hati nurani

author photo May 13, 2012

A.    PENDAHULUAN
Manusia diciptakan Tuhan dengan beberapa unsur, yaitu jasmani dan rohani. Dalam tubuh manusia ada terdapat segumpal daging, jika ia baik, maka baiklah seluruh kepribadian seseorang tersebut. Dan jika ia rusak, maka rusak pula seluruh kepribadiannya. Segumpal daging itu adalah hati.
Seorang yang memiliki hati harus mendengarkan suara hati nuraninya, karena hati nurani tidak pernah bohong. Dan jika ia tidak mendengarkannya, maka ia akan menyesal terhadap apa yang telah diacuhkannya.
Hati nurani memang terdapat pada dalam sanubari seseorang. Ketika hati seseorang suci, bersih dari segala penyakit-penyakit yang membuat hati gelap, ia melakukan kebaikan terasa nyaman, nikmat dan ringan. Dan sebaliknya, jika hatinya terisi dengan salah satu penyakit saja, maka segala apa saja yang dilakukannya akan terasa berat.
Semua orang pasti mempunyai hati nurani, hati nurani tidak pernah bohong atau salah, yang jadi permasalahan adalah, kenapa banyak orang yang masih melakukan kejahatan, kriminal, keburukan dan perbuatan yang keji, padahal ia memiliki hati nurani?. Apakah ia sudah mendengarkan suara hati nuraninya sendiri?
Beberapa masalah tersebut akan kita bahas dalam makalah ini, agar seseorang mengetahui dan mengenal hati nuraninya sendiri.
B.     PENGERTIAN HATI
Kata hati dalam bahasa Arab ialah al-qalbu, yang memiliki makna membalik, karena sering kali hati itu berbolak-balik, kadang senang kadang sedih, kadang setuju dan kadang menolak. Qalbu amat berpotensi untuk tidak konsisten.[1] Al-Qur’an pun menggambarkan demikian, ada yang baik dan juga sebaliknya. Seperti firman-firman Allah SWT:

¨bÎ) Îû y7Ï9ºsŒ 3tò2Ï%s! `yJÏ9 tb%x. ¼çms9 ë=ù=s% ÷rr& s+ø9r& yìôJ¡¡9$# uqèdur ÓÎgx©
Artinya: Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.[2]
$oYù=yèy_ur Îû É>qè=è% šúïÏ%©!$# çnqãèt7¨?$# Zpsùù&u ZpuH÷quur
Artinya: dan kami jadikan dalam hati orang- orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih saying.[3]
É)ù=ãZy Îû É>qè=è% šúïÏ%©!$# (#rãxÿx. |=ôã9$# !$yJÎ/ (#qà2uŽõ°r& «!$$Î/ $tB öNs9 öAÍit\ム¾ÏmÎ/ $YZ»sÜù=ß
Artinya: Akan kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu.[4]
£`Å3»s9ur ©!$# |=¬7ym ãNä3øs9Î) z`»yJƒM}$# ¼çmuZ­ƒyur /ä3Î/qè=è%Îûö
Artinya: Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu.[5]
Dari ayat-ayat tersebut sudah nampak bagi kita bahwa hati itu tempat pelajaran, takut, rasa santun, keimanan, kasih sayang dan cinta.
Qolbu (hati) adalah dari hati nurani atau lubuk yang paling dalam, yang merupakan sarana terpenting yang telah dikaruniakan Allah kepada manusia. Hati adalah tempat bersemayamnya niat, yakni yang menentukan nilai perbuatan seseorang berharga atau sia-sia, mulia atau hina. Niat ini seterusnya akan diproses oleh akal pikiran agar jadi lebih efektif dan efesien oleh jasad kita dalam bentuk amal perbuatan.
Hati adalah satu bagian rohani yang kerjanya memahami sesuatu.[6] Bisa juga disebut dengan lathîfah, yang artinya lembut.
Hati terbagi menjadi dua bagian, yaitu: fisik dan nonfisik
1.      Hati dari segi fisik ialah bagian tubuh manusia yang sangat penting, karena menjadi pusat aliran darah keseluruh tubuh.
