Doktrin Sekte Murji’ah dan Sempalangnya:
Di Tinjau dari Persamaan dan Perbedaan
Takdir Ali Syahbana٭
Ar-Rahman٭
A. Pendahuluan
Agama Islam adalah agama yang terlahir sebagai
penyempurna dari agama-agama yang lain, sumber agama islam yang menjadi rujukan
semua umat muslim adalah Al-Qur’an dan Al-Hadist, dari dua rujukan inilah umat
Islam meniti karir untuk menjadi seseorang yang berguna untuk yang lain, dengan
menafsirkan AL-Qur’an dari sudut pandang Hukum, Sosial dan lain-lain, bergitu
juga Al-Hadist yang di jadikan umat Islam sebagai sumber kedua ini mempunyai
pemehaman-pemahaman yang dalam. Dari dua sumber dasar inilah di Masa setelah
Rasulullah wafat terjadi perbedaan-perbedaan pemahaman dengan masing-masing
arguman secara tekstual dan subtansial menerangkan maksut dari teks Al-Qur’an
dan teks Al-Hadist.
Selain perbedaan-perbedaan tafsiran mengenai
subtansi dari Al-Qu’an dan Al-Hadist tersebut yang menjadikan sebuah sekte
dalam islam maka muncul pula suatu historis yang mengatakan bahwa Sekte dalam
Islam itu meuncul karena adanya perpolitikan[1]
yang berhujung dengan perbedaan mendevinisikan Iman, Syari’at dan yang paling
utama adalah mendevinisikan Tuhan.[2] Islam sendiri adalah agama yang mengandung
berbagai macam pemikiran di dalamnya baik dalam bidang Syari’at,Tasawwuf dan
juga Teologi, dalam teologi inilah akan terlahir yang namnya ilmu kalam, dan
dalam ilmu kalam inilah akan terdapat perbedaan-perbedaan yang berlatar
belakang politik ataupun perbedaan dari segi pemahaman akar islam sendiri (Al-Qur’an
dan Al-hadist).
Selain demekian agama Islam juga memberi
alternatif yang berupa tawaran yang berfungsi untuk mempermudah penganutnya
dalam memaham paradigma-paradigma yang menyangkut agama (Religi) yang
bisa juga dikatakan dengan bahasa filsafatnya dengan Pendekatan Epestemologi
Dalam Islam cara alternatif tawaran dalam islam untuk memperoleh ilmu
pengetahuan mengenai dunia dan sang penciptanya, yaitu: Pertama, Indra, Kedua,
Akal dan yang Ketiga, Wahyu.[3]
Salah satu sekte dalam agama Islam adalah
Murji’ah yang terlahir di wilayah Damaskus sekitar abad pertama yang di pimpin
oleh Hasan bin Bilal Al-Muzni, Salat As-Samman, Tsauban Dliror bin Umar.[4]
Lantas bagaimana pemikiran Murji’ah yang lainnya, baik tentang dosa besar,
konsep Iman, dan bagaimana literatur sejarahnya yang menyebabkan aliran ini
muncul dan apa-apa saja sempalan yang ada di dalam Murji’ah? Berikut adalah
urain tentang permasalahan yang penulis akan coba jelaskan di bawah ini.
B. Tinjaun Umum Tentang Murji’ah
Kebiasaan Orang Timur sebuah nama itu adalah
sangat berharga dan dari nama itu pulalah lambang dari subtansi tersebut
terlihat, begitu juga dalam Murji’ah. Murji’ah adalah nama dari sebuah sekte
yang terlahir di Damaskus ketika khlalifah Bani Umayyah, asal kata dari
Murji’ah adalah; أرجأ atau ارجىyang berarti dengan تأخر[5] Mendudikan atau dengan arti dari teksnya adalah
memberi harapan.[6]
Mengenai kelahiran Murji’ah ada beberapa faktor, politik dan kedamain. Selain
faktor politik Murji’ah lahir juga dengan faktor yang lain; untuk menjaga
kesatun umat islam pada waktu itu yang saling tuding—menuding kafir
mengkarirkan, maka kehadiran Murji’ah saat itu menjadi ranah yang enak untuk umat
muslim.[7] Kelahiran
Murji’ah Berdasarkan Politik
Perbedaan pendapat dalam umat beragama
memanglah hal sudah wajar karena manusia mempunyai akal perindividu dibandingkan
dengan makhluk-makhluk ciptaan Allah yang lainnya,[8]
tetapi tidak hanya akal yang menyebabkan perbedaan pemahaman tetapi politik
juga mengakibatkan pecahnya satu runtun menjadi runtun yang lain (Sekte)
begitulah kondisi dasar dalam sekte Murji’ah.
