A.
PENDAHULUAN
Manusia
diciptakan Tuhan dengan beberapa unsur, yaitu jasmani dan rohani. Dalam tubuh
manusia ada terdapat segumpal daging, jika ia baik, maka baiklah seluruh
kepribadian seseorang tersebut. Dan jika ia rusak, maka rusak pula seluruh
kepribadiannya. Segumpal daging itu adalah hati.
Seorang yang
memiliki hati harus mendengarkan suara hati nuraninya, karena hati nurani tidak
pernah bohong. Dan jika ia tidak mendengarkannya, maka ia akan menyesal
terhadap apa yang telah diacuhkannya.
Hati nurani
memang terdapat pada dalam sanubari seseorang. Ketika hati seseorang suci,
bersih dari segala penyakit-penyakit yang membuat hati gelap, ia melakukan
kebaikan terasa nyaman, nikmat dan ringan. Dan sebaliknya, jika hatinya terisi
dengan salah satu penyakit saja, maka segala apa saja yang dilakukannya akan
terasa berat.
Semua orang
pasti mempunyai hati nurani, hati nurani tidak pernah bohong atau salah, yang
jadi permasalahan adalah, kenapa banyak orang yang masih melakukan kejahatan, kriminal,
keburukan dan perbuatan yang keji, padahal ia memiliki hati nurani?. Apakah ia
sudah mendengarkan suara hati nuraninya sendiri?
Beberapa
masalah tersebut akan kita bahas dalam makalah ini, agar seseorang mengetahui
dan mengenal hati nuraninya sendiri.
B.
PENGERTIAN
HATI
Kata hati dalam bahasa Arab ialah al-qalbu, yang memiliki
makna membalik, karena sering kali hati itu berbolak-balik, kadang senang
kadang sedih, kadang setuju dan kadang menolak. Qalbu amat
berpotensi untuk tidak konsisten.[1]
Al-Qur’an pun menggambarkan demikian, ada yang baik dan juga sebaliknya.
Seperti firman-firman Allah SWT:
¨bÎ) Îû y7Ï9ºs 3tò2Ï%s! `yJÏ9 tb%x. ¼çms9 ë=ù=s% ÷rr& s+ø9r& yìôJ¡¡9$# uqèdur ÓÎgx©
Artinya: Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan
pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.[2]
$oYù=yèy_ur Îû É>qè=è% úïÏ%©!$# çnqãèt7¨?$# Zpsùù&u ZpuH÷quur
Artinya: dan kami jadikan dalam hati orang- orang yang mengikutinya
rasa santun dan kasih saying.[3]
É)ù=ãZy Îû É>qè=è% úïÏ%©!$# (#rãxÿx. |=ôã9$# !$yJÎ/ (#qà2uõ°r& «!$$Î/ $tB öNs9 öAÍit\ã ¾ÏmÎ/ $YZ»sÜù=ß
Artinya: Akan kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa
takut, disebabkan mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah
sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu.[4]
£`Å3»s9ur ©!$# |=¬7ym ãNä3øs9Î) z`»yJM}$# ¼çmuZyur /ä3Î/qè=è%Îûö
Artinya: Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan
menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu.[5]
Dari ayat-ayat tersebut sudah nampak bagi kita bahwa hati itu
tempat pelajaran, takut, rasa santun, keimanan, kasih sayang dan cinta.
Qolbu (hati) adalah dari hati nurani atau lubuk yang paling dalam,
yang merupakan sarana terpenting yang telah dikaruniakan Allah kepada manusia.
Hati adalah tempat bersemayamnya niat, yakni yang menentukan nilai perbuatan
seseorang berharga atau sia-sia, mulia atau hina. Niat ini seterusnya akan
diproses oleh akal pikiran agar jadi lebih efektif dan efesien oleh jasad kita
dalam bentuk amal perbuatan.
Hati adalah satu bagian rohani yang kerjanya memahami sesuatu.[6]
Bisa juga disebut dengan lathîfah, yang artinya lembut.
Hati terbagi menjadi dua bagian, yaitu: fisik dan nonfisik
1.
Hati
dari segi fisik ialah bagian tubuh manusia yang sangat penting, karena menjadi
pusat aliran darah keseluruh tubuh.
2.
Hati
nonfisik ialah sesuatu yang lembut yang berasal dari Tuhan dan bersifat rohani.
