tarekat-tarekat di Banjarmasin

author photo March 15, 2013

A.      Pendahuluan
Dunia allah ciptakan dengan penuh kesempurnaan, baik dari aspek manusia hewan dan tumbuhan, tidak satupun dari semua ciptaanNya yang tidak mempunyai manfaat, khususnya manusia. Manusia Allah cipptkan dengan segala kesempurnaan, bai  dari aspek intelektual (Material) hingga supranatural (Metafisik). Dari sinilah Allah menghadirkan manusia di sertai dengan sebuah tujuan kehidupan, untuk apa dia di ciptkan, untuk apa dia di hidupkan, untuk apa dia di  ciptakan sebagai manusia. Jawaban inilah yang akan menjadi dasar pondasi bagi manusia untuk menjalani realita kehidupan  yang  berada di  depan mata.
Akal manusia merupan pijakan utama dalam perlayaran dunia yangdi latar belakangi dengan alat bantu; hati. Hatilah yang akanmenjadi tongkat disaat akal sedang terpuruk dalam kesalahan yang fatal. Perbedaan hati dan akal bukanlah menjadi perbinjangan yang rumit, tetapi hati dan akal mempunyai tujuan bersama yaitu untuk menjadikan rangka badan manusia tetap terarah dalam satu tujuan, kebaikan. Manusia di  cipakan bukan hanya seorang diri, oleh karena itula rasa sosial ada dalam pundak jiwa manusia, selain itu manusia tidak di ciptakan begitu saja, manusia mempunyai akal, dari  akal sinilah manusia berangkat untuk memaham untuk apa manusia di ciptakan?, jawaban yang paling ringkkas dan padat adalah untuk menyembah dazt yang telah menciptakan, siapa yang menciptakan? Tuhanlah yang menciptakan.
Tujuan utama manusia adalah menyembah Allah swt. dan dari sinilah manusia yang pada dasarnya di berikan akal untuk berpikir, maka manusiapun berpikir, siapa itu tuhan Allah? Dari sinilah lahir jawaban-jawaban yang sangat luas dan mendalam, baik dalam bidang teologi, filsafat, maupun sufisme. Ketika dalil-dalil yang berupa Ayat-ayat Qauliyah (Wahyu) maupun ayat-ayat Kauniyah (alam) menjadi dasar utama untuk merasionalkan siapa itu tuhan, maka teologilah yang bermain di dalamnya. Ketika itu suatu pemikiran dan sangat dalam yang menggunakan diantara alir pikir Irfani, Burhani, danbayani, maka, filsafatlah yang menjadi figur utama di dalamnya. Akan tetapi jika hati nurani di sertai dengan kebersihan jiwa dan hati yang di sertai dengan ibadah-ibadah yang sempurna, maka figur utama didalamnya adalah Sufisme.[1]
Sufi adalah gelar bagi seseorang yang sudah mengimplikasikan konsep ilmu dari tasawuf, tasawuf merupakan ilmu yang sangat penting bagi seseorang yang mempunyai iman, ajran tasawuf sendiri pada dasarnya di penuhi dengan amalam-amalan pembersih hati dan jiwa yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada raja metafisik (Tuhan). Ajaran tasawuf yang di kaitkan dengan amalam-amalam pada umumnya hanya di lakukan oleh orang yang memang pada dirinya tumbuh benih-benih cinta, iman yang kuat kepada sang pencipta,  selain itu tasawuf juga berbeda dengan filsafat.[2]
Kehidupan manusia bukanlah hal yang mudah semudah tuhan menciptakan alam, manusia hidup didunia harus mengikuti atur gerak main dari kausalitas alam sendiri_kena pisau, luka, dan yang lainnya. Begitu juga dalam ajaran tasawuf, tasawuf merupakan inti dari sumber kehidupan beragama yang pada hasil akhirnya adalah mendekatkan diri kepada sang pencipta dengan sedekat-dekatnya tanpa adanya pembatas. Ajaran tasawuf memerlukan anak tangga yang sangat panjang untuk mencapai puncak utama dalam inti ajarannya. Salah satu anak tangga yang berada di kawasan tasawuf adalah Tarekat.[3]
Tarekat merupakan salah satu anak tangga untuk mencapai tujuan utama yaitu Tuhan, tarekatlah sebagai jalan tersebut.[4] Denagan perkembangan yang sangat di minanti oleh para elit kerohanian.[5] Tarekat juga bisa di artikan sebagai jalan atau maqamat (Tingkatan) kedekatan diri  kepada Tuhan.[6] Berbagai macam tarekat yang telah hadir diantara realita kehidupan manusia sekarang yang bertujuan utama adalah untuk orang yang beriman  mempunyai kedekatan yang sebenarnya kepada Allah swt.  diantara tarekat tersebut adalah Naqsyabandiyah, Sammmaniyah, Tijaniah. Apa sebenaranya yang berada di balik ketiga Tarekat tersebut, siapa pendiri tarekat tersebut dan bagaimana cara ketiga tarekat itu untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.
B.     Tarekat Naqsyabandiyah
a.       Pendiri tarekat Naqsabandiyah
Pendiri tarekat Naqsyabandi[7] seorang pemuka Tasawuf terkenal yaitu Muhammad bin Muhammad Baha al-Din al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi[8] (717 H/1318 M-791 H/1389M), di lahirkan dari sebuah desa yang beranama Qashrul Arifah kurang lebih 4 mil dari kampung kelahiran Imam Bukhari yaitu Bukhara, beliyau berasal dari keluargaa dan lingkungan yang sangat baik, beliyau juga mendapatkan gelar Syah yang menunjukan bahwa beliyau adalah sosok yang ahli dalam bidang spiritual. Setelah beliyau di lahirkan maka langsung di bawa oleh ayahnya ke tempat Baba al-Samasi  yang di terima dengan gembira, di sanalah tempat menimba ilmu bagi beliyau, beiyau belajar tasawuf kepada Baba al-Samasi ketika sudah berusia 18 tahun. Setelah ilmu tasawufnya sudah mulai terasa, maka beliyau berlajar tarekat kepada seorang quthb di Nasaf yaitu Amir Sayyid Kulal al-Bukhari (w.772/1371).[9] Selain itu beliyau juga di puji ke ‘alimannya oleh salah seoarang Oreintalis yaituSnouck Hurgronje.[10]
