A. PENDAHULUAN
Dalam
sistem kehidupan yang penuh dengan panorama-panorama yang di hiasi dengan
peraturan keislaman, islam adalah suatu
sistem yang pasti, karna dalam filsafat agama islam adalah suatu inti yang
tidak bisa di ganggu gugat lagi. Semua urusan manusia yang berada di muka bumi
tidaka akan pernah tertata rapi tanpa ada peraturan yang mendasarinya, dengan
demikian agama lah yang menjadi pondasi
seseorang di masa hidup dan wafatnya, ketika seseorang tidak bersandar dengan agama
di ibaratkan dengan ceriita dongeng yang tidak punya arah dan tidak punya sandaran
dalam mengakhiri.
Islam
adalah agama penyempurna dari agama yanglain,
karna islam di tata sedemikian rupa oleh Allah SWT dan di peralih
tangankan dengan Nabi Muhammad saw yang sudah di tempa oleh dua orang tua dan
malaikat Jibril. Dengan demikian agama islam adalah agama penyempurna bagi seluruh agama di mana saja. Akan tetapi
dalam perundang-undangan islam terdapat seekian banyak ayat-ayat yang menjadi panutan dan pegangan agar tidak tersalah
dalam melangakah, di samping itu dengan hadirnya hadist-hadist yang bertugas
memperjelas ajaran Al-Qur’an.
Islam
merupakan agama yang mendidik sedemikian mudahnya, semua hal yang pasti
bermanfaat bagi umat pasti islam terlibat di dalamnya agar umat tidak
terjerumus dalam kesalaha. Islam mengatur segala gerik, mulai hal yang paling
mudah dan yang paling sulit, mulai saat bangun tidur sampai tidur lagi islam
selalu sipa mendidik umatnya. Dengan demikian terbuktilah bahwa islam sangat
perduli bagi kesejahteraan umatnya.
Dengan sekian banyaknya peraturan-peraturan
yang berlatar belakang dengan islam semuanya tidak pernah bertentangan dengan
hati nurani manusia. Dalam tingkah laku sehari-hari islam sudah mendektikan
dengan secermat mungkin salah satunya adalah mendegarkan music, bagaimana islam
menentukan aturannya yang bertujuan untuk kebahagiaan umat dengan menintahi
hukum mendengarkan music dan bagaimana hukum islam dengan main music? Dengan
demikian islam sudah menjaga umat dari kenegatifan, karna music dalam realita kita
sekarang sudah menjadi mayoritas di telinga umat-umat islam, bagaimana islam
menanggapi yang demikian dalam kehidupan.
B. HUKUM MENDENGARKAN MUSIC[1].
Dalam judul demikian sangat berpengaruh bagi pola kehidupan kitam karena sekarng siapa yang tidak pernah mendengarkan nyanyian atau
music, dalam urusan demikian rujukan yang paking utama adalah Al-Qur’an:
z`ÏBur Ĩ$¨Z9$# `tB ÎtIô±t uqôgs9 Ï]Ïysø9$# ¨@ÅÒãÏ9 `tã È@Î6y «!$# ÎötóÎ/ 5Où=Ïæ $ydxÏGtur #·râèd 4 y7Í´¯»s9'ré& öNçlm; Ò>#xtã ×ûüÎgB ÇÏÈ
6. dan di antara manusia (ada) orang yang
mempergunakan Perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari
jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan.
mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan[2].
uqèd Ï%©!$# Yn=y{ Nä3s9 $¨B Îû ÇÚöF{$# $YèÏJy_ §NèO #uqtGó$# n<Î) Ïä!$yJ¡¡9$# £`ßg1§q|¡sù yìö7y ;Nºuq»yJy 4 uqèdur Èe@ä3Î/ >äóÓx« ×LìÎ=tæ ÇËÒÈ
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada
di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya
tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.[3]
Dan
meskipun ada Nash yang melarang, tapi tidak memenuhi Kriteria keshahihannya
maka tak akan mempengaruhi kehalalan suatu perkara.