Sekte Murji’ah terlahir dari sebuah politik
dengan sebuah sejarah (History) yang mengatakan bahwa saat Damaskus
menjadi tempat trans pusat pemerintahan maka tidak lama kemudian terlihat ada
hal-hal yang tidak enak di pandang terhadap penguasa saat itu yaitu Bani
Umayyah karena pemirinthana Bani Umayyah mereka anggap sebabagi orang yang
zalim dan berdosa besar, dengan kondisi yang seperti ini maka timbullah
pertanyaan bagi umat muslim yang lainnya yang berstatuskan diluar dari
pemerintahan Bani Umayyah “Bolehkah umat islam berdiam saja terhadap kezaliman
yang dilakukan oleh pemerintahan dan bolehkan taat terhadap orang-oarang yang
zalim seperti itu” ini adalah pertanyaan yang akan menimbulkan lahirnya aliran
Murji’ah.[9]
Sebagian orang yang terkemuda pda saat itu
mengeluarkan argumen dengan mengatakan bahwa: “seeoarang Muslim boleh saja
sholat di belakang orang yang sholeh ataupun di belakang orang yang fasiq sebab
penilaian baik dan buruk itu addalah urusan Allah” dari argumen yang di
lontarkan oleh orang-oarang inilah yang merupakan cikal-bakal terlahirnya
Mur’jiah.[10]
Disorot dengan penduduk Damaskus saat itu sebagian ada yang memprotes dengan
Bani Umayyah yang mereka nilai dengan orang yang zalim dan berdosa besar maka
laihirlah di antara mereka orang yang menatakan bahwa itu boleh saja untuk diikuti
maka golongan ini mulai disorot oleh pemerintahan Bani Umayyah yang disangka
dengan orang-orang yang tidak memberontak dengan pemerintahan Bani Umayyah.[11]
Sikap netral yang dimiliki oleh sekte Murji’ah
merupakan refleksi dari keadaan politik saat itu, setelah peristiwa Tahkim maka
ada yang memposisiklan dirinya sebagai pendukung Ali maka disebutlah dengan
Syi’ah dan ada yang memposisikan dirinya sebagai orang yang tidak sependapat
dengan sekte Syiah (tidak mendukung Ali) maka mereka menamakan dengan
Khawarij dan ada juga sebagai pengikut Muawiyah, sungguh aneh jika di teliti
dari sejarah bahwa ketiga perpecahan ini saling tuding-menuding, Syi’ah
menuding Khawarij dan keduanya ini juga menuding Mu’awiyah dengan tudingan
bahwa Muawiyah telah merampas hak Ali, sedangkan Khawarij menuding Mu’awiyah
sebagai sekte yang terkeluar dari norma Islam.[12]
C. Kaca-Mata Murji’ah tentang kafir
Kehadiran Murji’ah sebagai sekte dalam Islam
bukanlah hal yang percuma atau sia-sia saja, kehadiran Murji’ah merupakan
refleksi atas argumen yang diproklamasikan oleh sekte Khawarij yang mengatakan
bahwa semua orang yang mempunyai atau semua orang yang berbuat dosa besar
hukumnya adalah kafir,[13]
kehadiran khawarij dalam situasi yang eztrim seperi ini merupakan kesempatan
bagi pemahaman-pemahaman yang yang lebih moderat yaitu Murji’ah yang mengatakan
bahawa orang berbuat dosa besar bukanlah kafir tetapi masih mukmin dan ketika
masuk ke dalam neraka tidak ada yang namanya kekekalan di dalamnya sangat
berbeda dari tinjaun khawarij.[14]
Selain demikian dikarenakan munculnya Murji’ah
di antara pergoncangan politik maka berbagai macam lontaran tuduhun yang juga
di lontarkan oleh lawan politiknya contoh: Khawarij mengatakan bahwa semua
orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim adalah kafir, teramsuk di
dalamnya adalah Ali dan Usman sedangkan Syi’ah mengatakan bahwa Abu Bakar, Umar
dan Usaman telah menjadi kafir,[15]
antara Syi’ah dan Khawarij kedua ini menentang dengan Muawiyah dengan
mengatakan bahwa “muawiyah ini juga kafir”. Di antara seteru ini kemudian
lahirlah Murjiah yang berfilsafat santai dan alun, dia tidak ikut serta mengatakan
kafit mengkafirkan seperti Khawarij dan Syi’ah namun murji’ah agak santai
dibandingkan yang lain, semuanya terserah Tuhan saja nanti, terserah mereka mau
baik atau berdosa besar kafir atau tidak semuanya terserah kepada Allah saja
nanti pada hari kiamat nanti.[16]
Perbedaan yang semakin jelas dalam
tudingan-tudingan antara Khawarij dan Murji’ah, jika Khhawarij mengatakan bahwa
orang yang berdosa berdosa besar itu adalah kafir (keluar dari agama Islam)
maka Murji’ah membantah dogma tersebut dengan mengatakan bahwa orang yang
berdosa besar masih saja dikatakan mukmin.[17]
D. Doktrin Teologi Murji’ah
Setelah ada kehangatan pendapat antara
Khawarij dan Syi’ah dan Murji’ah yang ketegangannya ini saling tuding menuding
dengan mengeluarkan argumen secara implisit. Jika Syi’ah mengatakan bahwa
mempercayai imam itu adalah salah satu dari rukun Iman, dan jika Khawarij
menagtakan bahwa semua orang yang berdosa besar itu adalah kafir keluar dari
islam, maka kehadiran Murjiah membarikan solusi yang baru di antara hangatnya
ke-ekstriman argumen syiah dan Khawarij.[18]