Dari kulal inilah Naqsyabandi belajar terakat yang didirikannya, selain demikian Naqsyabandi juga mempunyai guru tarekat selain kulal yaitu al-Dikkirani selama satu tahun. Beeliyau ua pernah bekerja untuk Khalil sang penguasa Samarkand di perkirakan selama dua belas tahub setelah itu beliyau peri ke Ziwartum di sanala beliyau mengembala binatang ternak selama tujuh tahun dan tujuh tahun berikutnya beliyau ikut kerja dalam perbaikan jalan, disinilah beliyau mengasah rasa kasih sayang kepada manusia dan untuk memperkuat mistisnya[11] dalam hal pengabdian.[12]
Naqsybandi mengumukakan kisahnya:
ketika syaikh Muhammad al-Samasimeninggal dunia, aku  di bawa nenekku ke Samarkand, di situ aku di temukannya dengan seseorang yang sangat alim untuk meminnta restu semoga aku di doa’aknnnya. Keberkatan Alahamdulillah sdah kuperoleh, kemmudian aku di bawa ke bukhara dan nenekku mengawinkanku dengan seorang wanita, namun aku tetap bermukim di Qashrul ‘Arafah. Aku mendapat kabar bahwa syaikh Muhammad Baba al-Samasi telah berpesan kepada Sayyid Kulal agar mengajariku dan  mendidikku dengan baik. Sayyid kulal berjanji akan memenuhi amanah itu dengan menegaskan jika pesan itu tidak di laksanakannya maka dia bukanlah laki-laki. Dan ternyata janjinya itu terpenuhi”[13]
Naqsyabandi berhasil mencapai ilmu yang sangat tinggi dengan bantuan dua guru tersebut hingga beliyau mewarisi tradisi Khwajagan[14]. Beliyau sangat di hormati oleh para lapisan masyarakat dan bangsawan, tarekat beliyau sangat populer di daerah Asia Tengah. Suatu hari beliyau di tanya: kenapa anda tidak mempunyai budak  laki-laki ataupun budak perempuan? Jawab beliyau “rasa memiliki tidak mungkin bersatu dengan sifat kewalian” selain itu beliyau  juga sangat banyak memiliki murid, belyau sangat memperhatikan moral dan spiritual para muridnya tersebut dan tidak suka jika muridnya memiliki sifat yang bertentangan dengan hati nurani. Suatuhari beliyau meminta ma’af atas nama muridnya karena muridnya menggosokan wajah di  dinding rumah orang tersebut.[15]
Sehubungan dengan jalan mistis dan spiritual yang di  tempuhnya, Baba mengatakan bahwa ia berpegang teguh dengan jalan Nabi Muh̲ammad saw. dan para Sahabat,beliyau juga mengatakan bahwa mencapai keTauhidan itu mudah,  tapi mencapai Makrifat itu sulit karena adanya pengetahun dan pengalaman spiritual.[16]
b.      Penyebaran tarekat Naqsyabandi
Tarekat Naqsyabandi mempunyai pengaruh yang sangatv kuat di mata muslim di seluruh wilayah, berdirinya pertama kali Naqsyabandi di Asia Tenngah kemudian merambat  ke Turki, Suriyah, Afganistan, dan  India. Di Asia tengah bukan hanya di kota-kota yang berpenduduk mayoritas, akan tetapi Naqsyabandi sampai ke wilayah-wilayah terpencil hingga mempunyai Zawiyah (Pedepokan Sufi) dan  rumah peristirahatan Naqsabandi.[17]
Tarekat Naqsyabandi tersebar hingga keseluruh Provensi  yang berada di tanah Air, yakdi sampai  ke Jawa, Sulawesi Selatan, Lombok, Madura, Kalimantan Selatan, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan Barat, dan daerah-daerah lainnya. inilah satu-satunya yang terwakili hadir di antara masyarakat muslim mayoritas. Penyebaarann Tarekat yang mudah di  terima olh masyarakat awam pada umunya menimbulkan adanya variasi lokal, walau demikian tarekkat Naqsyabandi tetap hadir dengan nuansa aslinya.
c.       Teknik dan Ritual Tarekat Naqsybandi: Ajaran Dasar
Tarekat Naqsyabandi sama sperti tarekat-tarekat pada umumnnya mempunyai tempat peribadatan, latiahn spiritual dan ritual-ritual tersendiri. Naqsyabandi adalah  terekat yengterorgainisir yang tumbuh hampir selama enam abad dan dalam geografis mempunyai titi penyebaran dua benua, dari itulah wajar jika Naqsyabandi mmempunyai variasi yang berada di kawasan tersebut dan tahun tersebut.[18]
Menurut Muhammad Amin al-Kurdi dalam karyanya ‘Tanwȋr al-qulȗb yang terdiri  dari 11 ajran dasar; 8 asas di rumuskan oleh ‘Abd. alKhaliq Ghujdwani sedangkan 3 dasar yang lainya di rumuskan oleh Muh̲ammad Bahā al-Dȋn Naqsyabandi.  Ajaran dasar tersebut adallah:[19]
1.      Husy dar dam, “sadar sewaktu bernafas” atau bisa di katakan dengan latihan konsentrasi dalam selalu mengingat allah tatkala angin terkeluar dari nafas. Keluar nafas bukanlah keluar begitu saja, akan tetapi harsu di sertai dengan dzikir kepada Allah. Dalam dasar ini, ketika seseorang lupa dengan Allah, maka secara spontanitas dia akan jauh dari Alla, oleh karena itulah mengingat Allah di saat bernafas yang di sertai dengan hembusan angin yang diiringi dengan dzikir maka, akan selalu ingat dengan Allah.
2.      Nazhar bar qadam,  “menjaga langkah” seorang murid keika menjalani sulukk maka, dia harus menjaga langkah dengan cara menundukan kepalanya melihat kearah kaki, dan apabila duduk tidak memandang kekiri dan kekanan, dengan alasan bahwa ketiak sesorang menatap ukiran-ukiiran dunia maka dapat melalaikan dia kepada Allah swt. selain itu juga agar tidak menggangu konsentrasi terhadap langkah spiritualnya.