$tBur öNä3s9 wr& (#qè=à2ù's? $£JÏB tÏ.è ÞOó$# «!$# Ïmøn=tã ôs%ur @¢Ásù Nä3s9 $¨B tP§ym öNä3øn=tæ wÎ) $tB óOè?öÌäÜôÊ$# Ïmøs9Î) 3 ¨bÎ)ur #ZÏWx. tbq=ÅÒã©9 OÎgͬ!#uq÷dr'Î/ ÎötóÎ/ AOù=Ïæ 3 ¨bÎ) /u uqèd ÞOn=÷ær& tûïÏtG÷èßJø9$$Î/ ÇÊÊÒÈ
Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang
disebut nama Allah ketika menyembelihnya, Padahal Sesungguhnya Allah telah
menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang
terpaksa kamu memakannya. dan Sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar
benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa
pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang
yang melampaui batas.[4]
Dan
Nabi Saw bersabda:
ان الله فرض فرائض فلا تضيعو ها وحد
حدو دا فلا تعتد و ها,وسكت عن اشيا ء رحمة بكم غير نسيا ن فلا تبحثو عنها
Sesungguhnya
Allah swt.telah menentukan kewajiban-kewajiban, maka janganlah kamu
menyia-nyiakannya,dan menetapkan batas-batas (larangan) maka janganlah kamu
melanggarnya, dan Dia diamkan beberapa perkara sebagai Rahmat buat kamu, bukan
karena lupa, maka janganlah kamu mencari-carinya.[5]
Dengan demikian banyak sekali
pendapat-pendapat yang mengharamkan dengan dalih Firman Allah tersebut, selain
Firman Allah para mujtahit dalam bidang ini juga berpegang dengan penafsiran
yang berasal dari sahabat. Menurut sahabat yang di maksut dengan “Lahwul hadist”
(Perkataan yang tidak berguna) dalam ayat ini intinya adalah nyanyian.
Disamping demikian mereka pun juaga berpegang
dengan ayat lain:
#sÎ)ur (#qãèÏJy uqøó¯=9$# (#qàÊtôãr& çm÷Ztã (#qä9$s%ur !$uZs9 $oYè=»uHùår& öNä3s9ur ö/ä3è=»uHùår& íN»n=y öNä3øn=tæ w ÓÈötFö;tR tûüÎ=Îg»pgø:$# ÇÎÎÈ
55. dan apabila mereka mendengar Perkataan
yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata:
"Bagi Kami amal-amal Kami dan bagimu amal-amalmu, Kesejahteraan atas
dirimu, Kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil[6]".
Mereka menafsirkan “laghwu” Adalah
nyanyian , sedangakan nyanyian adalah perkataan yang tidak bermanfaat.
Dalam dua ayat
demikian maka orang-orang yang mempunyai pemikiran yang kritis dengan
filsafat yang ideologis mengkritik dengan pertanyaan: Tepatkah ke dua ayat ini
di gunakan sebagai dalil masalah ini? Dan bagaimana pendapat Ulama-ulama dalam
mentaukidkan masalh ini?
Masalah nyayian, Baik nyanyian itu menggunkan
alat music atau tanpa alat music merupakan masalah yang di perdebatkan oleh
sekian banyak Fuqaha untuk menentukan ijtihatnya. Mereka sepakat dalam beberapa
hal, akan tetapi mereka juga tidak sepakat dalam beberapa hal lain. Mereka
sepakat mengharamkan nyanyian dengan alsan nyanyian tersebut membawa dalam
gerbang kekejian dan kefasikan bahkan bisa-bisa menyert seseorang ke dalam
kemaksiatan, karna pada hakikatnya nyaian itu baik jika dalam bait-baitnya
mengandung kebaikan dan sebaliknya.
Sedangakan setiap perkataan yang mengandung keburukan dalam bentuk
apapun maka itu hukumnya di nyatakan haram. Dan bagaimana jika nyanyian itu
mengandung hal-hal yang positif? Mereka juga berpendapat bahwa bolehnya
nyanyian pada sikon acara yang gembira, seperti pernikahan, saat menyambut
kedatangan seseorang[7].
Dari berbagai macam pendapat dengan tujuan
merumuskan satu hukum yang memang sulit untuk berijtihat, di samping demmikian
banyaknya para Fuqaha yang ikhtilaf dalam masalah ini, akan tetapi mayritas
dari para ijtihat menghalalkan nyanyian bagaimanapun itu jenisnya akan tetapi
tetap beredar di bawah garis kemanfaatan itu lagu. Mereka beijtihat dengan
menghalalkan nyanyian karna dua ayat yang sudah dinyataka dan kembali untuk di
perhatikan
dan di antara manusia (ada) orang yang
mempergunakan Perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari
jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan.
mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.
Ayat
ini di jadikan dalail oleh sebagian sahabat dan tabi,in untuk mengaharamkan
nyanyian, akan tetapi dalam sekian banyak penafsir, maka penafsiran yang di kutip
dalam masalah ini adalah kitab Al-Muhalla, Ia berkata pada kitapnya tersebut
bahwa ayat yang demikian tidak adapat di jadikan alasan untuk mengaramkannya
jkarna di lihat dari beberapa alsan:
1. Tidak ada hujjah bagi seseorang bselain Rasulullah.
2. Pendapat ini telah di tentang oleh sebagian sahabat dan tabi,in yang lain.
3. Nash yang ini justru malah membatalkan argumentasi.karna di dalamnya
mengandung kualifikasi tertentu.