Lag-lagi hangatnya situasi terjadi dengan
perbedaan doktrin iman antara Khawarij dan Murji’ah, Murji’ah mengatakan bahwa
Iman itu hanya dalam hati saja, siapa yang mengakaui dalam hatinya bahwa Allah
adalah Tuhan, Rasulullah adalah Rasul maka itu sudah cukup untuk dikatakan
orang yang beriman,[19]
pendapat ini sangat berbeda di bandingkan dengan sekte yang seusia dia yaitu
khawarij; Iman tidak cukup jika hanya di yakini dalam hati saja, tetapi harus
ada pengorbanan raga dengan menjalankan perintah agama dan menghindari diri
dari perbuatan-perbuatan yang mampu menjadikan dosa besar.[20]
Jika dikontrol dari segi doktrin teologinya,
maka sekte Murji’ah dapat dibagi dalam dua kategori; Moderat dan ekstrim.[21]
E. Beberapa sempalang dalam Murji’ah
Kontrol murji’’ah dari segi teologinya baik
yang bersumber dasar dari kata kafir atau dari permasalahan iman maka sekte
murji’ah terbagi kepada dua;
a. Moderat
Pada sempalang ini muncullah nama yang
berkarisma di zamannya dan sekarang yaitu; Al-Hasan bin Muhammad Ibn ‘Ali bin
Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan bebrapa ahli hadist lagi.[22] Muncul
lagi permasalahan yang bertumpu pada dosa besar dengan argumennya bahwa;
seoarang muslim yang mempunyai iman dalalm hatinya lantas mengerjakan dosa
besar maka tidaklah kafir, seoarang pelaku besar tidak ditetatapkan sebagai
oirang yang kafir sangat berbeda dengan doktrin yang ada pada sekte Khawarij,
jika nanti seoarang mukmin masuk ke dalam Neraka maka dia tidak akan kekal di
dalamnya hanya beberapa waktu saja untuk membersihkan dosa-dosa dalam dirinya.[23]
Bisa juga Tuhan mengampuni semua dosa-dosanya maka tidak akan masuk neraka.[24]
b. Ekstrim
Pelopor dari sempang ini adalah; Jahm bin
Safwan,[25]
dengan dotrinnya adalah; Kembali lagi pada permasalahan Iman, pada aliran ini
mereka mengatakan bahwa iman adalah keyakinan dalam hati yang meyakini adanya
Allah dan mempercayai Nabi Muhammad utusan Allah, maka itu adalah Iman yang
sempurna, meskipun dia mengatakan dalam lisannya hal-hal yang tidak layak dalam
Islam, seperti memuja Yesus, mengikuti Yahudi, memuja salib, lantas dia mati,
maka dia tetap masuk surga dan dihukumkan sebgai orang mukmin bukan orang
kafir,[26]
karena iman yang benar adalah iman yang ada di dalam hati bukan yang ada pada
lisan.[27]
Jika disorot dari segi ke-ekstrimannya maka
sekte Murji’ah terbagi lagi dalam beberapa sempalang:[28]
1. Al-Yunusiyyah[29]
Sempalang ini di ketuai oleh yunus bin ‘aun an-Numairi, dengan doktrin
tentang iman, dikatakan bahwa iman adalah ketaatan terhadap Allah dengan
meninggalkan rencana-renacana yang bersifat pribadi dengan menyerahkan
segala-galanya kepada Allah, selain itu cinta kepada allah juga merupakan hal
yang sangat penting, perbuatan taat apapun selain apa yang menyangkut di atas
tersebut maka bukanlah termasuk dalam kategori iman, karena bahwa jika di
tinggalkanpun tidak merusak iman, kecuali perbuatan di atas tersebut
ditinggalkan baru merusak iman.[30]
Selain doktrin demikian tersebut, sempalang ini juga mengatakan bahwa Iblispun
termasuk orang yang ‘arif dengan Allah namun, karena kesombongannyalah yang
membuat dia kafir.
øÎ)ur $oYù=è% Ïps3Í´¯»n=uKù=Ï9 (#rßàfó$# tPyKy (#ÿrßyf|¡sù HwÎ) }§Î=ö/Î) 4n1r& uy9õ3tFó$#ur tb%x.ur z`ÏB úïÍÏÿ»s3ø9$# ÇÌÍÈ
34. dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para
Malaikat: "Sujudlah[31]
kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan
takabur dan adalah ia Termasuk golongan orang-orang yang kafir.
Siapa yang meyakini bahkan memesrakan Allah dalam konsep keyakinan di dalam
hatinya dan hanya kepada Allah semata dengan sepenuh hatinya dengan peresapan
yang luar biasa, maka jika seseorang sudah merasakan keyakinan yang luar biasa
dalam hatinya meskipun dia berbuat maksiat maka tetap tidak akan mengurangi
rasa keimanan, orang yang masuk kedalam surga bukan karena amalnya, namun
karena ke taatannya kepada Allah tapi
karena keimanannya dan kecintaannya dan juga keikhlasannya kepada Allah.[32]
2. Al-‘Ubudiyyah
Sempalang ini mengikuti alur pikirnya ‘Ubaid al-Mukta’ib, di riwayatakn
juga secara historis bahwa dia pernah mengatakan “Perbuatan syirik itu akan di
ampuni oleh Allah” seseorang yang meninggal dunia namun dia masih memiliki
ke-tauhidan dalam hatinya maka tidak akan pernah luntur dengan
perbuatan-perbuatan jahat, sekalipun dosa besar yang dia lakukan.[33]
Selain demikian ada doktrin juga yang bersumber dari Al-Yaman yang meriwayatkan
dari ‘Ubaid al-Mukta’ib dan juga pengikut-pengikutnya bahwa ilmu Allah bukan
kitab Allah, dan Allah juga tidak bersifat, agama Allah bukan yang lainnya.[34]