3.      Safar dan wathan, “melakukan perjalanannya di tanah kelahirannya” dengan maksut berhijrah dari sifat yang tercela hingga ke sifat yang terpuji.
4.      Kalwat dar anjuman, “sepi di tengah keramain” khalwat bisa di artikan dengan menyendirinya orang yang bertapa, sementara anjuman dapat di artikan dengan perkumppulan tertentu. Berkhalwat di bagi dalam dua bagian:
a.       Khalwat lahir, yaitu seseorang yang sedang bersuluk di  tempat-tempat sunyi dari bisingan-bisingan manusia.
b.      Khalwat batin, yaitu mata hati " menyaksikan kebesaran Allah disaat bergaul dengan makhluk.[20]
5.      Yād krad, “ingat atau menyebut” dalam konteks ini dzikir kepada Allah lah yang menjadi sub inti, baik zikir ism al-dzāt (menyebut Allah) maupun zikir nafi itsbat (menyebut la Ilāha ȋllā Allāh), bagi Naqsyabandi, zikir itu tidak terpaku pada kelompok jama’ah ataupun sendirian, akan tetappi intinya adalah terus-menerus untuk berzikir dan ingat kepada Allahh.
6.      Bāz Gash, “kembali” atau “memperbaharui” hal ini di lakukan untuk tetap menjaga hati dari hal yang menyimpang. Dan dalam konteks ini juga di lakukan untuk tetap menjaga hati, memperharui, agar mendapatkan kelembutan tauhid iman kepada Allah swt. Naqsyabandi juga mengajarkan sebuah doa di saat hendak memulai zikir (Ilāhi anta maqsȗdȋ wa ridhaka mathlȗbȋ)
7.      Nigāh Dasyt, “Waspada” yaitu para murid harus selelu waspada ketika melakukan zikir tauhit agar selalu terfokus kepada Allah swt. dan harus sesuai dengan makna sebenarnya dari kalimat tersebut. Sebuah motifaasii bagi kita dari Syaikhh Abȗ Bakr al-Kattanȋ. “saya menjaga pintu hati selama 40 tahun. Tidak kubukakan selain kepada Allah swt. sehingga jadilah hatiku tidak mengenal seorangpun selain Allah swt. sebagian ulama tasawuf juga mengatakan: “Kujaga hatiku selama sepuluh malam, maka, di jaganya aku selama dua puluh tahun”.
8.      Yād Dasyt, “mengingat kembali” bisa di katakan  dengan Tawajjuh (menghadapkan diri kepada Allah swt) dalam bagian ini seseorang harus mencapai maqam Fana.
Adapun tiga dasar yang lainnya dari prespektif Syaikh Bahā al-Dȋn Naqsyabandi adalah sebagai berikut:
9.      Wuquf zamani, “memeriksa penggunaan waktu” seseorang yang sedang bersuluk harus tetap mengatur waktu bagi drinya, setiap saat harus mengukur appakan dirinya tetap senantiasa ingat dengan Allah atau tidak.
10.  Wuquf ‘adali, “memeriksa hitunbgan zikir” .
11.  Wuquf qalbi, “menjaga hati agar tetap terkontrol” tetap fokus terhadap Allah swt.[21]
Pondasi Naqsyabandiah pada awalnya adalah zikir, dari zikirlah tarekat ini berangkat untuk mendekatkan diri kepada Allah hingga tidak ada jarak antaranya dan Allah swt. naqsyabandi mempunyai zikir tertentu yang di silsilahkan oleh Abd al-Khalik kepada Baha al-Dȋn[22] inilah zikir yang di sebut  dengan zikir Khafi. Selain itu Naqsyabandi membagi zikir denagn dua bahagian:
1.      Zikir Ism-dzat, “mengingat nama yang hakiki dengan cara menyebut nama Allah secara terus menerus.
2.      Zikir Tauhid, “mengingat keesaan Allah swt. zikir ini diiringi bacaan perlahan dan nafas yang diatur dalam kalimat lā ilāha illā allāh yang di sertai dengan zauq melalui washil badan lahiriyah sendiri, pertama bunyi di rasakan dari pusar terus merambat hingga ke ubun-ubun. Kedua, bunyi ilāha turun ke kanan dan berhenti di hujung bahu kanan. Ketiga, Bunyi illā turun dan terus ke bawah hingga ke jantung dan di bagian yjantung inilah kala Allāh terakhir di ucapkan dengan zauq yang luar biasa hingga kekuatan supranatural dari zikir tersebut terasa hingga badanpun terasa panas.[23]
Selain pada syarata-syarat di atas juga terdapat beberapa syarat ketika mejalani terakat di antaranya adalah: pertama, Puasa bicara, kedua,Puasa Melihat, ketiga,Puasa mendengar, keempat, Puasa mencium, kelima, Puasa Cita-rasa.[24]
Selain dua zikir diatas, naqsyabandi juga memiliki zikir yang merupakan zikir paling tinggi  tingkatannya; dinamakan dengan zikir latha’if,  zikir ini mengharuskan konsentrasi yang penuh dengan kesadaran spiritual yang tinggi (kesadaran dalam konteks Zauq bi allāh) hinga menimbulkan reaksi spontanitas pada jiwa, hilangya klesadaran karena sudah tenggelam dalam alam spiritual ketuhanan, pandangan terasa gelap, jiwa dan raga pindah ke suatu tempat yang mana di sana kita tidak dapat megontrol badan, rasa hilang, yang hadir hanya katakjuban atas rasa spiritual yang tinggi.[25] Berikut adalah  silsilah nama fdari Guru-guru Tarekat, guru terakat amatlah penting, karena dia adalah seoarang yang mengontrol muryd saat bertarekat.[26]
c.       Silsilah guru-guru Naqsyabanndiyah
Nabi Muh̲ammad saw.
Abu Bkr at-Shiddiq
Salman al-Fārisi
\Qāsim bin Muh̲ammad bin Abi Bakr al-Shiddiq
Ja’far al-Shiddiq
Abu Yāzid Thaifur al-bisthāmi
Abu ‘Ali al-Farmadni
‘Abu Ya’qȗb Yȗsuf al-Hamadāni
‘Abd. Al-Khāliq al-Gujdawani
“Arif al-Riwgari
Mah̲mud  Anjir Faghnawi
‘Azizan “Ali ar-Ramitani
Muh̲ammad Bana al-Samassi
Amir Sayyid Kulal al-Bukhara
Muh̲ammad Bahā al-Din Naqsyabandi[27]
C.     Tarekat Sammāniyah
a.       Pendiri tarekat Sammāniyah