Yang pertama,
segumpal daging yang istimewa, di dalamnya terdapat rongga yang berisikan
darah, itulah sumber dan pusat dari ruh. Dan ia berasal dari yang mengetahui
yang gaib dan yang nampak.[7]
Inilah yang membedakan antara manusia dan binatang, bahwa binatang juga
memiliki hati, namun binatang tidak bisa mengetahui yang gaib.
Makna yang
kedua adalah rasa ruhaniah yang halus yang berkaitan dengan hati dari segi
fisik, dan perasaan halus itu adalah hakikat dari manusia, ialah yang tahu,
mengerti dan paham.
Adapun
makna hati nurani secara harfiyyah adalah dua cahaya, yaitu cahaya Allah
SWT dan cahaya Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, hati nurani seseorang sangat
mencintai keindahan dan kesucian. Hati nurani juga dikatakan fitrah, yang
berarti kesucian.
C.
SUARA
HATI NURANI
Berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an, hati manusia itu mempunyai dua
jenis pintu: pintu yang pertama yaitu pintu yang ke dalamnya masuk cahaya Tuhan
(Nûr Rabbâniî), pintu yang kedua adalah pintu yang ke dalamnya masuk
setan.[8]
Sedangkan pintu setan sangat banyak di dalam hati manusia, jika ia lalai atau
lengah maka setan akan memasuki pintu di dalam dirinya.
Hati nurani atau fitrah dalam bahasa Al-Qur’an dapat menjadi ukuran
baik dan buruk karena manusia diciptakan oleh Allah SWT memiliki fitrah
bertauhid. Karena fitrah itulah manusia cinta kepada kesucian dan selalu
cendrung kepada kebenaran. Hati nurainya selalu mendambakan dan merindukan
kebenaran, ingin mengikuti ajaran-ajaran Tuhan, karena kebenaran itu tidak akan
didapat kecuali dengan Allah sebagai sumber kebenaran mutlak.[9]
Orang yang mengikuti hati nuraninya itu sebenarnya mengikuti
perintah-perintah Allah SWT dan Rasulullah SAW. Karena melalui hati nurani ini
Allah memberikannya cahaya petunjuk (nur hidayah). Hati sangatlah
penting bagi para ahli sufi, bahkan lebih penting daripada akal pikiran, karena
hati merupakan “singgasana” Tuhan.
Sigmun Freud telah menemukan hal unik dan menarik dalam meneliti
perkembangan terhadap manusia, yang kemudian dirumuskannya pada tiga konsep.
Pada tahap pertama, seorang anak sepenuhnya diatur oleh hasrat, keinginan dan
nafsu. Kemudian pada tahap kedua, ia melihat realitas lingkungannya dan
sekitarnya, prilakunya diatur oleh ego. Dan pada tahap ketiga, ia diatur oleh
hati nurani (super ego).
Setiap kali manusia menentang super egonya, maka ia akan melanggar
nilai-nilai etik atau moral (dalam istilah sufi, ia melakukan kejelekan dan
dosa), ia akan mengalami kegelisahan.[10] Dengan
rasa kegelisahan ini kehidupan seseorang akan terasa tidak tenang.
Pertentangan dengan super ego ini akan menimbulkan luka yang dalam,
mungkin luka ini ada dalam bawah sadar, tetapi ia tidak akan pernah hilang dan
akan selalu menghantui seluruh hidup kita. Perasaan berdosa menimbulkan
gangguan fisik dan psikologis. Pada saat itu diri seseorang akan rusak.
Penyempurnaan dan rehabilitasi hati membutuhkan ilmu, amal dan
ketekunan dalam ibadah. Dengan ilmu manusia akan bisa mengetahui hakikat
kesehatan, dan hatinya akan diterangi oleh ilmunya yang bermanfaat. Dengan amal
dia akan berusaha untuk menghilangkan penyakit yang ada dalam hatinya sampai
bersih. Dan dengan ketekunan ibadahnya ia melanjutkan semangat secara countinue
(terus-menerus) dalam perjalanan ruhani dan kerja dzikir yang terus-menerus
juga, karena dengan ini ia akan mendapatkan dan memiliki kesehatan hati.