yang paling menarik dari doktrin di atas adalah bahwa Allah berwujud seperti
wujud manusia dengan dalil hadist yang berbunyi “Sesungguhnya Allah menciptakan
Adam dengan bentuk Tuhan yang bernama Ar-Rahman)[35]
3. Al-Ghassāniyyah[36]
Sempalang ini di pelopori oleh Ghasan al-Kaffi, dengan doktrin bahwa; Iman
adalah makrifat kepada Allah dan juga Rasul, mengakui dengan apa-apa yang telah
Allah ciptakan untuknya secara lisan namun tidak diperlukan kerincian yang
akurat, tetap hati juga yang menjadi landasan utama, iman tidak seperti
matematika yang bisa ditambah dan bisa berkurang, tetapi iman adalah pasti,
tidak bisa bertambah dan berkurang. Contoh besar: apabila seseorang mengatakan
bahwa allah mengaharamkan daging babi namun tidak tahu babi itu yang mana, apa
yang kecil ataukah yang besar, lantas dia makan, maka orang tersebut masih
dikatakan sebagai orang yang beriman.[37]
Perlu juga diketahui bahwa Ghassan ini mengatakan bahwa Abu Hanifah
termasuk golongan Murji’ah sunnah. Argumennya bahwa Abu Hanifah di katakan
sebagai salah seorang dari Murjiah bahwa Abu Hanifah pernah mengatakan; “Iman
itu hanya di dalam hati saja dan iman juga tidak akan pernah berkurang”
inilah argumen Ghasan yang mengatakan bahwa Abu Hanifah adalah salah satu sosok
sekte dari Murji’ah.[38]
4. Ats-Tsaubaniyyah
Pemproklamasi sempalang ini adalah Abu Tauban al-Murji’i dnegan doktrin
Iman itu adalah makrifat dengan Allah dan harus di akui dengan lisan baik
kepada Allah, rasul, baik perbuatan yang berlatar belakang akal baik yang boleh
dikerajakan maupun yang tidak boleh dikerjakan, ini bukanlah termasuk iman,
karena iman lebih dahulu dari pada amal. Ada beberapa sosok pendukung yang
menjadi latar belakang dari sempalang ini adalah: Abu Marwan Ghailan ibn Marwan
al-Damisqi, Abu Tsamar, Muwis ibn Umran, Al-fadhal-Raqasyi, Muhammad ibn
Syu’aib, Al-‘Arabi dan yang terakhir adalah Shaleh Qubbah.
Doktrin dari sempalang ini adalah bahwa perbuatan baik dan buruk itu
bersumber dari manusia sendiri, mengenai Imamah boleh saja dari suku yang bukan
dari Quraisy asalkan mampu memahami Al-Qur’’an dan Al-hadist dan disepakati
oleh banyak umat, maka sah lah menjadi imamah tersebut, hal inipun juga di
sepakati oleh orang anshar dengan bukuti sebuah perkataan; “bagi kami
seoarang pemimpin dan bagi kamu seoarang pemimpin” dari sekte ini juga
mengatakan bahwa jika Tuhan mengeluarkan seseorang dalam neraka maka Allah juga
akan mengelaurkan yang lainnya dalam neraka tetapi eroninya sekte ini mala ragu
bahwa jika seoarang ahli tauhid masuk neraka akan di keluarkan dari neraka.[39]
Ada
satu riwayat yang bersumber dari Muqail ibn Sulaiman; “Kemaksiatan tida akan
pernah mempengaruhi kadar iman seseoarang dan tauhid seseorang, oarang yang
mempunyai iman di dalam hatinya tidak akan pernah di masukkan Tuhan ke dalam
neraka” sekalian ada sebuah riwayat lain yang bunyinya berlawanan dengan
riwayat di atas tersebut bahwa; “seorang mukmin yang berbuat dosa akan masuk
ke dalam neraka dan di azab di atas shirat yang terbentang di atas neraka dan
merekapun mencium bau neraka, namun jika dosa yang meraka miliki sudah habis
maka mereka akan di masukan ke dalam surga” begitu juga bunyi nukilan dari
Bisyar ibn Gayath Al-Muraisi.[40]
Ada
yang mengatakan bahwa orang yang pertama kali menganut ajaran Murji’ah adalah
sosok yang bernama al-Hasan bin Muhammad ibn ‘Ali ibn Abi Thalib, dengan
argumentasi bahwa dia pernah menulis surat yang berisikan tentang penundaan masalah
iman dari segi perbuatannya.[41]
5. At-Tuminiyyah
Sempalang ini dipelopori oleh Abu Muaz At-Tumini, dengan doktrin yang
mereka yakini sebagai berikut; mereka mengatakan bahwa iman itu terpelihara
dari kekufuran, malahan mereka mengatakan bahwa iman itu berupa perbuatan yang
jika di tinggalkan maka orang tersebut akan menjadi kafir dengannya, oleh
karena itulah mereka mengatakan bahwa jika beriman itu harus berbentuk global
bukan hanya dalam sekala kecil saja,jika beriman dengan Allah maka tidak boleh
di tinggal beriman dnegan Nabi Muhammad begitu juga rukun iman yang lainnya,
jika ditinggalkan maka kan menjadi kafir,[42]
mengenai dosa besar ataupun dosa kecil mereka tidak sepakat apakah kadfir atau
fasiq, namun meraka sepakat bahwa pelaku dosa tersebut bisa dikatakan sebagai
orang yang berbuat maskiat.[43]
Mengenai
iman meraka mengatakan bahwa dalam iman terdapat unsur-unsur yang perlu di
pertegak baik dari segi tasdiq, makrifah, mahabbah dan juga iikhlas dan juga
mengakuidengan lisan terhadp apa saja yang tellah di sampaikan oleh Rasul.