Tarekat Sammāniyah didirikan oleh Muh̲ammād bin ‘Abd al-Kārȋm al-Madani al-Syāfi’ȋ al-Sammān[28] (1130-1189/1718-1775) beliyau dilahirkan di kota Madinah dari suku Quraisy.  Di kalangan pengikutnya beliyau lebih di kenal dengan sebuuah nama yang sangat populer yaitu Syaikh Sammān atau Muh̲ammād Sammān. Belyau adalah sosokj yang sangat di horamati di mata masyarakat, di karenakan mempunyai kelebiihan yang tidak dimiliki oleh orang lain, beliyau adalah sosok seoarang guru yang mengajar di Sanjariyah, selain itu di ceriatakan bahwa beliyau menghabiskan sisa hidupnya di kota Madinah dan tinggal di rumah khalifah pertama yaitu Abu Bakr al-Shiddȋq. [29]
Syaikh Sammān tidak hanya ahli dalam bidang ilmu tarekat, tetapi beliyau  juga ahli dalam ilmu-ilmu yang lain, dikerankan beliyau sangat banyak mempunyai guru. Baik dlam bidang fāqih ataupun ilmu-ilmu yang lainnya, selain itu ada salah satu guru yang inilah menjadi patokan beliyau dalah duinia tarekat, yaitu Syaikh Khālwatiyah pendiri tarekat Khalwatiyah,[30] setelah lama masa berlalu pada akhirnya Syaikh Samman juga membuka cabang dari tarekat Khalwatiyah dengan nama al-Muh̲ammadiyah, namun, Syaikh Samman tidak merobahnya sedikitpun.[31]  Masa-masa ini Syaikh Sammān masih sebagai pelajar, beliyau masih belajar berbagai macam ilmu, khususnya dalam dunia Sufi, Tarekatlah yang menjadi tonggal utamanya, pada waktu beliyau menyusun tarekat Khalwatiah, beliyau masih belajar berbagai macam tarekat seperti;Naqsyabandiyah, Qadariyah, Syāaziliyah,[32] Sykh Sammān merupakan sesorang yang sangat berbakat dan piyawai, ketika beliyau belajar dalam tarekat Qadariyah beliyau di beri gelar dengan Muh̲ammad bin ‘Abd al-Kārim Al-Qādiri Al-Sammān.[33]
Dari sinilah Syaikh Sammān mampu melahirkan kembali konsep dan amaliyah yang pernah dipelajari oleh beliyau dari berbagai macam tarekat semasa hidup beliyau. Penyaringan, dan pemilahanlah mitode yang beliyau kerjakan dengan  tambahn sedikit variasi (Qashȋdah) agar lebih sempurana dan pada akhirnya beliyau mamu mendirikan sebuah tarekat Sammāniyah.  Pada masalah meracik dalam sebuah tarekat itu bukanlah hal yang asing, karena pada mulanya hal tersbut bersumber dari Nabi, disinilah para ulama-ulama tarekat meperbaharui cara agarn para sufi yang masuk dalam tarekat tidak merasakan kebiosanan dalam memulainya seperti Syakih Ahmad Khatib Sambas yang berasal dari Kalimantan meracik tarekat dari berbagai macam aspek hingga menjadi nama tarekat  Qadariyah wa Naqsyabandiyah.[34]
b.      Cabang tarekat Sammāniyah
1.      Sammāniyaah-Naqsyabandiyah
Penggabungan antara dua tarekat ini bukanlah hal yang asing dan tabu dalam dunia spiritual, begitu juga dua tarekat ini. Tarekat ini di gabungkan oleh: Abdul Qadim, walaupun adanya poergabungan antara dua tarekat ini, tetap terakt Sammānlah yang paling berdampank khusunya dalam bidang zikirNya.[35]
2.      Khalwatuayh Sammān
Tidak jauh beda dengan tarekat Sammāniyah pada mulanya. Terkat ini merupakan hanya cabang dari terakat Sammāniayah, dikatakan bahwa pendirinyapun juga Syaikh Sammān sendiri.[36]
c.       Ritual Tarekat Sammāniyah:Prosesn Menjadi Anggota dan pokok ajran
Sebagaimana pada tarekat-terakat yang lain, dalam memasuki kunci hamba dengan Tuhannya, maka harus aada syarat-syarat yangwajib di lakukan terlebih dahulu, dunia spiritul memang berbeda dengan dunia material, tetapi dlam dunia material dalam konsp ini bisa di misalkan ke rasional; misal: jika ada sesorang yang hendak menemui seorang bosnya, maka apakan yang akan di lakuykan oleh seseorang tersebut, yang pastimnya adalah kebersihan pakayan dan yang lainnya. bergitu juga dalam dunia spiritual yang nisbahnya lebioh besar objek yang akan di temui. Ada beberapa kata kunci yang dimiliki oleh Sammniyah agar ketika seseorang masuk kedalam Tarekatnya mempunyai ketenangan jiwa spiritualnya. Sayratnya adalah:
1.      Jadikan badan seperti mayat terhadap guru (Syikh).
2.      Baiat (adanya perjanjian, Sumpah)
3.      Membaca Manaqib Syaikh Sammān[37]
4.      Ratib Sammān
5.      Zikir
Sementara ketika sudah selesai melakukan ritual-ritual tersebut, maka selanjutnya akan melaksanakan hal berikut dalam pokok-pokok ajan Syaikh Sammān:
1.      Tawassul
2.      Wah̲dad al-Wujud
3.      Nur Muh̲ammad
4.      Insal Kamil
5.      Syathāhat[38]
d.      Silsilah Tarekat Sammāniyah
Allah swt.
Nabi Muh̲ammad saw.
‘Amir al-Mukmin ‘Ali bin Abȋ Thalȋb
H̲asan al-Basrȋ
Quthb Al-Qawts H̲abib al-‘Ajami
Quthb Daud Al-Tai
Abȗ al-Mā’rȗf al-kaarkhȋ
Khān Sirriȋ Al-Saqathi
Sayyid al-Thāifah Junayd Al-Baghdādȋ
‘Imādul al-Alwi al-Dainȗrri
Muh̲ammad bin Abdillah al-Bakri al-Shiddiki
Quthbb al-Dȋn Muh̲ammad al-Tabrizi
Mullah Jamāl al-Dȋn Ah̲mad Al-Tibrizi
Ibrāhim ‘Abd Allah Muh̲ammad al-Syarwani
Quthb al-Zamani Mulānā Affandi Umar al-Khalwatȋ
Muh̲ammad ‘Amir Umm al-Khalwati
Ism al-Dȋin al-Khalwati
Ayhr al-Dȋin al-Madani
Muh̲ammad al-Anja’i
Al-Syahir al-majal al-Khalwati
Khayli Salmān al-Aqra’i
Qahr al-Din al-Qastamuni
Muhyi al-Dȋn al-Qastamuni
Sayyid ‘Amru al-Fuadi
Ismail al-jayruni
‘Affandi Al-Qurbasyi
Muh̲ammmad Mustafa al-Qadi al-Darnawi
‘Abd al-Latif al-Khalwati
Maulana Mustafa al-Bakri
Muh̲ammad bin ‘Abd al-Karȋm Al-Sammān Al-Madanȋ