Tanpa kita sadari, di dalam diri kita ada pertarungan antara nafsu
dan hati nurani, jika hati nuraninya menang dalam pertarungan ini, maka
seseorang akan mudah untuk berbuat kebaikan. Dan jika ia dikalahkan oleh nafsu,
maka nafsunya akan berkuasa untuk mengendalikan kita. Oleh karena itu, perlunya
seseorang untuk mengendalikan hawa nafsunya dengan sepenuh hati.
Sebenarnya manusia dihadapkan pada dua alternatif: perhatian
hatinya secara total berpusat kepada perjalanan ruhaniyahnya, atau berarah pada
hal-hal yang lain.
Hati dalam kondisi lemah iman, kurang bercahaya, atau dalam kondisi
sakit dan keras, dapat dengan mudah dikalahkan oleh hawa nafsu. Ia menyerah di
hadapan nafsu birahi dan menyerah di hadapan penyakit-penyakit lainnya.[11]
Setiap orang muslim harus memiliki semangat dan ketekunan yang
terus-menerus atau istiqamah dalam beribadah, agar memperoleh hati yang bersih,
sehat dan selamat. Karena tidak ada seorangpun yang bisa menghadap Allah
kecuali orang-orang yang hatinya selamat dari penyakit-penyakit. Allah
berfirman dalam al-Qur’an:
tPöqt w ßìxÿZt ×A$tB wur tbqãZt/ wÎ) ô`tB tAr& ©!$# 5=ù=s)Î/ 5OÎ=y
Artinya:
(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali
orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat (bersih).[12]
Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa
ketenangan jiwa dan kebahagiaan di akhirat nanti akan diperoleh jika hati
seseorang dalam keadaan bersih. Alam hati
adalah alam yang sangat luas, sakit dan sehatnya hati merupakan dua hal yang
menentukan sejahtera tidaknya manusia di dunia dan di akhirat. Maka bila hati
sakit pasti terjadi pergolakan yang salah, sehingga manusia dengan hati itu
akan berada dalam keadaan gelisah dan bingung, dan itu akan menyeret kapada
kerugian dan kebinasaan.
D.
MENJAGA
DAN MENGELOLA HATI
Perhatian pada masalah-masalah duniawi, untuk mengatasi hal inilah
tasawuf tampil di permukaan. Roh, hati (qalbu) dan nafsu merupakan tiga unsur
kepribadian manusia. Roh cendrung membawa hati kepada arah ketuhanan. Sedangkan
hati dan nafsu memiliki kecendrungan yang sangat bertolak belakang.
Ada lima langkah untuk menjadikan hati nurani terkelola dengan
tepat, yaitu:
1.
Pengenalan
diri
Pengenalan diri dilakukan dengan tafakkur
(perenungan) diri untuk menjawab pertanyaan dari dalam hati kita masing-masing.
Contohnya seperti pertanyaan:
a.
Siapa
diriku sebenarnya?
b.
Untuk
apa aku diciptakan?
c.
Apa
saja yang menjadi kekurangan dan kelebihan diri saya selama ini?
d.
Apa
yang orang lain tidak suka dari diri saya?
e.
Apa
yang saya tidak suka dari diri saya?
f.
Apa
yang orang lain suka dari diri saya?
g.
Apakah
saya sudah dekat dengan Allah?
2.
Pembersihan
hati
Untuk mensucikan diri dan
mendekatkan hati kepada Allah SWT manusia harus mengendalikan hawa nafsunya,
karena hawa nafsu menggoda manusia untuk lupa dan menjauh dari Allah SWT.[13]
Penyucian hati, di samping mempunyai
aspek etis berupa pembasmian perangai yang tercela dan menghias diri dengan
budi pekerti yang terpuji, juga mempunyai aspek filosofis dengan memandang
dunia sebagai penjerat dan penghalang menuju Tuhan, sebagai dorongan untuk
mensucikan hati. Hati sesorang itu seperti cermin, pensucian hati berarti
menggosok muka cermin tersebut, mencoba untuk mengikis segala macam kotoran dan
karat, hingga memantulkan bayangan yang bersih dan jernih dari hati yang suci.
Pensucian hati ditempuh dengan cara
murâqabah menurut para ahli sufi, murâqabah itu adalah merasa
kehadiran Allah SWT dan merasa bahwa Allah SWT sedang memperhatikannya, apa
yang ia lakukan dan semua apa yang ia kerjakan Allah mengetahuinya, karena
Allah SWT Maha Mengetahui apa yang manusia kerjakan secara zhahir maupun secara
batin.