Selain itu mereka juga megatakan bahwa setiap muslim yang tidak mengerjakan
sholat dan puasa maka langsung oorang tersebut di justifikasi sebgai orang yang
kafir, tetapi jika dia meninggalkan sholat dengan alasan-alasan tertentu
seperti qodho maka tidak dikatakan kafir. Selain itu mereka juga mengatakan
bahwa sisapa yang membunuh Nabi atau memukulnya itu juga tergolong sebagai
orang yang kafir, baik menghina atau memusuhi atau yang lainnya.[44]
Ada
sebuah perkataan yang menurut penulis ini sangat menarik untuk di katakan yaitu
perkataannya Bisyar ibn Al-Muraisi: “Iman adalah tasdiq dalam hati dan juga
lisan, yang namanya kafir adalah seseorang yang keras kepala dan juga inkar,
bahkan orang yang sujud kepada matahari, api, patung dan bulan mereka tidak di katakan
kafir, tetapi perbuatan merekalah yang termasuk tanda-tanda kekafiran”
6. Ash-shalihiyyah
Pelopor sempalang ini adalah Shalih ibn ‘Umar ash-Shalihi, Muh̲ammad ibn
Syu’aib, Abu Syamar dan juga Ghaila, dikatakan juga bahwa semua pelopor pada
sempalang ini adalah pengikut sekte Qadariyyah dan Murji’ah. Doktrinnya bahwa;
iman yang sebenar-benarnya adalah mengenal dengan Allah dan juga mengakui bahwa
Allahlah pencipta alam semesta ini, orang yang tidak tahu dengan Allah maka
orang itu adalah kafir, yang menarik adalah menurut sekte ini, orang-orang yang
mengatakan bahwa Tuhan itu tiga (trinitas) bukanlah kafir, tetapi ucapan
itu tidak akan pernah keluar kecuali dari orang kafir (sama saja toh hanya
permainan kata saja). Selain itu sempalang ini juga mengatakan bahwa
sebenar-benar makrifah dengan Allah adalah Tunduk dengan Allah.[45]
Iman
itu tumbuh berdasarkan pemberian Rasul, seseorang mungkin saja beriman kepada
Allah dan mungkin saja juga tidak beriman dengan Rasulullah secara akal, namun Rasulullah
pernah bersabada; “Barangsia yang tidak beriman denganku maka dia juga tidak
beriman dnegan Allah swt.” selain demekian ada juga doktrin dari sempakang
ini yang sangat menarik yaitu sholat itu bukanlah ‘ibadah, tidak terkecuali
terhadap orang yang beriman kepadanya secara benar di karenakan dia telah
mengenal dengan Tuhan, iman juga dikatan tidak akan bertambah dan tidak akan
berkurang, begitu juga kekafiran juga tidak bertambah dan juga tidak berkurang.[46]
Begitu
juga Abu Syamar tidak jauh beda dengan pendapat di atas selain mempercayai apa
yang belum datang dari Nabi dan jika datang dari nabi maka yakinkanlah dengan
lisan, dan makrifah dengan Allah dengan melihat keadilannya bahwa yang baik dan
buruk jangan di kaitkan dengan Allah.[47]
Ada sebuah info yang sangat menarik bagi kita pada sempalang kali ini, bahwa
Ghailan adalah penganut Qadariyyah maka itu dia mengatakan bahwa iman itu
adalah makrifah kedua setelah makrifah dengan naluri manusia sendiri.[48]
Pada akhirnya dia menyimpulkan bahwa makrifah itu ada dua; Pertama,
makrifah Fitriyah (Naluriyah) yaitu megathui bahwa bentangan alam yang
luas ini adlah ciptaanya termasuk dirinya dan juga binatang-binatang lainnya,
anehnya makrifah seperti ini tidak dikategorikan sebagai iman karena dia hadir
secara tidak sengaja sedangkan makrifah yang kedua ini berdasarkan rasio
empirik (Burhani) inilah yang disebut dengan iman.[49]
7. Al-Jahmiyah
Sempalang ini dipelopori oleh Jahm Ibn Safwan, sempalang ini mempunyai
sekte bahwa orang yang percaya dengan Tuhan lantas dia mengatakan kekafiran
secara lisan maka hukum bagi seseorang tersebut tidaklah kafir, argumennya
bahwa iman terletak dalam hati seseorang bukan terletak pada anggota tubuh yang
lain.[50]
Bukan hanya menyatakan secara lisan saja tetapi juga seseorang yang menyembah
berhala namun dalam hatinya beriman dengan Allah bukanlah dinyatakan kafir.
F. Kesimpulan
Dari ulasan mengenai Mu’tazilah di atas dapat
ditarik kesimpulan, ternyata; sekte Murji’ah muncul karena ada pergautan
politik antara kelompok mu’awiyyah dan ‘Ali, lantas lahirlah Syi’ah dan
Khawarij dan ditengahani oleh Murji’ah. Mengenai doktrin dari murji’ah adalah
siapa yang berbuat dosa besar bukanlah kafir, yang penting iman didalam hati,
iman lebih penting dibandingkan amal, memberi kesempatan bagi muslim yang lain untuk
bertaubat karena Allah maha pengampun, iman tidak bertambah dan tidak
berkurang. Inti dari ajaran murji’ah
yang paling utama adalah Iman yang terletak dalam hati merupakan sumber
pegangan mereka, sesorang boleh saja melakukan dosa besar lantas dia mati
kemudian dia akan masuk neraka dan akan di azab oleh Allah tetapi hanya
sebentar sesuai kadar dosanya asalkan ada iman di dalam hatinya.
Mengenai sempalang dari sekte Murjiah
sangatlah banyak, namun kesimpulan secara garis besarnya adalah Iman didalam
hati adalah figur utama untuk mencapai keselamatan yang haikiki di hadapan
Allah swt. dengan cara iman inilah mereka mengambangkan pemikiran-pemikiran
yang luas namun tidak kabur dari dasr sektenya sendiri yaitu Iman yang kuat,
ikhlas, dan rendah diri dengan Tuhan.