D.     Terakat Tijāniyah
a.       Pendiri tarekat Tijaniyah
            Sebagaimana pada terekat sebelumnya ada mempunyai data stuktur baik  dari pendiri maupun dari silsilahnya, bergitu juga tarekatTijāniyah ini. Pendiri  tarekat ini adalah Sayikh Ah̲mad bin Muh̲ammmad al-Tijāni (1150-1737H/1737-1815M) beliyau di lahhirkan di ‘Ain al-Madi setelah beliyau berusia 80 tahun maka beliiyau wafat di Fez, Maroko.[39] Pandangan para Tijājinah ataupun dari sisi masyrakat yang kenal dengan beliyau, beliyau adalah seorang Wali besar Allah (al-Quthb al-‘azham),[40] di  karekan beliyau mempunyai karamat yang luar biasa.[41]  Selain itu beliyau juga dikatakan sebagai keturunan dari Rasulullah saw.[42]
            Banyak sekali pernyataan-pernyataan yang di utarakan oleh para wali Allah untuk membuktikan bahwa Syaikh Ahmad ini benar seorang Wali Allah, di antaranya adalah wali Syaikhh Abu al-‘Abbās Ah̲mad bin ‘Abdullah al-Hinȋ mengatakan “engkau adalah pewaris ilmuku dan engakau adalah wali Quthb yang menyeluruh (Quthb al-Akwān).[43]
            Syaikh Ah̲mad bin Muh̲ammmad al-Tijāni melakukan perkunjungan-perkunjungan ke temappat para  wali-wali besar pada zamannya,  salah satunya di tempat wali besar Abi Samgun, beliyau menceritakan bahwa Ah̲mad bin Muh̲ammmad al-Tijāni pernaha ada suatu hal yan terjadi pada beliyau khususnya dalam dunia spiritualnya yaitu  al-Fath Akbar (terbukanya pintu  martapabat tertinggi dalam kewaliyan)  beliiyauu bertemu dengan Rasulullah[44] dalam keadaan sadar, selain itu beliyau juga di ajarkan talqȋn oleh Rasulullah (Pengajaran) yaitu:
1.      Istigfar 100 kali
2.      Shalāwat 100 kali
3.       Surah al-Ikhlās
4.      Zikir (La ilāha illā Allah) 100 kali[45]
            Ajaran yang telah di berikan oleh Rasulullah secara langsung inilah yang menjadi dasar dari ajaran Tarekat Tijāniyah, dengan berppondasikan seorang pemimpin yang secara spiritual telah bertemu dengan Rasulullah maka, dengan pula tarekat ini banyak yang berminat untuk memasukinya, ajaran yang telah di barikan kepada Ah̲mad bin Muh̲ammmad al-Tijāni menjadikan derajat wirit ini di utamakan dari wirid wali-wali yang lain Rasulullah bersabda;
 tak ada karunia nbagi makhluk punn dari guru-guru tarekat atas kamu. Akulah perantaramu an pembimbingmu dengan sebenarnya. Tinggalkanlah semua tarekat yang pernah kau  ambil, tekunilah tarekat ini tanpa bersembunnyi dan menghindar dari orang lain, hingga kau mencapai derajat yang telah di janjikan kepadamu, kau tetap berada di maqam-mu tanpa mengalami kesuliitan dan kesempitan dan tanpa keseusahan dan kepayahan. Tinnggalkanlah para wali yang lain”[46]
            Tarekat Tijaniyah bukanlah tarelat satu-satunya yang berdiri dari sitem barzakhi (Bertemu Rasulullah)  tetapi tarekat yag lainnya juga berdiri atas asas seperti ini, kecuuali tarekat Qadariyāh di karenakan terekat ini bersambung kepada Rasulullah melalui perantara sayyidina Ali.[47] perkembangan Tarekat Tijaniyah yang semakin hari semakin di minati oleh para masyarakat baik itu di tempat  kelahirannya maupun di temapt pperkembangannya, tetapi, setelah sekian lama Tarekat Tijaniyah berkembang munculah kontroversi antara Tarekat lain dengan tarekat Tijaniyah yang berawal dari murid Tijani sendiri tentang kewalian Ah̲mad bin Muh̲ammmad al-Tijāni bertemu dengan Rasulullah saw. selain itu ada sikaf ekslusif yang mel;arang murid-muridnya untuk berziarah ke maqam para wali-wali.[48]
b.      Amalam Tarekat Tijanyāh
1.      Wirid Wajib
            Wirid wajib meruapakan wirid yang sangat di anjurkan oleh para murid dalam Tarekat ini. Wajib secara individu dengan adanya ketentuan-ketentuan ini maka, disinilah tata letak sah atau tidak sahnya wirid seorang murid dalam konsep Tijaniyāh bentuk dan aturan dari wirid wajib ini terbbahagi menjadi tiga:
a.       Wirid lāzimiah
            Wirid ini harus di kerjakan tiap hari (muali subuh hingga duha dan sore setelah solat ashar) dan di lakukan secara individu dengan bacaan yang tidak keras.[49] Wiridnya adalah;
1.      Membaca hadaratb (tawasul)  kepada Rasulullah dan Al-Fatihah 1X
2.      Membaca hadaratb (tawasul)  kepada Ah̲mad bin Muh̲ammmad al-Tijāni dan Al-Fatihah 1X
3.      Membaca hadaratb (tawasul)  kepada para silsilah Terakt Tijaniyāh dan Al-Fatihah 1X
4.      Membaca Khutbah Muqaddimah
5.      Niat
6.      Membaca ta’audz 1x
7.      Membaca shalawat al-Fāatih li mā uhgliq 1x
8.      Membaca tasbȋh, salām, dan tahmȋd 1x
9.      Membaca istigfār 100x
10.  Membaca shalawāt 100x
11.  Membaca tasbȋh, salām, dan tah̲mȋd 100x
12.  Membaca tahlil 99x dan di lanjutkan dengan La ilāha illa allah Muh̲ammad Rasulullāah salāmullah (di pannjangkan bacaanya)
13.  Membaca  ta’awuzd dan al-fatihāh 1x
14.  Membaca shalawat al-Fātih̲ li ma ughliq 1x
15.  Membaca ayat shalawat
16.  Do’a[50]
b.      Wirid wazhifah
            Wirid ini juga tidak jauh beda dengan wirid sebelumnya bahwa di baca [pada wakti pagi dan sore,  maka jika seorang murid lalai dalam mengerjakannya maka seorang murid tersebut wajib mengerjakannya di lain waktu,[51] dengan isi wiridnya sama dengan Lāzimȋyah.
c.       Wirid hailalah
            Wirid yang di baca secara berkumpul.
2.      Wirid ikhtiāriyah
            Wirid yang tidak ada hukum wajib dalam syarat pada tarekat ini, selain itu juga bukan sebagai ukuran bahwa sah atau tidaknya seseorang untuk berTijani dalam dirinya.
Syaikh
Di dalam tarekat Tijaniyāh ada mempunyai stuktur dalam ketarekatan tersebut berikut adalah gambaran secara umum mengenai stuktur tersebut:[52]
Murid
Murid