2.      Hati nonfisik ialah sesuatu yang lembut yang berasal dari Tuhan dan bersifat rohani.
Yang pertama, segumpal daging yang istimewa, di dalamnya terdapat rongga yang berisikan darah, itulah sumber dan pusat dari ruh. Dan ia berasal dari yang mengetahui yang gaib dan yang nampak.[7] Inilah yang membedakan antara manusia dan binatang, bahwa binatang juga memiliki hati, namun binatang tidak bisa mengetahui yang gaib.
Makna yang kedua adalah rasa ruhaniah yang halus yang berkaitan dengan hati dari segi fisik, dan perasaan halus itu adalah hakikat dari manusia, ialah yang tahu, mengerti dan paham.
Adapun makna hati nurani secara harfiyyah adalah dua cahaya, yaitu cahaya Allah SWT dan cahaya Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, hati nurani seseorang sangat mencintai keindahan dan kesucian. Hati nurani juga dikatakan fitrah, yang berarti kesucian.

C.     SUARA HATI NURANI
Berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an, hati manusia itu mempunyai dua jenis pintu: pintu yang pertama yaitu pintu yang ke dalamnya masuk cahaya Tuhan (Nûr Rabbâniî), pintu yang kedua adalah pintu yang ke dalamnya masuk setan.[8] Sedangkan pintu setan sangat banyak di dalam hati manusia, jika ia lalai atau lengah maka setan akan memasuki pintu di dalam dirinya.
Hati nurani atau fitrah dalam bahasa Al-Qur’an dapat menjadi ukuran baik dan buruk karena manusia diciptakan oleh Allah SWT memiliki fitrah bertauhid. Karena fitrah itulah manusia cinta kepada kesucian dan selalu cendrung kepada kebenaran. Hati nurainya selalu mendambakan dan merindukan kebenaran, ingin mengikuti ajaran-ajaran Tuhan, karena kebenaran itu tidak akan didapat kecuali dengan Allah sebagai sumber kebenaran mutlak.[9]
Orang yang mengikuti hati nuraninya itu sebenarnya mengikuti perintah-perintah Allah SWT dan Rasulullah SAW. Karena melalui hati nurani ini Allah memberikannya cahaya petunjuk (nur hidayah). Hati sangatlah penting bagi para ahli sufi, bahkan lebih penting daripada akal pikiran, karena hati merupakan “singgasana” Tuhan.
Sigmun Freud telah menemukan hal unik dan menarik dalam meneliti perkembangan terhadap manusia, yang kemudian dirumuskannya pada tiga konsep. Pada tahap pertama, seorang anak sepenuhnya diatur oleh hasrat, keinginan dan nafsu. Kemudian pada tahap kedua, ia melihat realitas lingkungannya dan sekitarnya, prilakunya diatur oleh ego. Dan pada tahap ketiga, ia diatur oleh hati nurani (super ego).
Setiap kali manusia menentang super egonya, maka ia akan melanggar nilai-nilai etik atau moral (dalam istilah sufi, ia melakukan kejelekan dan dosa), ia akan mengalami kegelisahan.[10] Dengan rasa kegelisahan ini kehidupan seseorang akan terasa tidak tenang.
Pertentangan dengan super ego ini akan menimbulkan luka yang dalam, mungkin luka ini ada dalam bawah sadar, tetapi ia tidak akan pernah hilang dan akan selalu menghantui seluruh hidup kita. Perasaan berdosa menimbulkan gangguan fisik dan psikologis. Pada saat itu diri seseorang akan rusak.
Penyempurnaan dan rehabilitasi hati membutuhkan ilmu, amal dan ketekunan dalam ibadah. Dengan ilmu manusia akan bisa mengetahui hakikat kesehatan, dan hatinya akan diterangi oleh ilmunya yang bermanfaat. Dengan amal dia akan berusaha untuk menghilangkan penyakit yang ada dalam hatinya sampai bersih. Dan dengan ketekunan ibadahnya ia melanjutkan semangat secara countinue (terus-menerus) dalam perjalanan ruhani dan kerja dzikir yang terus-menerus juga, karena dengan ini ia akan mendapatkan dan memiliki kesehatan hati.