Pensucian hati juga bisa ditempuh
dengan jalan menguasai diri dan mengendalikan hawa nafsunya, yang dilakukan
untuk pengenalan dan penguasaan kemampuan batin, karena hawa nafsu ini jika
tidak dikendalikan maka ia sangatlah jahat. Nafsu diibaratkan seperti anak
kecil, jika ia dimanjakan ia akan netek terus apabila ia tidak dihentikan maka ia akan netek terus sampai
besar nanti.
Salah satu ikhtiar untuk mengelola perasaan adalah mengembangkan sikap
empatik (yaitu kepedulian perasaan terhadap orang lain). Sikap ini menuntun
kita untuk melepaskan kepentingan pribadi. Sama halnya dengan pembersihan hati,
tidak berarti kita hanya berupaya memperbaiki diri kita sendiri, bukan berarti
kita hanya berupaya memperbaiki diri kita sendiri, sedangkan orang lain kita
biarkan apa adanya.[14]
Metode pembersihan hati ini memiliki
dampak positif pada lingkungan sekitarnya. Yakni proses pembersihan hati yang
kita lakukan dengan konsisten secara otomatis akan memperbaiki keadaan di
lingkungan. Pembersihan hati yang berdampak pada perubahan perilaku menuju pada
perbuatan positif akan memberi kesan kepada orang lain, karena mereka merasakan
manfaat dari indahnya perilaku tersebut.
Pembersihan hati tanpa countinue (konsisten)
akan menghasilkan sesuatu yang sia-sia dan tidak sedikitpun berdampak pada
perubahan besar terhadap perilaku. Pembiasaan menilai diri akan sangat efektif
dalam percepatan pembersihan hati dan perubahan perilaku.
3.
Pengendalian
diri
Seseorang harus mengendalikan hawa
nafsunya, jika tidak maka hawa nafsunya yang akan mengendalikannya. Nafsu
selalu mengajak manusia untuk berbuat kejahatan, namun bila ia dikendalikan
oleh akal pikiran dan hati nurani maka ia akan menjadi baik.
Menjauhkan diri dari maksiat lebih
utama daripada melaksanakan segala ketaatan, karena segala usaha menjauhkan
diri dari maksiat dan meninggalkan segala larangan Tuhan lebih sukar daripada
mengerjakan ketaatan dan amal kebaikan.
Pengendalian diri sama halnya dengan
peneguhan hati, kita harus mengingat bahwa Allah Yang Maha Kuasa bisa dengan
mudah membolak-balikkan hati kita, yang asalnya bersih menjadi kotor. Namun,
itu semua tidak lepas dari usaha kita untuk menjaga perilaku. Orang yang
mengaku beriman dan bersih hatinyatidak akan dianggap oleh Allah sebelum ia
diuji.
4.
Pengembangan
diri
Pengembang diri bermula dari hati.
Siapa pun orang yang berniat untuk mengembangkan diri harus melakukan terlebih
dahulu pengenalan diri dan pembersihan hati. Tanpa hal tersebut usaha untuk
mengembangkan diri hanya akan jadi teori dalam buku-buku. Di dalam dirinya
hanya tumbuh konsep-konsep pengembangan diri, tetapi tidak berkembang dalam
bentuk perilaku.[15]
Perilaku yang ditunjukkan dengan
bukti akan mendorong orang untuk menirunya, terutama ini suatu hal yang penting
bagi orang tua yang ingin anak-anaknya meneladani sikap mereka.
Ada tiga usaha untuk mengembangkan
diri, yaitu:
a.
Membina
kepercayaan diri.
b.
Mambangun
kepercayaan dan kejujuran.
c.
Menjadi
pribadi yang unggul.
5.
Ma’rifatullâh
Ada
dua jalan yang harus ditempuh untuk mengenal Allah SWT. Yaitu: yang pertama,
dengan menggunakan akal pikiran untuk memeriksa dan memikirkan secara teliti
apa yang diciptakan Allah SWT. atau yang biasa kita sebut dengan tafakkur fi ayatillah. Yang kedua,
memahami nama-nama dan sifat-sifat-Nya dalam Al-Qur’an.