Murid

Muqaddam
Ikhwān

Ikhwān

Ikhwān

Ikhwān
Murid

Murid

Khalifah
 



















Kesimpulan
            Dari beberapa urain di atas mengenai Tarekat dapat di tarik kesimpulan ternyata tarekat adalah jalan orang-orang sufi untuk mendekatkan dirikepada Allah swt. dalam aspek spiritual yang berpondasikan amalan-amalan berupa wirid-wirid dan zikir-zikir yang mempunyai silsilah dengan Rasulullah saw. bai dari tarekat Naqsyabandiyah (Muhammad bin Muhammad Baha al-Din al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi, 717 H/1318 M-791 H/1389M) atau Sammaniyāh (Muh̲ammād bin ‘Abd al-Kārȋm al-Madani al-Syāfi’ȋ al-Sammān, 1130-1189/1718-1775) dan tarekat Tijaniyāh (Sayikh Ah̲mad bin Muh̲ammmad al-Tijāni, 1150-1737H/1737-1815M).
            Tarekat bukanlah hal yang asing dalam dunia sufi. Tujuan sufi adalah untuk dekat dengan Allah swt. dengan itu pula jalan untuk mendekatkannya adalah dengan tarekat. Ketika seseorang sedang memasuki tarekat maka hal yang paling utama untuk mendapatkan hasil dari tarekat itu dengan menjaga adab dengan Syaikh (Guru), patuh dengan apa yang di perintahkan oleh guru adalah hal yang paling utama di saat menjalani tarekat. Selain itu di dalam tarekakat juga mempunyai struktur atau syrat-syarat yang telah di berikan oleh Syaikh kepada muryd agar di laksanakan dnegan sepatuh-patuhnya.
            Memang pada dasarnya pandangan oarang awam mengenai tarekat ini sedikit aneh, di karekan ada sisi sufistik dan spiritual yang hanya mampu di rasakan oleh orang yang mendapatkan hidayah dengan sebab ke seriyusannya menjalani hal tersebut, oleh karena itulah inilah hakikat kehidupan yang mampu meluruskan kaki kita di mana mata sudah tak mampu membuka, nafas sudah berhenti bertiup, amalaiyah kitalah yang menjembatani hal-hal tersebut. Karena  amallah seseorang bisa di angkat derajatnya disisi Allah swt. mudah-mudahan kita mampu mengamalkan apaapa yang sudah kita ketahui dengan sebaik mungkin.