Tanpa kita sadari, di dalam diri kita ada pertarungan antara nafsu dan hati nurani, jika hati nuraninya menang dalam pertarungan ini, maka seseorang akan mudah untuk berbuat kebaikan. Dan jika ia dikalahkan oleh nafsu, maka nafsunya akan berkuasa untuk mengendalikan kita. Oleh karena itu, perlunya seseorang untuk mengendalikan hawa nafsunya dengan sepenuh hati.
Sebenarnya manusia dihadapkan pada dua alternatif: perhatian hatinya secara total berpusat kepada perjalanan ruhaniyahnya, atau berarah pada hal-hal yang lain.
Hati dalam kondisi lemah iman, kurang bercahaya, atau dalam kondisi sakit dan keras, dapat dengan mudah dikalahkan oleh hawa nafsu. Ia menyerah di hadapan nafsu birahi dan menyerah di hadapan penyakit-penyakit lainnya.[11]
Setiap orang muslim harus memiliki semangat dan ketekunan yang terus-menerus atau istiqamah dalam beribadah, agar memperoleh hati yang bersih, sehat dan selamat. Karena tidak ada seorangpun yang bisa menghadap Allah kecuali orang-orang yang hatinya selamat dari penyakit-penyakit. Allah berfirman dalam al-Qur’an:
tPöqtƒ Ÿw ßìxÿZtƒ ×A$tB Ÿwur tbqãZt/  žwÎ) ô`tB tAr& ©!$# 5=ù=s)Î/ 5OŠÎ=y
Artinya: (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat (bersih).[12]
Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa ketenangan jiwa dan kebahagiaan di akhirat nanti akan diperoleh jika hati seseorang dalam keadaan bersih. Alam hati adalah alam yang sangat luas, sakit dan sehatnya hati merupakan dua hal yang menentukan sejahtera tidaknya manusia di dunia dan di akhirat. Maka bila hati sakit pasti terjadi pergolakan yang salah, sehingga manusia dengan hati itu akan berada dalam keadaan gelisah dan bingung, dan itu akan menyeret kapada kerugian dan kebinasaan.
D.    MENJAGA DAN MENGELOLA HATI
Perhatian pada masalah-masalah duniawi, untuk mengatasi hal inilah tasawuf tampil di permukaan. Roh, hati (qalbu) dan nafsu merupakan tiga unsur kepribadian manusia. Roh cendrung membawa hati kepada arah ketuhanan. Sedangkan hati dan nafsu memiliki kecendrungan yang sangat bertolak belakang.
Ada lima langkah untuk menjadikan hati nurani terkelola dengan tepat, yaitu:
1.      Pengenalan diri
Pengenalan diri dilakukan dengan tafakkur (perenungan) diri untuk menjawab pertanyaan dari dalam hati kita masing-masing. Contohnya seperti pertanyaan:
a.       Siapa diriku sebenarnya?
b.      Untuk apa aku diciptakan?
c.       Apa saja yang menjadi kekurangan dan kelebihan diri saya selama ini?
d.      Apa yang orang lain tidak suka dari diri saya?
e.       Apa yang saya tidak suka dari diri saya?
f.       Apa yang orang lain suka dari diri saya?
g.      Apakah saya sudah dekat dengan Allah?
2.      Pembersihan hati
Untuk mensucikan diri dan mendekatkan hati kepada Allah SWT manusia harus mengendalikan hawa nafsunya, karena hawa nafsu menggoda manusia untuk lupa dan menjauh dari Allah SWT.[13]
Penyucian hati, di samping mempunyai aspek etis berupa pembasmian perangai yang tercela dan menghias diri dengan budi pekerti yang terpuji, juga mempunyai aspek filosofis dengan memandang dunia sebagai penjerat dan penghalang menuju Tuhan, sebagai dorongan untuk mensucikan hati. Hati sesorang itu seperti cermin, pensucian hati berarti menggosok muka cermin tersebut, mencoba untuk mengikis segala macam kotoran dan karat, hingga memantulkan bayangan yang bersih dan jernih dari hati yang suci.
Pensucian hati ditempuh dengan cara murâqabah menurut para ahli sufi, murâqabah itu adalah merasa kehadiran Allah SWT dan merasa bahwa Allah SWT sedang memperhatikannya, apa yang ia lakukan dan semua apa yang ia kerjakan Allah mengetahuinya, karena Allah SWT Maha Mengetahui apa yang manusia kerjakan secara zhahir maupun secara batin.
