A.
PENDAHULUAN
Dalam ilmu
sosiologi, kepemimpinan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan
masyarakat, dimana pemimpin selalu ada dalam berbagai kelompok baik kelompok
besar seperti pemerintahan maupun kelompok kecil seperti kelompok RT sampai
kelompok ibu-ibu arisan. Dari sekelompok individu dipilih salah satu yang
mempunyai kelebihan diantara individu yang lain, dari hasil kesepakatan, maka
muncullah seorang yang memimpin.
Dalam era pembangunan ini diperlukan pemimpin
masyarakat yang tangguh. Pemimpin yang
tangguh diharapkan mampu memberi ilham,
dorongan serta arah kepada kelompok yang dipimpin, sekaligus pula sanggup
menjadi teladan yang menarik bawahannya untuk berbuat serupa.
Kepimimpinan
bukan jatuh dari langit. Ia harus tumbuh dalam pribadi seseorang. Ia menuntut
bakat tertentu, tetapi disamping itu pula pembinaan, baik lewat pendidikan
maupun lewat pengalaman hidup sehari-hari. Oleh sebab itu, mengetahui
pokok-pokok penting yang merupakan tuntunan mutlak bagi seorang pemimpin
masyarakat, merupakan satu keharusan
bagi tiap pemimpin dan calon pemimpin.
Masalah
kepemimpinan merupakan masalah yang
sudah tua umurnya, maka wajarlah kalau terdapat sejumlah tokoh ilmu pengetahuan
yang raendalaminya di Indonesia berkembang relatif pesat. Apalagi setelah kita
memproklamasikan kemerdekaan, sejak itu perhatian kita sebagai bangsa relatif
besar dalam hal ini baik secara teoritis maupun secara praktis. Dari makalah
ini, penulis ingin menjelaskan bagaimana hakikat kepemimpinan.
Dari
masalah diatas, dapat diambil rumusam masalah sebagai berikut:
Apa
arti kepemimpinan ?
Bagaimana Perkembangan
kepemimpinan dan sifat-sifat seorang
pemimpin ?
Bagaimana kepemimpinan
menurut ajaran tradisional ?
Bagaimana
sandaran-sandaran kepemimpinan dan kepemimpinan yang dianggap efektif ?
B.
PEMBAHASAN
1.Definisi
Kepemimpinan (Leadership)
Kepemimpinan
(Leadership) adalah kemampuan seseorang (yaitu pemimpin atau leader) untuk
memengaruhi orang lain (yaitu yang dipimpin atau pengikut-pengikutnya) sehingga
orang lain tersebut bertingkah laku
sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin
tersebut.
Menurut
Dr. Oteng Sutisna
Msc mengartikan kepemimpinan sebagai seorang yang mengarahkan, membimbing,
mempengaruhi, atau mengawasi fikiran, perasaan, tindakan atau tingkah laku
orang-orang lain.
Menurut Prof. Dr. P. J. Bouman dangan mengikuti pembagian dari Max
Weber membedakan pimpinan dalam tiga ketegori yaitu pemimpin
tradisional, pimpinan tradisional, pimpinan berdasarkan pertimbangan akal
(pimpinan rasional) dan pimpinan kharismatik.
Kepemimpinan
juga di artikan dalam 3 hal yaitu:
- Usaha atau
kegiatan memimpin
- Kemampuan
menjalankan usaha tersebut
-
Wibawa yang menyebabkan orang dianggap mampu memimpin
Istilah
kepemimpinan diuraikan dalam dalam arti kata memimpin.
Memimpin
ialah mengantar seorang atau sekelompok orang ke tujuan, sambil menggunakan
sarana yang ada dan sambil berpegang kepada tata susila bersama.
Orang giat
memimpin karena mempunyai kemampuan untuk itu dan karena mampu memimpin orang
lalu dihormati, disegani dan karena itu memiliki wibawa.
Kepemimpinan
dapat dijalankan karena seorang berwibawa, Ia dinilai mampu menjadi penggerak,
karena memiliki keunggulan tertentu dan sebab itu di segani dan di taati.
Kepemimpinan
bisa dijalankan karena seorang memiliki wewenang yang sah.
Wibawa merupakan
syarat mutlak bagi keberhasilan seorang pemimpin. Wewenang tanpa wibawa kurang
ampuh, sedangkan wibawa tanpa wewenang masih punya daya dorong yang besar.[1]
2.Perkembangan
kepemimpinan dan sifat-sifat seorang pemimpin
Sejak mula
terbentuknya suatu kelompok sosial,
seseorang atau beberapa orang diantara
warga-warganya melakukan peranan yang lebih aktif daripada rekan-rakannya
sehingga orang tadi atau beberapa orang tampak lebihmenonjol dari lain-lainnya.