[2] Sebuah cerita yang sangat menarik mengenai sebuah cerita manusia yang
mencari hakikat Tuhan yang sebenarnya yang jauh sebelum abad 5000 SM, pada abad
ini pulalah umat manusia memaham abahw ada kekuatan yang lain dari dirinya
sendiri yaitu Animisme dan Dinamisme setelah manusia mulai
berpikir dengan rasionalnya setelah paham dengan situasikeadaan manusia pada
umunya maka mereka mengemukakan lagi dengan Pholitisme yang di yakini
oleh agama Hindu dengan berbagai macam Dewa-dewa (Brahmanisme), kemudian
pada abad ke 1500-1300 SM muncullah konsep ketuhanan yang satu (Monoteisme)
dengan agama yang di bawa oleh Nabi Musa dengan agama yang di sebut Yahudi
dengan Tuhan Yahwe (Esa) ketiga tingkatan pemahamanan manusia mengenai
tahap mencari Tuhan ternyata dapat dibuktikan melalui Situs-situs kuno,
peradaban China kuno, peradaban sungai Eufrat dan Tigris dan banyak lagi.
Lihat: Dedy Supriadi, Mustofa Hasan, Filsafat Agama, (Bandung: CV.
Pustaka Setia, 2012), h. 71-73. Selain argumen demikian manusia munculnya agama
juga di katakan oleh salah satu tokoh Antropologi Agama E.B. Tylor mengatakan
bahwa kesadaran manusialah yang membuat agama itu hadir dengan argumen bahwa
adanya roh dan alam selian alam manusia sendiri (Tuhan). Untuk lebih jelas
lihat: H. Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama, (Malang: UIN-Maliki Press,
2010), h. 44-45.
[5] Muh̲ammad ‘abdu al-Karȋm bin abi bakar ahmad al-Syahrastanȋ, Al-Milal
wa al-Nihal, (Libanon, Daru-al-fakr, 1997), h. 112.
[6] H. Hadariansyah, Pemekiran-pemikiran teologi Islam dalam Sejarah pemikiran Islam, (Banjarmasin:
Antasari Press, 2010), h. 58. Lihat juga: Muh̲ammad ‘abdu al-Karȋm bin abi
bakar ahmad al-Syahrastanȋ, Al-Milal wa al-Nihal, . . . h. 112. Dan:
Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan tasawuf, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1995), h. 33-34. Dan: H.M. Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam, (Bandung:
CV. Pustaka Setia, 1998), h. 159. Lihat juga: Abdul Razak, Rosihon Anwar, Ilmu
Kalam, ( Bandung: Cv. Pustaka Setia.2012), h. 56. Selain pendapat demikian
penulis juga menemukan sebuah perdapat yang sangat menarik yaitu Arja’a yang
menjdi dasar dari Murji’ah adalah sebuah paham yang berangkat dari
mendudi-dudikan beramal, yang penting niat sedangkanamal urusan belakangan.
Untuk lebih Jelas sialahkan lihat: tgk. H.Z.A. Syihab, Aqidah Ahlu-al-Sunnah
Versi Salaf, Khalaf, dan Versi Asy’Ariyyah di antara keduanya, (Jakarta:
Bumi Aksara, 1998), h. 71.
[7] Abdul Razak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, . . . h. 56.
[8] Untuk lebih jelas mengenai permasalahan perbedaan manusia dengan makhluk
ciptaan Tuhan yang lain, mari kita tengok beberapa cuplikan ayat Al-qur’an yang
menyinggung pada kasus ini. Lihat: (QS, 3: 164). (QS, 4: 165). (QS, 7: 52).
(QS, 7: 179). (QS, 13: 37). (QS, 17: 15). (QS, 17: 70). (QS, 25: 41-42). (QS,
64: 2-3). (QS, 95: 4-6). (QS, 98: 6-8). Kesemua ayat inilah manusia di tuding
sebagai makhluk yang mempunyai beban dasar sebagai makhluk yang sempurna yang
mampu memeikirkan baik dan buruk, sekarang dan masa depan, dari ayat-ayat di atas
pulalah manusa di jelsakan bahwa kecerdasan yang manusia miliki itu adalah butuh kinerja yang
maksimal, bukan hanya menunngu hidayah dari Tuhan tapi juga harus berusaha
mencari ilmu. Lihat: M. Brar Harun, sistematika Al-Qur’an dan Penjelasannya,
(Banjarmasin: PT. Garfika Wangi Kalimantan, 2007), hlm. 10-15.
[10] H. Sahilun A. Nasir, Pengantar Ilmu Kalam, . . . h. 138. Lihat juga:
Ahmad Amȋn, Fajr al-Islam, (Beirut: Dār al-Kitab al-‘Arabi, 1969), h. 279-280.
[17] H. Hadariansyah, Pemekiran-pemikiran teologi Islam , . . . h. 61.
Lihat juga: H. Sahilun A. Nasir, Pengantar Ilmu Kalam, . . . h. 145.
[19] H. Hadariansyah, Pemekiran-pemikiran teologi Islam , . . . h. 62.
Pemekiran seperti ini lantas dikatakan oleh H. Sahilun bahwa, seandainya konsep
Iman yang di katakan oleh sekte Murji’ah hanya diyakini dalam hati saja maka
apa bisa di katakan orang Yahudi dan Nasrani itu beriman, keran sebagaian
mereka juga ada yang memeprcanyai dengan Nabi Muhammad begitu juga nenek moyang
mereka yang mengetahui informasi tentang Nabi Muhammda darii Kitab taurat dan
Injil yang asli. Lihat: H. Sahilun A. Nasir, Pengantar Ilmu Kalam, . . .
h. 144.