Pensucian hati juga bisa ditempuh dengan jalan menguasai diri dan mengendalikan hawa nafsunya, yang dilakukan untuk pengenalan dan penguasaan kemampuan batin, karena hawa nafsu ini jika tidak dikendalikan maka ia sangatlah jahat. Nafsu diibaratkan seperti anak kecil, jika ia dimanjakan ia akan netek terus apabila ia tidak  dihentikan maka ia akan netek terus sampai besar nanti.
Salah satu ikhtiar untuk  mengelola perasaan adalah mengembangkan sikap empatik (yaitu kepedulian perasaan terhadap orang lain). Sikap ini menuntun kita untuk melepaskan kepentingan pribadi. Sama halnya dengan pembersihan hati, tidak berarti kita hanya berupaya memperbaiki diri kita sendiri, bukan berarti kita hanya berupaya memperbaiki diri kita sendiri, sedangkan orang lain kita biarkan apa adanya.[14]
Metode pembersihan hati ini memiliki dampak positif pada lingkungan sekitarnya. Yakni proses pembersihan hati yang kita lakukan dengan konsisten secara otomatis akan memperbaiki keadaan di lingkungan. Pembersihan hati yang berdampak pada perubahan perilaku menuju pada perbuatan positif akan memberi kesan kepada orang lain, karena mereka merasakan manfaat dari indahnya perilaku tersebut.
Pembersihan hati tanpa countinue (konsisten) akan menghasilkan sesuatu yang sia-sia dan tidak sedikitpun berdampak pada perubahan besar terhadap perilaku. Pembiasaan menilai diri akan sangat efektif dalam percepatan pembersihan hati dan perubahan perilaku.
3.      Pengendalian diri
Seseorang harus mengendalikan hawa nafsunya, jika tidak maka hawa nafsunya yang akan mengendalikannya. Nafsu selalu mengajak manusia untuk berbuat kejahatan, namun bila ia dikendalikan oleh akal pikiran dan hati nurani maka ia akan menjadi baik.
Menjauhkan diri dari maksiat lebih utama daripada melaksanakan segala ketaatan, karena segala usaha menjauhkan diri dari maksiat dan meninggalkan segala larangan Tuhan lebih sukar daripada mengerjakan ketaatan dan amal kebaikan.
Pengendalian diri sama halnya dengan peneguhan hati, kita harus mengingat bahwa Allah Yang Maha Kuasa bisa dengan mudah membolak-balikkan hati kita, yang asalnya bersih menjadi kotor. Namun, itu semua tidak lepas dari usaha kita untuk menjaga perilaku. Orang yang mengaku beriman dan bersih hatinyatidak akan dianggap oleh Allah sebelum ia diuji.
4.      Pengembangan diri
Pengembang diri bermula dari hati. Siapa pun orang yang berniat untuk mengembangkan diri harus melakukan terlebih dahulu pengenalan diri dan pembersihan hati. Tanpa hal tersebut usaha untuk mengembangkan diri hanya akan jadi teori dalam buku-buku. Di dalam dirinya hanya tumbuh konsep-konsep pengembangan diri, tetapi tidak berkembang dalam bentuk perilaku.[15]
Perilaku yang ditunjukkan dengan bukti akan mendorong orang untuk menirunya, terutama ini suatu hal yang penting bagi orang tua yang ingin anak-anaknya meneladani sikap mereka.
Ada tiga usaha untuk mengembangkan diri, yaitu:
a.       Membina kepercayaan diri.
b.      Mambangun kepercayaan dan kejujuran.
c.       Menjadi pribadi yang unggul.
5.      Ma’rifatullâh
      Ada dua jalan yang harus ditempuh untuk mengenal Allah SWT. Yaitu: yang pertama, dengan menggunakan akal pikiran untuk memeriksa dan memikirkan secara teliti apa yang diciptakan Allah SWT. atau yang biasa kita sebut dengan  tafakkur fi ayatillah. Yang kedua, memahami nama-nama dan sifat-sifat-Nya dalam Al-Qur’an.