DAFATAR PUSTAKA

 A. R. Gibb et al, (ed), (1991), Shorter Encylopedia Of Islam, Leiden-New York: E’.J. Brill.
Ali Harazim, (1948), Jawāh̲ir al-Masyarākat ānȋ wa Bulȗgh al-āmani, Madinah: Maktabah al-‘Abd al-Gani.
Azyumardi Azra, (2003),  jaringan Ulama Timur Tengah Kepulaun Nusantara Abad XVII & XVIII, Akar Pembaruan Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada.
Carl W. Ernst, (2003), The Shambha Guideto Sufiism, Terj:  Arif Anwar, Ajaran dan Amaiyah Tasawuf, Yogyakarta; Pustaka Sufi.
Hj.Sri Mulyani, (2004),  Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta: Prenada Media.
John L, Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, Bandung: Mizan.
K. Permadi, (1997), Pengantar Ilmu Taswuf, Rineka Cipta.
K.A. Nizami, Sayyid Hossein Nasr (Ed), 1997, Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam: Manifestasi, Bandung: Mizan.
K.H.Badruzzaman, Risalālah Silk as- Sunni, Manuskrip, garut: Pesantern Al-Falah, Biru.
M.Muhsin Jamil, (2005), Tarekekat dan Dinamika Sosial Politik, Tafsir Sosial Sufi Nusantara, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Martin van Bruinessen, (1999), Kitap Kuning, Pesantren, Tarekat: Tradisi Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan.
Martin Yan Bruinessen, (1999),  Kitap Kuning, Pesantern dan Tarekat, Bandung: Mizan.
Muh̲ammad al-‘Arabi at-Tijani, (1983),  Bugyah a;-Mustafȋd: Syarah Munyah al-Murid, Beirut: Dar al-Fikr.
Muhammad Amin Kurdi, Tanwir al-Qulub, Kairo.
Muh̲ammad bin ‘Abd Allah at-Tasfāwi, Al-Fath̲ ar-Rabbānȋ Fi Masyarakat Yahtaj ȋlah al-Murid at-Tajānȋ, Surabaya: Sa’id Nabban.
Muh̲ammad Yusuf an-Nabhani, Hujat Allah ‘ala al-‘alamȋn, Beirut: Daru al-Fikir.
Murtadha Mutharri, (2002),  Mengenal tasawuf, Jakarta: Pustaka Zahra.
Rahmad Jalaluddin, (1999),  Reformasin Sufistik, Bandung: Pustaka Hidayah.
Ridha Ahida, (2009), Tasauf Kontemporer, Prespektif Fazlurragman, Yogyajarta: Interpena.
Syed M.Zauqi Shah, Jalan Menuju Taswuf, Yogyakarta: Sahara.
Yusuf Bin Ismail al-Nabhani,  (1978), Jāmȋ’ Karāmati al-Awliyā, Beirut: Maktabah al-Syabi’ah.