C. IHKTILAF ULAMA DALAM MENETAFKAN HUKUM
Diantara sekian bnyak debat dalam masalah ini
imam-imam terbesar merumuskah satu masalah
yaitu Para ulama Syafi’i dan Hambali memakruhkan alat pukul yang terbuat
dari dahan pohon yang menjadikan nyanyiannya semakin ramai dan nyanyian itu
tidak akan ramai apabila alat itu digunakan sendirian. Alat itu menyertai
nyanyian sehingga hukumnya adalah hukum nyanyian, yaitu makruh apabila
digabungkan dengan sesuatu yang haram atau markruh seperti tepuk tangan,
nyanyian, tarian dan apabila tidak ada hal-hal demikian maka ia tidaklah makruh
karena ia bukanlah alat musik. Akan tetapi Imam Malik, Zhohiriyah dan
sekelompok orang-orang sufi membolehkan mendengarkan musik walaupun dengan
menggunakan alat pukul dari kayu dan rotan, ini adalah pendapat sekelompok
sahabat, seperti Ibnu Umar, Abdullah bin Ja’far, Abdullah bin Zubeir, Muawiyah,
Amr bin ‘Ash dan yang lainnya serta sekelompok tabi’in seperti Sa’id bin
Musayyib.
Syeikh Abdul Ghani an Nablusi al Hanafi yang menegaskan
didalamnya bahwa hadits-hadits yang dijadikan dasar oleh orang-orang yang
mengharamkan musik terikat dengan penyebutan berbagai macam permainan,
penyebutan khomr, biduanita, perbuatan tak senonoh dan hampir dipastikan bahwa
didalam hadits tersebut tidak disebutkan perbuatan-perbuatan yang demikian.
Karena itu dia menjadikan bahwa mendengar suara-suara dan alat-alat musik
apabila disertai dengan hal-hal yang diharamkan atau menggunakan sarana-sarana
yang diharamkan atau terjadi di situ hal-hal yang diharamkan maka hukumnya
haram. Dan
apabila ia bersih dari hal-hal yang demikian maka hukumnya mubah (boleh) untuk
menghadiri, mendengarkan dan mempelajarinya.
Imam Malik, Zhohiriyah dan sekelompok orang-orang sufi membolehkan
mendengarkan musik walaupun dengan menggunakan alat pukul dari kayu dan rotan,
ini adalah pendapat sekelompok sahabat, seperti Ibnu Umar, Abdullah bin Ja’far,
Abdullah bin Zubeir, Muawiyah, Amr bin ‘Ash dan yang lainnya serta sekelompok
tabi’in seperti Sa’id bin Musayyib
Syeikh Mahmud Syaltut mengatakan didalam fatawanya
tentang belajar alat musik dan mendengarkannya bahwa sesungguhnya Allah swt
menciptakan manusia dengan memiliki insting atau tabi’at yang cenderung kepada
kesenangan dan kebaikan yang membekas didalam dirinya. Dengan
hal itu dirinya menjadi tenang, senang, bersemangat dan menenangkan anggota
tubuhnya. Jiwanya juga merasa lega dengan berbagai pemandangan yang indah
seperti pemandangan yang hijau, air yang jernih, wajah yang cantik, bebauan
yang wangi[8].
Syeikh Abdul Ghani an Nablusi al Hanafi yang menegaskan
didalamnya bahwa hadits-hadits yang dijadikan dasar oleh orang-orang yang
mengharamkan musik terikat dengan penyebutan berbagai macam permainan,
penyebutan khomr, biduanita, perbuatan tak senonoh dan hampir dipastikan bahwa
didalam hadits tersebut tidak disebutkan perbuatan-perbuatan yang demikian.
Karena itu dia menjadikan bahwa mendengar suara-suara dan alat-alat musik
apabila disertai dengan hal-hal yang diharamkan atau menggunakan sarana-sarana
yang diharamkan atau terjadi di situ hal-hal yang diharamkan maka hukumnya
haram. Dan
apabila ia bersih dari hal-hal yang demikian maka hukumnya mubah (boleh) untuk
menghadiri, mendengarkan dan mempelajarinya.
dari berbagai kitab fiqih para madzhab dan hukum-hukum
didalam Al Qur’an dan dari sisi bahasa bahwa memukul duff (rebana) atau
alat-alat lainnya para penunggang onta, untuk menggelorakan semangat para
tentara dalam berperang, didalam perkawinan, hari raya, kedatangan orang yang
selama ini hilang, membangkitkan semangat untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan
yang penting adalah mubah sebagaimana kesepakatan ulama. Adapun perselisihan
yang terjadi diantara para fuqoha yang terdapat didalam buku-buku mereka adalah
masalah halal atau tidak halal menyibukkan dirinya dengan musik baik
mendengarkan.