Berdasarkan al-Qur’an, Allah membimbing manusia untuk mengenal-Nya, yaitu dengan cara memohon kepada Allah agar Ia berkenan menjadikan kita mengenal-Nya. Kemudian dengan cara tawadhu‘ (rendah diri), gemar menuntut ilmu yang bermanfaat dan mengamalkan ilmu yang sudah dipelajari.
            Jika semua langkah-langkah yang telah dijelaskan di atas sudah terlaksana, maka ia akan mencapai pada Quantum Qalbu, yakni ledakan dahsyat pembalikan hati seorang hamba Allah yang berhasil menuju kebersihan dan kebeningan hati. Ledakan itu menyingirkan semua gejala yang mengotori hati dan membinarkan nur Ilahi pada hatinya.
E.     KESIMPULAN
Hati nurani secara etemologi ialah lubuk hati yang paling dalam, ia merupakan dua cahaya yaitu cahaya Allah dan Rasulullah. Hati nurani terminologi ialah lathîfah yaitu perasaan halus dan lembut yang tahu, mengerti dan paham. Maka hendaklah manusia itu sebelum melakukan suatu perbuatan menanyakannya kepada hati nuraninya sendiri, apakah itu pantas atau tidak?. Dalam istilah bahasa Arabnya dikatakan “is’al dhamîraka”, yang artinya Tanya hati nuranimu!.
Jika hati tidak terkelola dengan baik maka ia akan menjadi kotor dan berkarat, oleh karena itu, seseorang harus mengelola hatinya dengan baik, yaitu dengan lima cara: pertama: mengenal diri sendiri, kedua: membersihkan hati, ketiga: mengendalikan diri keempat: mengembangkan diri, kelima: mengenal Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Gymnastiar, Abdullah, Jagalah hati, Bandung, MQ Publishing, 2004.
Hawwa, Sa’id, Jalan Ruhani: Bimbingan Tasawuf Untuk Para Aktivis Islam, Bandung, PT Mizan, 1999.
Jalaluddin Rachmat, at all. Kuliah-kuliah tasawuf, Bandung, PT Pusataka Hidayah, 2000.
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, Bandung, PT Mizan Pustaka, 2007.
Al-Qur’an dan terjemahnya.
Ridha Ahida, Tasawuf Kontemporer Perspektif Fazlur Rahman, Yogyakarta, PT Interpena, 2009.
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, Yogyakarta, PT LPPI, cetakan VIII, 2006.


[1]M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2007), h. 381.
[2]Q.S. Qâf: 37.
[3]Q.S. Al-Hadîd: 27.
[4]Q.S. Ali Imrân: 151.
[5]Q.S. Al-Hujarât: 7.
[6]Jalaluddin Rachmat, at all. Kuliah-kuliah tasawuf (Bandung: PT Pusataka Hidayah, 2000), h. 205.
[7]Sa’id Hawwa, Jalan Ruhani: Bimbingan Tasawuf Untuk Para Aktivis Islam (Bandung: PT Mizan, 1999), h. 44.
[8]Jalaluddin Rachmat, at all. Kuliah-kuliah tasawuf, h. 204.
[9]Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak (Yogyakarta: PT LPPI, cet 8, 2006), h. 4.
[10]Jalaluddin Rachmat, at all. Kuliah-kuliah tasawuf, h. 223.
[11]Sa’id Hawwa, Jalan Ruhani: Bimbingan Tasawuf Untuk Para Aktivis Islam, h. 117.
[12]QS. Al-Syu‘ârâ: 88-89.
[13]Ridha Ahida, Tasawuf Kontemporer Perspektif Fazlur Rahman (Yogyakarta: PT Interpena, 2009),     h. 26.
[14]Abdullah Gymnastiar, Jagalah hati (Bandung, MQ Publishing, 2004), h. 22.
[15]Abdullah Gymnastiar, Jagalah hati, h. 99.

This post have 0 komentar


:) :( hihi :-) :D =D :-d ;( ;-( @-) :P :o -_- (o) :p :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ $-) (y) (f) x-) (k) (h) cheer lol rock angry @@ :ng pin poop :* :v 100

Next article Next Post
Previous article Previous Post