[20] H. Hadariansyah, Pemekiran-pemikiran teologi Islam , . . . h. 62,
lihat juga: H. Sahilun A. Nasir, Pengantar Ilmu Kalam, . . . h. 142.
[22] Lihat: Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan tasawuf, . . . h. 34.
Lihat juga: Harun Nasution, teologi Islam, Aliran-aliran Sejarah Analisa
Perbandingan, (Jakarta; UI Press, 1986), h.
25.
[25] Ada perbedaan yang penulis temukan antara tulisan Abuddin nata dengan
Tulisan Harun Nasution, Abuddin mengatakan bahw
Jahm bin Safwan adalah pemimpin sekte ekstrim, dan di dukung juga oleh
tulisan H.M. Ahmad. Untuk lebih jelas Lihat: H.M. Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam, .
. . h. 160. namun jika di bandingkan dengan tulisan Harun maka Jaham dalah
sempalang dari sekte ekstrim dengan nama Al-Jahmiyah, lihat: Lihat juga: Harun
Nasution, teologi Islam, . . . h. 26. Dengan: Abuddin Nata, Ilmu
Kalam, . . . h. 35. Namun pendapat Harun Nasution didukung oleh tulisan Hadariyansyah, Teologi
Islam. Lihat: H. Hadariansyah, Pemekiran-pemikiran teologi Islam , .
. . h. 64. Namun jika ditinjau kembali dalam bukunya Abdul Razak, Rosihon
Anwar, Jahm bin Shafwan adalah sempalang dari sekete Ektrim, dengan nama Jahamiyah. Untuk lebih jelas lihat: Abdul
Razak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, . . . h. 61.
[27] H. Hadariansyah, Pemekiran-pemikiran teologi Islam , . . . h. 63.
Lihat juga: H.M. Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam,. . . h. 160.
[28]Kalo ditinjau secara global kemunculan sempalang dalam sekte Murjiah di
akibatkan karena perbedaan pemahaman saja, penulis makah ini menemukan beberapa
sempalang yang ada di dalam sekte Murji’ah, Murji’ah Khawarij, Murji’ah Qadariyyah,
Murji’ah jabbariyyah, Murji’ah Murni, Murji’ah Sunni, sedangkan dalam versi
lain di sebutkan: Al-jahamiyyah (Jahm bin Shufwan). Ash-Salihiyyah (Abu
Musa Ash-Shalahi). Al-Yunisiyyah (Yunus As-Samary). As-samriyah (Abu
Samr dan Yunus). Asy-Syaubaiyyah (Abu Syauban). Al-Ghalaniyyah,(Abu
Marwan Al-Ghailan bin Marwan al-Damsiqy). An-najariyyah (Al-Husain bin
Muhammad An-Najr). Al-Hanafiyyah (Abu Haifah Al-Nu’man). Asy-Syabibiyah, (Muhammad bin Syabib).
Al-Mu’aziyyah, (Mu’adz Ath-Thaumi).
Al-Murisyiyah, (basr Al-Murisyi). Al-karamiyah, (Muhammad
bin Karam As-Sijistany). Lihat: Abdul Razak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, .
. . h. 60. Namun penulsi hanya menemukan beberapa di antarany asaja yang cukup
jelas keterangnnya.
[29] Lihat juga: Harun Nasution, teologi Islam, . . . h. 27.
[30] Muh̲ammad ‘abdu al-Karȋm bin abi bakar ahmad al-Syahrastanȋ, Al-Milal
wa al-Nihal, . . . h. 112. Lihat juga: H.M. Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam,.
. . h. 160.
[31]Sujud di sini berarti menghormati dan
memuliakan Adam, bukanlah berarti sujud memperhambakan diri, karena sujud
memperhambakan diri itu hanyalah semata-mata kepada Allah. M. Quraish Shihab
dalam tafsirnya mengatakan bahwa; mengenai malaikat yang sujud ini ada
perbedaan pendapat, ada yangmengatakan bahwa hanya sebgaian saja malaikat yang
sujud sesuai tugasnya, dan ada juga yag mengatakan semunya, kalimat Iblis itu
di ambil dari kata bahasa arab “ablasa” yang berartikan “Putus asa” atau dari kata “balasa” yang arinya adalah
“Tidak ada kebaikan” yang kemudian di
beri nama dengan Azza’il (ketuadari para Malaikat) namun M. Quraish mengatakan
lagi yang snagat menarik bahwa kalimat illā pada penggalan ayat di atas
bukanlah berhakikatkan kecuali tetapi hakikat makna tersebut adalah tetapi,
seandainya di maknai dengan kecuali maka masih ada iblis yang sujud, tetapi
makna yang pas dalam ilmu sorof adalah kecuali dan ini menandakan bahwa iblis
bukannlah seoarang malaikat karena dia tidak sujud dalam kalimat illā tersebut.