Ibnu Hazm mengatakan bahwa permasalahan ini tergantung
dari niatnya. Barangsiapa yang berniat untuk menghibur dirinya, menyemangatinya
untuk berbuat ketaatan maka ia termasuk orang yang taat dan berbuat baik dan
barangsiapa yang berniat bukan untuk ketaatan juga bukan untuk kemaksiatan maka
hal itu termasuk didalam perbuatan yang sia-sia yang dimaafkan seperti manusia
yang keluar ke kebunnya hanya untuk refresing atau orang yang duduk-duduk di
depan pintu rumahnya untuk rileks semata. Imam Ghozali mengemukakan pendapat asy Syaukani
didalam menjelaskan hadits,”Segala permainan yang dimainkan seorang mukmin
adalah batil.” Tidaklah menunukkan pengharaman akan tetapi menunjukkan tidak
adanya manfaat dan setiap yang tidak ada manfaat didalamnya termasuk mubah
(boleh).” Dengan demikin para ulama
berpendapat bahwa mucic d perbolehkah dengan alasan:
D. ALASAN-ALASAN BOLEHNYA
MENYANYI DAN MENDENGARKANNYA[9].
1. Tidak diniatkan untuk masiat kepada Allah
swt.
2. Tidak berlebih-lebihan didalam menikmati maupun
mendengarkannya sehingga melalaikannya dari perkara-perkara yang diwajibkan,
seperti : sholat, mengingat Allah maupun kewajiban lainnya.
3. Para pemainnya tidak menampilkan
perbuatan-perbuatan yang diharamkan atau dilarang agama.
4. Biduanitanya jika ada tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang
mengundang fitnah, seperti :menggunakan gaun yang seronok, tidak sopan,
bergoyang-goyang atau menyanyikannya dengan suara-suara yang dibuat-buat
sehingga membangkitkan birahi dan merangsang syahwat orang-orang yang
mendengarkannya.
5. Bait-bait syair lagunya tidak bertentangan
dengan adab dan ajaran islam, seperti mengandung kemusyrikan, pelecehan, jorok
dan sejenisnya.
6. Tidak diadakan di tempat-tempat yang
mengandung syubhat, kemunkaran atau diharamkan, seperti di tempat yang
dibarengi dengan minuman keras, dicampur dengan perbuatan cabul dan maksiat.
E. FAKTA YANG TERJADI
DALAM REALITA SEKARANG.
Keprihatinan
yang dalam akan kita rasakan, kalau kita melihat ulah generasi muda Islam saat
ini yang cenderung liar dalam bermain musik atau bernyanyi. Mungkin mereka
berkiblat kepada penyanyi atau kelompok musik terkenal yang umumnya memang
bermental bejat dan bobrok serta tidak berpegang dengan nilai-nilai Islam. Atau
mungkin juga, mereka cukup sulit atau jarang mendapatkan teladan permainan
musik dan nyanyian yang Islami di tengah suasana hedonistik yang mendominasi
kehidupan saat ini. Walhasil, generasi muda Islam akhirnya cenderung membebek
kepada para pemusik atau penyanyi sekuler yang sering mereka saksikan atau
dengar di TV, radio, kaset, VCD, dan berbagai media lainnya.
Tak
dapat diingkari, kondisi memprihatinkan tersebut tercipta karena sistem
kehidupan kita telah menganut paham sekularisme yang sangat bertentangan dengan
Islam. Muhammad Quthb mengatakan sekularisme
adalah iqamatul
hayati ‘ala ghayri asasin minad dîn, artinya, mengatur kehidupan
dengan tidak berasaskan agama (Islam). Atau dalam bahasa yang lebih tajam,
sekularisme menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani
adalah memisahkan agama dari segala urusan kehidupan (fashl
ad-din ‘an al-hayah) (Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani,
Nizhâm
Al-Islâm, hal. 25). Dengan demikian, sekularisme sebenarnya tidak
sekedar terwujud dalam pemisahan agama dari dunia politik, tetapi juga nampak
dalam pemisahan agama dari urusan seni budaya, termasuk seni musik dan seni
vokal (nyanyian).