Itulah asal mula timbulnya kepemimpinan.[2]
Munculnya
seorang pemimpin merupakan hasil dari suatu proses dinamis yang sesuai dengan
kebutuhan-kebutuhan kelompok. Dikalangan masyarakat Indonesia , sifat –sifat
yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin, antara lain dapat di jumpai dalam
apa yang merupakan warisan tradisional Indonesia, misalnya dalam “Asta Brata” yang merupakan kumpulan seloka dalam Ramayana,
yang memuat ajaran Sri Rama kepada Bharata , yaitu adiknya dari lain ibu.
Asta Brata dalam
kakawin Ramayana terdiri dari sepuluh seloka dimana seloka pertama dan kedua berisikan
hal-hal sebagai berikut
a. AstaBrata
merupakan suatu keseluruhan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. b.Asta Brata
memberikan kepastian bahwa seorang pemimpin yang menjalankannya akan mempunyai
kekuasaan dan kewibawaan sehingga akan dapat menggerakkan bawahannya
Menurut Asta
Brata tersebut, kepemimpinan yang akan berhasil harus memenuhi syarat-syarat diantaranya.
a.
Indra-brata, yang member kesenangan dalam jasmani;
b. Yama-brata, yang menunjuk pada keahlian dan
kepastian hukum;
c. Surya-brata, yang menggerakkan bawahan dengan
mengajak mereka untuk bekerja persuasion;
d. Caci-brata, yang member kesenangan rohaniah;
e. Bayu-brata, yang menunjukkan keteguhan pendidikan
dan rasa tidak segan-segan untuk turut merasakan kesukaran-kesukaran
pengikut-pengikutnya;
f. Dhana-brata, yang menunjukkan pada suatu sikap
yang patut dihormati;
g. Paca-brata, yang menunjukkan kelebihan di dalam
ilmu pengetahuan, kepandaian, dan keterampilan;
h. Agni-brata, yaitu sifat memberikan semangat
kepada anak buah.
3. Kepemimpinan Menurut Ajaran Tradisional
Pimpinan tradisional adalah
pemimpin yang sangat
ketat berpegang pada adat
kebiasaan yang di turun temurun kan .Kepemimpinan tradisional pada umumnya bertumpu pada tata
hukum yang mengatur hidup satu
masyarakat.
Karena berdasarkan tata hukum, maka
kepemimpinan tradisional sebenarnya bersifat legal artinya bersumber pada hukum
(Lex= hukum, lagalis adalah kata sifat
yang mengungkapkan kaitan sesuatu dengan hukum.
Dalam sistem kepemimpinan tradisional
yang di tekan kan adalah unsur pertalian darah , sehingga penempatan individu
dalam posisi dan jabatan yang ada tidak
tergantung pada tepat tidaknya orang
tersebut berdasarkan kemampuan nya untuk menduduki posisi itu , melainkan pada
dekat tidaknya pertalian keluarga dengan pemimpin tradisional itu.
Pimpinan trdisionan ini di akui
kepemimpinannya bukan karena kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya,
melainkan hanya karena pengaruhnya dengan kelurga sudah melembaga dan menjiwai
masyarakat. Hal ini terutama karena pimpinan itu mempunyai reputasi yang
tinggi, sehingga keturunannya di percaya terus menerus memegang tampuk
pimpinan.
Di Jawa misalnya menggambarkan seorang pemimpin melalui pepatah sebagai
berikut.
Ing ngarsa sung tulada Ing madya mangun karsa Tut wuri handayani
Kemudian almarhum
Ki Hajar Dewantara
menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai berikut.
Di muka memberi tauladan
Di tengah-tengah
membangun semangat Dari
belakang memberikan pengaruh
Artinya seorang pemimpin yang di muka harus
memiliki idealisme kuat, kedudukan, serta harus dapat menjelaskan cita-citanya
kepada masyarakat dengan cara-cara
sejelas mungkin karena dia harus mampu
menentukan suatu tujuan bagi
masyarakat yang dipimpinnya, serta merintis ke arah tujuan tersebut dengan
menghilangkan segala hambatan, antara lain dengan menghapuskan lembaga-lembaga
kemasyarakatan yang telah using.