Dengan keengganannyalah Iblis tidak mau sujud dengan Adam, dia merasa dia
adalah lebih baik dari adam, ini juga sebagai pelajaran bagi kita bahwa hormat
dengan orang yang lebih tua adalah salah satu kewajiaban manusia. Untuk lebih
jelas silahkan lihat: M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, pesan
kesan dan keserasian Al-Qur’an, jilid ke- 1, (Ciputat, Lentera Hati,
2000), h. 149-152. Sujut yang di lakuakan Malaikat bukanlah sujud penyembahan,
tetapi adalah sujut penghormatan, jangan salah artikan sujutnya Malaikat
sebagai sujut penyembahan. Lihat: ‘Aish al-Qarni, Tafsir Muyassar, (Jakarta:
Qisthi Press, 2007), h. 34. Ditambahkan lagi oleh Syaikh M. Abdul Aziz
Al-Khalidi bahwa jika seorang manusia menolak nash-nash yang bersumber dari
wahyu dengan argumentasi qiyas-qiyas maka orang tersebut adalah Iblis, maksut
qiyas di sini adalah qiyas yang rusak, qiyas yang bertentangan dengan norma
islam, rasio. Lebih jelas lihat: Syaikh M. Abdul Aziz Al-Khalidi, Adhwa’u
al-bayan, Tafsir Al-Qur’an dengan Teks Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Azzam,
2006), h. 168-169. Lihat juga: Muh̲ammad ‘Ali as-Subȗnȋ, Safwatu al-Tafāsȋr,
(Libanon: Daru al-fakr,1997), juz ke-1, h. 42.
[32] Muh̲ammad ‘abdu al-Karȋm bin abi bakar ahmad al-Syahrastanȋ, Al-Milal wa
al-Nihal, . . . h. 113. Lihat juga: H. Hadariansyah, Pemekiran-pemikiran
teologi Islam , . . . h. 65. Penulis juga menemukan antara Yunusiyyah dan
‘Ubudiyyah adalah sama ( satu Sempalang saja bukan dua) silahkan Lihat: Abdul Razak, Rosihon Anwar, Ilmu
Kalam, . . . h. 61.
[33] Muh̲ammad ‘abdu al-Karȋm bin abi bakar ahmad al-Syahrastanȋ, Al-Milal
wa al-Nihal, . . . h. 113.
[34] Muh̲ammad ‘abdu al-Karȋm bin abi bakar ahmad al-Syahrastanȋ, Al-Milal wa
al-Nihal, . . . h. 113.
[35] Muh̲ammad ‘abdu al-Karȋm bin abi bakar ahmad al-Syahrastanȋ, Al-Milal wa
al-Nihal, . . . h. 113. Lihat juga: H. Hadariansyah, Pemekiran-pemikiran
teologi Islam , . . . h. 65.
[36] Dalam buku Harun Nasution sekte ini di sebut juga dengan al-Khasaniyyah,
penulis coba teliti dari pemahaman yang ada di dalam doktrin dari sekte ini.
Untuk lebih jelas lihat: Harun Nasution, teologi Islam, . . . h. 27.
Lihat juga: H.M. Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam,. . . h. 160. Penulis juga
meneliti pada tulisan Abdul Razak, Rosihon Anwar, ternyata didalam buku beliyau
sempalang ini jugda di beri nama dengan Al-Hasaniyyah , berdasarkan
penelitian dari pemahaman doktrinya, lebih jelas lihat: Abdul Razak, Rosihon
Anwar, Ilmu Kalam Ilmu Kalam, . . .61.
[37] Lihat juga: H. Hadariansyah, Pemekiran-pemikiran teologi Islam , .
. . h. 65.
[38] Muh̲ammad ‘abdu al-Karȋm bin abi bakar ahmad al-Syahrastanȋ, Al-Milal
wa al-Nihal, . . . h. 113-114.
[39] Muh̲ammad ‘abdu al-Karȋm bin abi bakar ahmad al-Syahrastanȋ, Al-Milal
wa al-Nihal, . . . h. 115.
[40] Muh̲ammad ‘abdu al-Karȋm bin abi bakar ahmad al-Syahrastanȋ, Al-Milal wa
al-Nihal, . . . h. 115.
[41] Muh̲ammad ‘abdu al-Karȋm bin abi bakar ahmad al-Syahrastanȋ, Al-Milal wa
al-Nihal, . . . h. 115.
[42] Muh̲ammad ‘abdu al-Karȋm bin abi bakar ahmad al-Syahrastanȋ, Al-Milal wa
al-Nihal, . . . h. 116.
[43] Muh̲ammad ‘abdu al-Karȋm bin abi bakar ahmad al-Syahrastanȋ, Al-Milal wa
al-Nihal, . . . h. 116.
[44] Muh̲ammad ‘abdu al-Karȋm bin abi bakar ahmad al-Syahrastanȋ, Al-Milal wa
al-Nihal, . . . h. 116.
[45] Muh̲ammad ‘abdu al-Karȋm bin abi bakar ahmad al-Syahrastanȋ, Al-Milal wa
al-Nihal, . . . h. 116. Lihat juga: H. Hadariansyah, Pemekiran-pemikiran
teologi Islam , . . . h. 64.
[46] Muh̲ammad ‘abdu al-Karȋm bin abi bakar ahmad al-Syahrastanȋ, Al-Milal
wa al-Nihal, . . . h. 116.
[47] Muh̲ammad ‘abdu al-Karȋm bin abi bakar ahmad al-Syahrastanȋ, Al-Milal wa
al-Nihal, . . . h. 117.
[48] Muh̲ammad ‘abdu al-Karȋm bin abi bakar ahmad al-Syahrastanȋ, Al-Milal wa
al-Nihal, . . . h. 117.
[49] Muh̲ammad ‘abdu al-Karȋm bin abi bakar ahmad al-Syahrastanȋ, Al-Milal wa
al-Nihal, . . . h. 117.
[50] Harun Nasution, teologi Islam, . . . h. 26. Lihat juga: Abdul Razak, Rosihon Anwar, Ilmu
Kalam, . . . h. 61.
This post have 0 komentar
:) :( hihi :-) :D =D :-d ;( ;-( @-) :P :o -_- (o) :p :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ $-) (y) (f) x-) (k) (h) cheer lol rock angry @@ :ng pin poop :* :v 100