Kondisi ini harus segera diakhiri dengan jalan mendobrak
dan merobohkan sistem kehidupan sekuler yang ada, lalu di atas reruntuhannya
kita bangun sistem kehidupan Islam, yaitu sebuah sistem kehidupan yang
berasaskan semata pada Aqidah Islamiyah sebagaimana dicontohkan Rasulullah Saw
dan para shahabatnya. Inilah solusi fundamental dan radikal terhadap
kondisi kehidupan yang sangat rusak dan buruk sekarang ini, sebagai akibat
penerapan paham sekulerisme yang kufur. Namun demikian, di tengah perjuangan
kita mewujudkan kembali masyarakat Islami tersebut, bukan berarti kita saat ini
tidak berbuat apa-apa dan hanya berpangku tangan menunggu perubahan. Tidak
demikian. Kita tetap wajib melakukan Islamisasi pada hal-hal yang dapat kita
jangkau dan dapat kita lakukan, seperti halnya bermain musik dan bernyanyi
sesuai ketentuan Islam dalam ruang lingkup kampus kita atau lingkungan kita[10].
menyanyi
dengan menampakkan aurat, sambil minum khamar, atau pergaulan antara laki-laki
dan perempuan dan percampuran antara keduanya tanpa batas. Inilah yang Nabi juluki
dalam Hadits diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan lainnya:
ليشربن ناس من امتي الخمر, يسمو نها
بغير اسمها, يعزف علي رءو سهم بالمعازف والمغنيات, يخسف لله بهم الارض ويجعلو منهم
القردة والخنا زير.
"Sungguh akan ada manusia-manusia dari umatku yang meminum khamar dan mereka
namai dengan nama lain, dinyanyikan pada kepalanya dengan alat-alat musik dan
biduanita-biduanita. Allah akan menenggelamkan mereka ke dalam bumi dan
menjadikan mereka (seperti) kera dan babi.
Perlu diketahui juga bahwa orang pada zaman dahulu, yang ingin
mendengarkan nyanyian harus mendatangi tempat pementasan. Dia harus bercampur
baur dengan para biduan dan biduanita serta pengunjung yang lain, dan jarang
sekali selamat dari hal-hal yang dilarang oleh Syara’ dan dari hal-hal yang
dibenci Agama. Tapi sekarang orang bisa saja mendengarkan nyanyian dari tempat
yang sangat jauh, dan merupakan unsur yang meringankan terhadap masalah
tersebut, sehingga cenderung diizinkan dan diberi kemudahan.
Oleh karena itu kita harus adil dalam keadilan membagi antara
nyanyian, program, dan seluruh kehidupan kita. Hendaklah seimbang antara dunia
dan agama. Begitu pun dunia, harus seimbang antara hak pribadi dalam
menyampaikan perasaan kita (melalui nyanyian) dan hak masyarakat. Kita mungkin
ingin menyanyikan tentang suara hati kita, tapi lihatlah orang-orang yang
mendengar tentang apa yang kita suarakan itu.[11]
Berlebih-lebihan
dalam menonjolkan salah satu perasaan harus memperhitungkan juga masyarakat
yang ada di lingkungan kita.
F. DALIL-DALIL YANG MENDEfINISIKAN HARAMNYA NYANYIAN.
z`ÏBur Ĩ$¨Z9$# `tB ÎtIô±t uqôgs9 Ï]Ïysø9$# ¨@ÅÒãÏ9 `tã È@Î6y «!$# ÎötóÎ/ 5Où=Ïæ $ydxÏGtur #·râèd 4 y7Í´¯»s9'ré& öNçlm; Ò>#xtã ×ûüÎgB ÇÏÈ
6. dan di antara manusia (ada) orang
yang mempergunakan Perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia)
dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan.
mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan[12].
ô`ÏJsùr& #x»yd Ï]Ïptø:$# tbqç7yf÷ès? ÇÎÒÈ tbqä3ysôÒs?ur wur tbqä3ö7s? ÇÏÉÈ ÷LäêRr&ur tbrßÏJ»y ÇÏÊÈ
59. Maka Apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini?
60. dan kamu mentertawakan dan tidak menangis?
61. sedang kamu melengahkan(nya)?[13]
øÌøÿtFó$#ur Ç`tB |M÷èsÜtGó$# Nåk÷]ÏB y7Ï?öq|ÁÎ/ ó=Î=ô_r&ur NÍkön=tã y7Î=øs¿2 Î=Å`uur óOßgø.Í$x©ur Îû ÉAºuqøBF{$# Ï»s9÷rF{$#ur öNèdôÏãur 4 $tBur ãNèdßÏèt ß`»sÜø¤±9$# wÎ) #·rãäî ÇÏÍÈ
64. dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka
dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu
yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan
beri janjilah mereka. dan tidak ada yang dijanjikan oleh syaitan kepada mereka
melainkan tipuan belaka[14].
Hadits Abu Malik Al-Asy’ari ra bahwa Rasulullah Saw
bersabda:“Sesungguhnya
akan ada di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutera, arak, dan
alat-alat musik (al-ma’azif)[15].”
Hadits Aisyah ra Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya
Allah mengharamkan nyanyian-nyanyian (qoynah) dan menjualbelikannya, mempelajarinya atau
mendengar-kannya.” Kemudian beliau membacakan ayat di atas[16].