Berdasarkan al-Qur’an, Allah
membimbing manusia untuk mengenal-Nya, yaitu dengan cara memohon kepada Allah
agar Ia berkenan menjadikan kita mengenal-Nya. Kemudian dengan cara tawadhu‘
(rendah diri), gemar menuntut ilmu yang bermanfaat dan mengamalkan ilmu yang
sudah dipelajari.
Jika
semua langkah-langkah yang telah dijelaskan di atas sudah terlaksana, maka ia
akan mencapai pada Quantum Qalbu, yakni ledakan dahsyat pembalikan hati
seorang hamba Allah yang berhasil menuju kebersihan dan kebeningan hati.
Ledakan itu menyingirkan semua gejala yang mengotori hati dan membinarkan nur
Ilahi pada hatinya.
E.
KESIMPULAN
Hati nurani
secara etemologi ialah lubuk hati yang paling dalam, ia merupakan dua cahaya yaitu
cahaya Allah dan Rasulullah. Hati nurani terminologi ialah lathîfah yaitu
perasaan halus dan lembut yang tahu, mengerti dan paham. Maka hendaklah manusia
itu sebelum melakukan suatu perbuatan menanyakannya kepada hati nuraninya
sendiri, apakah itu pantas atau tidak?. Dalam istilah bahasa Arabnya dikatakan
“is’al dhamîraka”, yang artinya Tanya hati nuranimu!.
Jika hati tidak
terkelola dengan baik maka ia akan menjadi kotor dan berkarat, oleh karena itu,
seseorang harus mengelola hatinya dengan baik, yaitu dengan lima cara: pertama:
mengenal diri sendiri, kedua: membersihkan hati, ketiga:
mengendalikan diri keempat: mengembangkan diri, kelima: mengenal Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Gymnastiar, Abdullah, Jagalah hati, Bandung, MQ Publishing,
2004.
Hawwa, Sa’id, Jalan Ruhani: Bimbingan Tasawuf Untuk Para Aktivis
Islam, Bandung, PT Mizan, 1999.
Jalaluddin Rachmat, at all. Kuliah-kuliah
tasawuf, Bandung, PT Pusataka Hidayah, 2000.
M. Quraish Shihab, Wawasan
al-Qur’an, Bandung, PT Mizan Pustaka, 2007.
Al-Qur’an dan terjemahnya.
Ridha Ahida, Tasawuf Kontemporer
Perspektif Fazlur Rahman, Yogyakarta, PT Interpena, 2009.
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, Yogyakarta,
PT LPPI, cetakan VIII, 2006.
[1]M. Quraish
Shihab, Wawasan al-Qur’an (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2007), h. 381.
[2]Q.S. Qâf: 37.
[3]Q.S. Al-Hadîd:
27.
[4]Q.S. Ali Imrân:
151.
[5]Q.S.
Al-Hujarât: 7.
[6]Jalaluddin
Rachmat, at all. Kuliah-kuliah tasawuf (Bandung: PT Pusataka Hidayah,
2000), h. 205.
[7]Sa’id Hawwa, Jalan
Ruhani: Bimbingan Tasawuf Untuk Para Aktivis Islam (Bandung: PT Mizan,
1999), h. 44.
[8]Jalaluddin
Rachmat, at all. Kuliah-kuliah tasawuf, h. 204.
[9]Yunahar Ilyas, Kuliah
Akhlak (Yogyakarta: PT LPPI, cet 8, 2006), h. 4.
[10]Jalaluddin
Rachmat, at all. Kuliah-kuliah tasawuf, h. 223.
[11]Sa’id Hawwa, Jalan
Ruhani: Bimbingan Tasawuf Untuk Para Aktivis Islam, h. 117.
[12]QS.
Al-Syu‘ârâ: 88-89.
[13]Ridha Ahida, Tasawuf
Kontemporer Perspektif Fazlur Rahman (Yogyakarta: PT Interpena, 2009), h. 26.
[14]Abdullah
Gymnastiar, Jagalah hati (Bandung, MQ Publishing, 2004), h. 22.
[15]Abdullah
Gymnastiar, Jagalah hati, h. 99.
This post have 0 komentar
:) :( hihi :-) :D =D :-d ;( ;-( @-) :P :o -_- (o) :p :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ $-) (y) (f) x-) (k) (h) cheer lol rock angry @@ :ng pin poop :* :v 100