[1] Syed M.Zauqi Shah, Jalan Menuju Taswuf, (Yogyakarta: Sahara, tth.),. 51-53.
[2] Ridha Ahida, Tasauf Kontemporer, Prespektif Fazlurragman, (Yogyajarta: Interpena, 2009),. Hlm. 25.
[3] K. Permadi, Pengantar Ilmu Taswuf, (Rineka Cipta, 1997),. 54-55.
[4] Ridha Ahida, Tasauf Kontemporer, . . . . . .Hlm. 114
[5] M.Muhsin Jamil, Tarekekat dan Dinamika Sosial Politik, Tafsir Sosial Sufi Nusantara, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),. Hlm. 45.
[6] [6] M.Muhsin Jamil, Tarekekat dan Dinamika Sosial Politik, . . . . . . Hlm. 47. Dan lihat juga: Murtadha Mutharri, Mengenal tasawuf, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2002),. Hlm. 18-20.
[7] Nama Naqsabandi sendir di ambil dar nama pendirinya Baha al-Din Naqsyabandi. Dalam dunia tarekat telah di akui bahwa penndiri tarekat adalah tokoh-tokoh yang mensistematisasikan ajran-ajaran-ajrann, mitode, dan amalam secara ekssplesit tarekat tersebut.
 Satuhal yang perlu di garis bawahi bahwa, tokoh-tokoh tarekat tersebut bukan orang yang menciptkan tarekat tersebut, melainkkan hanya mengolah ajaran-ajran yang telah di turunkan kepadanya melalui ijazah yang sampai kepada Nabi.
[8] Naqsabandi secara Harfiyah berarti “Pelukis,  Penyulam dan penghias”  jika nenek moyang mereka seorang penyulam, maka, nama itu merupakan nama dari profesi keluarga, jika tidak, kemungkinan besar maksutnya adalah melukis nama Allah di dalah hati dengan seindah-indahnya agara kekal abadi.
[9] Hj.Sri Mulyani, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2004),. Hlm. 89.
[10]  Martin Yan Bruinessen, Kitap Kuning, Pesantern dan Tarekat, (Bandung: Mizan, 1999),. Hlm. 315.
[11] K.A. Nizami, Sayyid Hossein Nasr (Ed), Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam: Manifestasi, (Bandung: Mizan, 1997),. Hlm. 222.
[12] Hj.Sri Mulyani, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat . . . . . . Hlm. 90.
[13] Yusuf Bin Ismail al-Nabhani, Jāmȋ’ Karāmati al-Awliyā,(Beirut: Maktabah al-Syabi’ah, 1978),. Hlm. 240.
[14] Dibaca (Khojagan)
[15] Hj.Sri Mulyani, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat . . . . . . Hlm. 91.
[16] Hj.Sri Mulyani, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat . . . . . . Hlm. 91.
[17] John L, Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, (Bandung: Mizan, ttp),. Hlm. 154.
[18] Hj.Sri Mulyani, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat . . . . . . Hlm. 102.
[19] Hj.Sri Mulyani, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat . . . . . . Hlm. 103.
[20] Hj.Sri Mulyani, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat . . . . . . Hlm. 104.
[21] Hj.Sri Mulyani, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat . . . . . . Hlm. 105.
[22] Lebih jelas dapat dilihat dari tabell silsilah tarekat Naqsyabandi.
[23] Untuk lebih jelas lihat: Muhammad Amin Kurdi, Tanwir al-Qulub, (Kairo:ttp, 138),. Hlm. 511.
[24] Rahmad Jalaluddin, Reformasin Sufistik,( Bandung: Pustaka Hidayah, 1999),. Hlm. 258-259.
[25] Hj.Sri Mulyani, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat . . . . . . Hlm. 107-109.
[26] M.Muhsin Jamil, Tarekekat dan Dinamika Sosial Politik, . . . . . . Hlm. 49. Lihat Juga: Carl W. Ernst, The Shambha Guideto Sufiism, Terj:  Arif Anwar, Ajaran dan Amaiyah Tasawuf, (Yogyakarta; Pustaka Sufi, 2003),. Hlm, 153-155.
[27] Hj.Sri Mulyani, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat . . . . . . Hlm. 114.
[28] Beliyau adalah seorang seorang wali Qutub di zamannya, sering masyarakat muslim membaca sebuh manaqin yang berisikan tentang beliyau. Beliyau adalah seorang yang zuhud, wara, qana’ah dan sangat alim baik di bidang intelektual maupun di bidang spiritual, lkhususnya dengan Allah swt.
Untuk lebih sempurna silahkan buka Kitab Manāqin Muh̲ammad Sammān,atau Manaqib Syaikh Al-Walȋy Al-Syāhȋr Muh̲ammad Sammmān.
[29] Untuk lebih jelas Lihat: Azyumardi Azra, jaringan Ulama Timur Tengah Kepulaun Nusantara Abad XVII & XVIII, Akar Pembaruan
Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada, 200
[30] Untik lebih jelas Lihat: Martin van Bruinessen, Kitap Kuning, Pesantren, Tarekat: Tradisi Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan,  1999),. Hlm. 56.
[31] Azyumardi Azra, jaringan Ulama Timur Tengah, . . . . . . Hlm. 160.
[32] Tarekat Syizȋliyah sangat masyhur dengan Hizib-hizibNya.
[33] Hj.Sri Mulyani, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat . . . . . . Hlm. 182-183.
[34] Martin van Bruinessen, Kitap Kuning, Pesantren, Tarekat, . . . . . . Hlm. 57.
[35] Hj.Sri Mulyani, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat . . . . . . Hlm. 197-198.
[36] Hj.Sri Mulyani, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat . . . . . . Hlm. 198-200.
[37] Suarat yang ketiga ini hanya muncul jauh sesudah pendiri tarekat (Syaikh Sammān) pergi ke sisi Allah.
[38] Hj.Sri Mulyani, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat . . . . . . Hlm.200-2012.
[39] Untuk lebih jelas Lihat: H. A. R. Gibb et al, (ed), Shorter Encylopedia Of Islam, (Leiden-New York: E’.J. Brill, 1991),. Hlm. 592-594.
[40] Hj.Sri Mulyani, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat . . . . . . Hlm. 217-218.
[41]Orang-orang sufi mengatakan bahwa karamat adalah sesuatu yang luar biadsa luput dari hukum kausalitas, derajat karamat hanya di dapat oleh seorang Wali Allah saja. Lihat: Muh̲ammad Yusuf an-Nabhani, Hujat Allah ‘ala al-‘alamȋn, (Beirut: Daru al-Fikir, tth),. Hlm. 10.
[42] Untuk lebih jelas Lihat: Muh̲ammad bin ‘Abd Allah at-Tasfāwi, Al-Fath̲ ar-Rabbānȋ Fi Masyarakat Yahtaj ȋlah al-Murid at-Tajānȋ, (Surabaya: Sa’id Nabban, tth.),. 7. Dan lihat:  Martin Yan Bruinessen, Kitab Kuning, . . . . . . Hlm. 321-327.
[43] Untuk  lebih jelas Lihat: Muh̲ammad al-‘Arabi at-Tijani, Bugyah a;-Mustafȋd: Syarah Munyah al-Murid, (Beirut: Dar al-Fikr, 1983),. Hlm. 158-174. Dan lihat: ‘Ali Harazim, Jawāh̲ir al-Masyarākat ānȋ wa Bulȗgh al-āmani, (Madinah: Maktabah al-‘Abd al-Gani, 1948),. Hlm. 24-44.
[44] Dalam dunia tasawuf vbertemu dengan rasulullah walaupun neliyau sudah wafat itu  tidak mustahil.
[45] Hj.Sri Mulyani, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat . . . . . . Hlm. 219.
[46] Hj.Sri Mulyani, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat . . . . . . Hlm. 220.
[47] K.H.Badruzzaman, Risalālah Silk as- Sunni, Manuskrip, garut: Pesantern Al-Falah, Biru, tth),. Hlm. 5.
[48] Hj.Sri Mulyani, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat . . . . . . Hlm. 227.
[49] Hj.Sri Mulyani, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat . . . . . . Hlm. 236.
[50] Hj.Sri Mulyani, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat . . . . . . Hlm. 237.
[51] Hj.Sri Mulyani, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat . . . . . . Hlm. 237.
[52] Hj.Sri Mulyani, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat . . . . . . Hlm. 247.

This post have 0 komentar


:) :( hihi :-) :D =D :-d ;( ;-( @-) :P :o -_- (o) :p :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ $-) (y) (f) x-) (k) (h) cheer lol rock angry @@ :ng pin poop :* :v 100

Next article Next Post
Previous article Previous Post