Hadits
dari Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah Saw bersabda: “Nyanyian
itu bisa menimbulkan nifaq, seperti air menumbuhkan kembang[17].
Hadits
dari Abu Umamah ra, Rasulullah Saw bersabda: “Orang
yang bernyanyi, maka Allah SWT mengutus padanya dua syaitan yang menunggangi
dua pundaknya dan memukul-mukul tumitnya pada dada si penyanyi sampai dia
berhenti[18]
Hadits
yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Auf ra
bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya
aku dilarang dari suara yang hina dan sesat, yaitu: 1. Alunan suara nyanyian
yang melalaikan dengan iringan seruling syaitan (mazamirus syaithan). 2.
Ratapan seorang ketika mendapat musibah sehingga menampar wajahnya sendiri dan
merobek pakaiannya dengan ratapan syetan (rannatus syaithan).
F. DALIL-DALIL YANG MENGHALALKAN
NYANYIAN.
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä w (#qãBÌhptéB ÏM»t6ÍhsÛ !$tB ¨@ymr& ª!$# öNä3s9 wur (#ÿrßtG÷ès? 4 cÎ) ©!$# w =Ïtä tûïÏtF÷èßJø9$# ÇÑÐÈ
87. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan
apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu
melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas[19]..
Hadits
dari Nafi’ ra, katanya: Aku
berjalan bersama Abdullah Bin Umar ra. Dalam perjalanan kami mendengar suara
seruling, maka dia menutup telinganya dengan telunjuknya terus berjalan sambil
berkata; “Hai
Nafi, masihkah kau dengar suara itu?” sampai aku menjawab tidak.
Kemudian dia lepaskan jarinya dan berkata; “Demikianlah yang dilakukan Rasulullah Saw[20].
ليكو
نن قوم من امتي يستحلون الحر والحرير والخمر والمعا زف
"Sungguh akan ada dari Ummatku yang menganggap halal terhadap wanita
penghibur (Zina), sutera, khamar, dan alat-alat musik.
Meskipun Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari,
tetapi secara Mua’allq, tanpa mempunyai sanad yang bersambung, karena
itu Ibnu Hazm menolaknya.[21]
Dalam dalam hukum tambahan sanad adalah menjadikan yang mauquf menjadi marfu’.[22]
Karena sanad Hadits ini berkisar pada
Hisyam bin Amr, sedang dia banyak dilemahkan oleh banyak Ulama[23]
Ibnu Nahwi dalam al-Umdah berkata:[24]
“Kebolehan menyanyi dan mendengarkannya ini diriwayatkan dari segolongan
Tabi’in, dari golongan sahabat antara lain Umar (sebagaimana diriwayatkan oleh
Ibnu Abdil Barr dan lainnya), Utsman (sebagaimana diriwayatkan oleh al-Mawardi
dan pengarang kitab al-bayan, yaitu Imam Rafi’i), Abdur Rahman bin Auf
(seperti yang diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah), Abu Ubaidah bin Jarrah
(sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Qutaibah), Abu Mas’ud Al-Anshari (seperti
yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi), Bilal dan Abdullah bin al-Arqam serta
Usamah bin Zaid (sebagaimana diriwayatkan oleh Baihaqi).
Ruba’i Binti Mu’awwidz Bin Afra berkata: Nabi Saw
mendatangi pesta perkawinanku, lalu beliau duduk di atas dipan seperti dudukmu
denganku, lalu mulailah beberapa orang hamba perempuan kami memukul gendang dan
mereka menyanyi dengan memuji orang yang mati syahid pada perang Badar. Tiba-tiba
salah seorang di antara mereka berkata: “Di antara kita ada Nabi Saw yang mengetahui apa
yang akan terjadi kemudian.” Maka Nabi Saw bersabda: “Tinggalkan omongan itu. Teruskanlah apa yang
kamu (nyanyikan) tadi[25].
Dari
Aisyah ra; dia pernah menikahkan seorang wanita kepada pemuda Anshar. Tiba-tiba
Rasulullah Saw bersabda: “Mengapa
tidak kalian adakan permainan karena orang Anshar itu suka pada permainan[26].
Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Umar
melewati shahabat Hasan sedangkan ia sedang melantunkan syi’ir di masjid. Maka
Umar memicingkan mata tidak setuju. Lalu Hasan berkata:
“Aku pernah bersyi’ir di masjid dan di sana ada
orang yang lebih mulia daripadamu (yaitu Rasulullah Saw[27].