Seorang
pemimpin di tengah mengikuti kehendak yang di bentuk
masyarakat. Ia selalu dapat mengamati jalannya masyarakat, serta dapat
merasakan suka dukanya. Dan dia di harapkan dapat merumuskan perasaan-perasaan
serta keinginan-keinginan masyarakat dan
juga menimbulkan keinginan masyarakat untuk memperbaiki keadaan yang kurang
menguntungkan.
Seorang
pemimpin yang di belakang diharapkan mempunyai kemampuan
untuk mengikuti perkembangan masyarakat. Dia berkewajiban untuk menjaga agar
perkembangan masyarakat tidak menyimpang dari norma-norma dan nilai-nilai yang
pada suatu masa di hargai oleh masyarakat. Sendi-sendi kepemimpinannya adalah keutuhan dan harmoni. Kepemimpinan di
belakang masih jelas tergambar dari istilah-istilah seperti “pamong raja”,
“pamong desa” dan seterusnya yang menggambarkan bahwa fungsi pemimpin adalah
untuk membimbing masyarakat.
Perlu
dicatat bahwa kepemimpinan dalam masyarakat-masyarakat tradisional pada umumnya
dilaksanakan secara kolegal (bersama-sama), contohnya seorang penyumbang marga
sebagai kepala adat di Daerah Lampung tidak akan brtindak sendiri sebelum di
rundingkan dalam suatu rapat.
4.
Sandaran-sandaran Kepemimpinan danKepemimpinan yang Dianggap Efektif
Kepemimpinan seseorang (pemimpin) harus
mempunyai sandaran-sandaran kemasyarakatan atau social basis.Pertama-tama kepemimpinan erat hubungannya dengan
susunan masyarakat. Masyarakat-masyarakat yang agraris di mana belum ada
spesialisasi biasanya kepemimpinan meliputi seluruh bidang kehidupan
masyarakat.
Kekuatan
kepemimpinan juga di tentukan oleh suatu lapangan kehidupan masyarakat yang
pada suatu saat mendapat perhatian khusus dari masyarakat yang di
sebut cultural focus.
Setiap kepemimpinan
yang efektif harus memperhitungkan social
basis apabila tidak menghendaki timbulnya ketegangan-ketegangan atau setidak-tidaknya terhindar dari
pemerintahan boneka belaka.
C. KESIMPULAN
Kepemimpinan
(leadership)
Kemampuan seseorang
untuk memengaruhi orang lain (yaitu yang dipimpin atau pengikut-pengikut)
sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana dikehendaki oleh
pemimpin tersebut.
Kepemimpinan bisa
dibedakan menjadi dua:
1.
Sebagai
kedudukan, kepemimpinan merupakan suatu kompliks dari hak-hak dan kewajiban
kewajiban yang tepat dimiliki oleh suatu orang atau badan.
2.Sebagai suatu proses sosial,
kepemimpinan meliputi segala tindakan yang dilakukan seseorang atau suatu
badan, yang menyebabkan gerak dari warga masyarakat.
Sifat
Kepemimpinan
1.
Resmi (formal leadership), yaitu kepemimpinan yang tersimpul di dalam suatu
jabatan .
2.
Tidak resmi (informal leadership), yaitu kepemimpinan karena pengakuan
masyarakat dan kemampuan seseorang untuk menjalankan kepemimpinan.
Berdasarkan
mitologi Indonesia
Kepemimpinan
yang baik tersimpul dalam Asta Brata yang
pada pokoknya menggambarkan sifat-sifat dan kepribadian yang harus di jalankan
seorang pemimpin.
Ajaran-ajaran
tradisional bertumpu pada tata hukum yang mengatur hidup masyarakat. Ajaran
tradisional di jawa yang memberikan
pepatah
Di
muka member tauladan Di
tengah-tengah membangun semangat Dari
belakang memberikan pengaruh
Seorang
pemimpin diharapkan dapat menempati
ketiga kedudukan tersebut yaitu sebagai
pemimpin di muka (front leader), pemimpin di tengah-tengah (social leader) dan
sebagai pemimpin di belakang (rear-leader).
DAFTAR
PUSTAKA
Riberu,
J. Dasar-Dasar Kepemimpinan, Jakarta:
CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1992.
Soekanto,
Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.
Wila Huky, Da. Pengantar Sosiologi, Surabaya: Usaha Nasional, 1985.
makasih, tulisan diblog ini memudahkan saya menyelesaikan tugas :D
ReplyDelete