropuspito, Sosiologi
Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), h. 38-57. Penulis tidak mencantumkan eksistensi Tuhan,
untuk lebih jauh mengenai eksitensi tuhan silahkan saja lihat beberapa
buku ini: Agus Sunyoto, Suluk Malang
Sungsang, Konflik dan Penyimpangan Ajaran Syakh Siti Jenar, (Yogyakarta:
Lkis Pustaka Sastra, 2005), 6 jilid. Dan: Abdurrahman As-Sanjari, Dimana dan
bagaimana Eksistensi Allah swt.,(Yogyakarta: Darussalam Offset, 2005),13-104.
Dan: Chkairul Anam Al-Kadiri, 8 langkah Mencapai ma’rifatullah,
(Jakarta: Amzah, 2010), h.10-253. Dan: Jamal Ma’mur Asmani, Ya Allah,
Tahu-tahu Kini Saya Sudah Tua! Persiapkanlah Hiasan-Hiasan Rumah Akhiratmu
Sebelum Tanda Kematian berkunjung ke Beranda Rumahmu, Jogyakarta: Diva
Press, 2008) . 10-100.