Dari sini
kita dapat memahami bahwa nyanyian ada yang diharamkan, dan ada yang
dihalalkan. Nyanyian haram
didasarkan pada dalil-dalil yang mengharamkan nyanyian, yaitu nyanyian yang
disertai dengan kemaksiatan atau kemunkaran, baik berupa perkataan (qaul),
perbuatan (fi’il),
atau sarana (asy-yâ’), misalnya disertai khamr,
zina, penampakan aurat, ikhtilath (campur baur
pria–wanita), atau syairnya yang bertentangan dengan syara’, misalnya mengajak
pacaran, mendukung pergaulan bebas, mempropagandakan sekularisme, liberalisme,
nasionalisme, dan sebagainya. Nyanyian halal
didasarkan pada dalil-dalil yang menghalalkan, yaitu nyanyian yang kriterianya
adalah bersih dari unsur kemaksiatan atau kemunkaran. Misalnya nyanyian yang
syairnya memuji sifat-sifat Allah SWT, mendorong orang meneladani Rasul,
mengajak taubat dari judi, mengajak menuntut ilmu, menceritakan keindahan alam
semesta, dan semisalnya[28].
G. MAZDHAB-MAZDHAB HUKUM DALAM MENETAPKAN HUKUM NAYNYIAN.
a. Mazdhab syafi,i.
Ulama Safi,iyah dan Imam Gazhali berkata yang berada di
dalam kitapnya Al-Ihya: Nash-nash yang meenunjuka di perbolehkannya bernyanyi,
tariyan, memukul terbanag, permainanan perisayyang di tempa dari kulit dan
menyalsikan perttunjukan tariyan Habsyi adalah di samakan dengan hari besar karena hari-hari besar
juaga sa,at-sa,at bersuka ria(Boleh). Seperti hari raya di samakan dengan hari
perkawinan, hari walimah dan lain-lain
yamg demikian itu adalah hari yang tidak di larang oleh hukum syara[29].
Beliyau membagi nyanyian dengan dua bagian:
1.
Nyanyian yang menimbulkan fitnah,berbau kesyrikan,
menggibah, menfitnah, menyindir.
2.
Nyanyian yang di lantunkan dengan kata-kata yang di
anggap keci oleh agama. Baik dalam bentuk apapun. Dan keduan devinisi ini di
hukumkan haram oleh agama.
b. Mazdhab Hanafi (Hanafiyah)
Mazdhab Hanafi mendevinikan hukum nyanyiann dengan
katagori, Nyanyian yang mengandung ungkapan-ungkapan yang tidak halal baik
dalam segi apapun dan juga sebaliknya dengan divenisi hukum Makruh Tahrim, sama
dengan permainan seperti dadu, catur, mandoling, rebab, biola, serupi, terompet
dan yang lain-lain[30].
c. Mazdhab hambali (Hambaliyah)
Mazdhab Hambali menetukaan hukum Nynyian itu berbeda dengan hukum-hukum yang di tentukan
oleh Mazdhab-madzhab yang lain yaitu dengan mentidak bolehkannya bermain sejenis
kecapi, seruling, gendang, gitar, piano dan lain-lain seperti tidak bolehnya
hukum bermain dadu. Akan tetapi dalam sestem yang demikian ada sela keketatan
untuk menyanyi dan bermain music yaitu pada acara pernikahan, dan acara-acara
yang lainnya. Misalnya pada acara pernikahan ada yang melakukan hal yaang
demikian seprti ada nyanyi-nyanyian maka Hambali menentukan hukumnya dengan
tidak wajib hadir.
d. Mazdhab Maliki (Malikiyah)
Mazdhab Maliki mempunyai hukum tersendiri mengenai masalah
ini, dan Mazdhab ini menetapkan bahwa
bolehnya alat-alat music yang sudah masyhur di kalangan manusia sperti gitar,
piano, dan lain-lain, dan alat-alat music ini di bolehkan juga untuk laki-laki
dan juga wanita. Adapun mengenai nyanyian yang di perbolehkan dalam Mazdhab ini
adalah dalam bentuk syair-syair saja.
KESIMPULAN
Nyanyian merupakan
suatau perkara yang pastinya salah satu indra kita pernah mendengarnya, dari
urayan tentang pendapat-pendapat ulama
yang sebagiannya membolehkan dan sebagiannya tidak membolehkan semunya tidak
luput dari dalil-dalil yang menjadi landasan bagi mereka. Deangan sekian bnyak
pendapat yang terkluar dari argumen-argumen para ulama maka kita yang sebagai
manusia yanghidup di era ke muderenan dap[at mengambil pendapat yang di
fatwakan tentang kebolehannya.
Dari uraian tentang hukum nyanyian di atas, maka dapat kita
simpulkan bahwa semua yang ada di dunia ini pada dasarnya adalah halal hingga
ada ketentuan yang melarang nya. Dan nyanyian yang dikategorikan banyak kalangan berpendapat
sebagai sesuatu yang haram, perlu dikaji ulang, sebab belum tentu semua yang
dikategorikan tersebut sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Dan dari ketentuan yang
menghalalkan nyanyian tadi, tentu ada criteria-kriteria yang harus dipenuhi
guna menyempurnakan keabsahan hukum tersebut.
Ditambah lagi dengan band-band yang semakin hari semakin
faseh dalam melantunkan bait-bait lirik yaang terkeluar lewat hembusan indara
mereka. Denagn demikin tentu saja indra kita yang masih dalam kondisi normal
secra tidak sengaja bahkan secara sengaja mendengarnya dan kadang-kadang juga
terhembus lewat mulut kita sendri. Dan tentunya semua itu ada hukum-hukum faqih
yang menetukannya. Oleh sebab itulah kita mengambil kepusan dengan bolehnya
yang demikian itu, sesuai dengan mazdhab yang kita anut sekarang.
Dan mengenai masalah ini, tentu ada yang berbeda pendapat, dan hal
ini wajar didalam Islam, oleh karena itu kita tak boleh terlalu menghukumi
orang yang berbeda pandapat dari kita itu adalah salah. Karena Nabi pun
mengatakan bahwa perbedaan pendapat dikalangan umat Islam adalah Rahmat, dan
jangan kita jadikan sebaliknya (perbedaan pendapat membawa laknat Tuhan).
Kebenaran adalah mutlak milik Allah
Swt.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, T.t.
Qardhawi,
Yusuf, Fatwa-Fatwa Kontemporer jilid II., Gema Insani Press: Jakarta,
1995.
Al-Qaththan, Syaikh Mana’, Pengantar
Studi Hadits, penerjemah: Mifdhol Abdurrahman, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta:
2010.
As-Syuwaiki ,Syaikh Muhammad, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas,t.t.
At-Taqiyuddin, Syaikh an-Nabhani, Nizhâm Al-Islâm, t.t.
Zuhri ,Muhammad, Fiqih empat mazdhab,
CV. Assyfa: Semarang, 1999.
[1]
Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa
kontemporer, (Gema insani fress: Jakarta,1995),.h.865.
[2]
Q.S. Al-Luqman,6.
[3] Al Baqarah:
29.
[4] Al An’am: 119.
[5]
HR Duruqutni
dari Abu Tsa’labah Al Khusyani,dan dihasankan oleh al-Hafizh Abu Bakar As
Sam’ani dalam kitab Amali nya dan Imam Nawawi dalam Arba’in. Yusuf
Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer jilid II., (Gema Insani Press:
Jakarta, 1995).hal.675.
[6]
Q.S. Al-Qashash,55.
[7]
Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa
kontemporer., h.867-868.
[11] Sekarang sudah terbukti, dengan
adanya lagu-lagu yang bertemakan cinta, banyak anak-anak yang seolah-olah tak
mempunyai nyanyian yang mereka banggakan sebagai nyanyian mereka, tapi para artis seolah tak peduli lagi dengan anak-anak yang
ingin kakak-kakak mudanya menyanyikan lagu untuk mereka, para artis tak
mengetahui tentang realitas yang terjadi dilapangan tentang perkembangan
Psikologi anak-anak kecil dibawah mereka, atau mereka hanya pura-pura tak tahu
dan egois, memikirkan perkembangan karir mereka agar dilihat orang.
[13]
Qs. an-Najm [53]: 59-61
[14] Maksud ayat ini ialah Allah memberi
kesempatan kepada iblis untuk menyesatkan manusia dengan segala kemampuan yang
ada padanya. tetapi segala tipu daya syaitan itu tidak akan mampu menghadapi
orang-orang yang benar-benar beriman
[15] HR. Bukhari,
Shahih Bukhari, hadits no. 5590
[17] HR. Ibnu Abi Dunya
dan al-Baihaqi,
hadits mauquf
[18] HR. Ibnu Abid Dunya
[19]
Qs. al-Mâ’idah [5]: 87
[21]
Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa
kontemporer, hal.681.
[22]
Syaikh Mana’ Al-Qaththan,
Pengantar Studi Hadits, penerjemah: Mifdhol Abdurrahman, (Pustaka
Al-Kautsar, Jakarta: 2010).hal177.
[23] Untuk lebih jelasnya lihat pada
kitab Mizanul-I’tidal dan Tahdzibu-Tahdzib. Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa
kontemporer, hal.681.
[24] Yusuf Qardhawi, hal.697.
[26]
HR. Bukhari
[30] H.M.Zuhri, Fiqih empat mazdhab.
h. 73.
This post have 0 komentar
:) :( hihi :-) :D =D :-d ;( ;-( @-) :P :o -_- (o) :p :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ $-) (y) (f) x-) (k) (h) cheer lol rock angry @@ :ng pin poop :* :v 100