A. PENDAHULUAN
Islam merupakan agama yang paling semurna di
bandingkan dengan agama-agama yang lain, karena islam pada dasarnya adalah
penyempurna dari agama-agama. Agama islam merupakan sumber yang paling bermutu
jika di bandingkan dengan yang lain. Dan disinilah mayoritas manusia memaluhkan
paku keyakinannya di paku agama islam.
Agama islam bukanlah agam yamg langsung muncul
dan di ketahui oleh mayoritas manusia, akan tetapi agama islam di perjuangkan
dengan tetesan darah dan paluh untuk menegakkan bendera islam di kaca mata
manusia. Dengan susuh payahnya para Nabi-nabi dan para orang-orang yang sudah
mengorbankan segalanya demi agama islam, baik mengorbankan keluarga, harta,
darah.
Islam adalah agama mampu membahagiakan umat manusia, isalam
adalah agama yang mampu menolong umat, di samping demikianlah islam mampu
menarik simpati manussia hingga pada akhirnya islam jaya di muka bumi ini.
Perkembangan islam di muka ini bukanlah dengan perktaan sim sulabim, akan
tetapi dengan semangat yang tinggi dan iman yang kuat hingga islam jaya di bumi
kita ini.
Kalimantan adalah kepulawan yang cukup besar,
oleh karena itulah perlu rasa semangat yang tinggi untuk menjelajahnya, di
samping demikian kalimantan terbagi
emmpat penjuru, kalimantan selatan, barat, timur dan tengah. Sekarang islam di
kaalimantan sudah menjadi mayoritas di kaca mata kependudukan. Oleh karena
itulah keringat yang di lakukan oleh para pejuang-pejuang dengan membawa
kalimat Allah hingga mampu menembus cakrawala kalimantan sediri.
Dengan semangat demikian bagaimanakah cara
kerja pejuang kalimat Allah meyakinkan bahwa islam adalah agama yang hakiki di
kalangan masyarkat kalimantan? Siapakah yang berperan dalam perkembangan islam
di kalimantan?
B. PERKEMBANGAN ISLAM DI KALIMANTAN SELATAN
Masuknaya
agama islam di kalimantan selatan sebnarnya sebelum kerajaan banjar berdiri
pada porosnya, dan di perkirakan denganpenuh seksamaa bahwa perkembangan agama
islamn di kalimantan selatan itu pada
abad ke-14 M. Denagan kata lain berdirinya kerajaan islam di kalimantan selatan
dengan tonkat pertama yaitu sultan suriyansah tidak menjadi alasan pertama bagi
awal-awal islam menjadi agama di kalimantan selatan.
Dua
abad sebelum kerajaan banjar berdiri, di sekitar kuin sudah terdapat pemukiman
penduduk yang memeluk agama islam yang
di kenal sebagai penduduk oloh masih atau orang melayu yang
tinggal di sekitar kiun, islam masuk ke kalimantan secara damai dan kebnyakan
ornag-orang penyebarnya adalah orang-orang pedagang atau ulama sebagai hhasil
dari timabal balik hubunghan kelautan dalam maslah perdagangan antara
johor-malaka, kemudian pasai dan aceh dengan negaraa daha dengan bandar muara
bahan yang ramai saat itu di kunjungi para pedagang-pedagang dari mana-mana,
dan waktu itu yang menjadi raajaa di negara Daaha adalah Panji agung maharaja
sari kaburangan sekitar abad ke-14[1].
Akan
tetapai penyebaran islam sangat meluas karana berdirinya kerajan Banjar yang di
podasikan oleh pangeran Suriyansah sebagai raja pertama yang memeluk islam,
dengan bantuan hubungan antara islam Demak dan pantai utaara jawa timur
gersikk, Tuban dan Surabaya mempercepat penyebaran islam di kalimantaan
selatan.
Dengan
demikian dalam tatarias islam di kalimantan bisa di rakumendasiakan sebagai
berikut:
1. Agama islam pada tahun-tahun tersebut sudah berkembang di segala
penjuru kerajaan di kalimantan
2. Agama islam masuk ke daerah pedalam-pedalaman dengan cara dan sistem
kedamayan seperti melalui teknis
perkawinan, dan perdagangan.
3. Agama islam telah mengikat kuat dalam sistem kesatuan anttara umat yang
be3pondasikan dari bebarapa item suku.
4. Mudah berkembangnya agama islam di karenakan penduduk waktu itu berada di
pinggiran laut dan sungai.
5. Hubungan kalimanttan dengan jawa sudah ada sejak zaman Hindu Maja Pahit
yang berlangsung pada zman islam demak[2]
Pada
awalnya Raden Paku yang di kenal sebagai Sunan Giri yang waktu itu berumur 23 tyahun, beliyau sudah berlayar ke
negri-negri jiran untuk menyebarkan agama islam dengan sistem perdagangan yang
pada waktu itu singgah ke pulau kalimantan
dan berlabuh di pemukiman Oloh Masih dengan membawa barang dagangan
sebnyak tiga buah kapal bersama dengan juragan kemboja yang terkenal dengan
nama Abu Hurairah, sesampai di pelabuhan datanglah penduduk untuk membeli
barang-barang yang telah di bawa beliyau akan tetapi jika yang datang itu
adaalah ornga fakir maka barang-barang itu du berikannbya secara Cuma-Cuma dan
ini merupak segi penghibur bagi mereka.
Di
samping yang demikian Sunan Giri juga mengirim pelajar-pelajar, saudagar,
nelayan ke pulau madura, bawean dan kangean bahkan sampaai ke ternate, bahakan
saalah seorang keturunan raja daha yang bernamaa raden Sekar Sunggung pergi ke
jawa ikut dengan sunan Giri yang pada akhirnya beliau bbergelar dengan sunan
serabut. Melalui jalur inilah hingga pada akhirnya Raden Samudra mendapat
bantuan dalam peperagn melawan pamannya pamn tumenggung, dan melalui
perdagangan inilah raden samudra mengenal agama islam sehingga dengan mudah
persaratan Raden Demak untuk mendapatkan bantuan sehingga dengan senang hati
raden Samdra memluk agama islam, hal ini mennujukan bahwa da,wah sunan giri
berhassil memperkenalkan islam ke daerah kalimantan seltan dengan berdirinya
kerajaan banjar.
Sunan Giri yang di waktu mudanya bernama
Raden Paku dalah putar dari Maulana
Ishak seorang ulama yang berasal dari pasei, Aceh. Raden paku mrempunyai
seorang istri dari putri raja yang konon katanya beliyau beribu dengan putri
raja balambangan, karena beliyau dapat menyembuhkan penyakit putri raja Blambangan yang waktu itu kerajaan masih
beragama hindu dan ketika putri raja kawin dengan Maulana ishak maka putri raja
itu masuk ke agama islam. Dan mempunyai
anak yang bernama Raden paku yang bergelar sebagai sunan giri, dan beliyaulah
salah satu orang yang menyebarkan islam ke kalimantan[3].
Menurut
sejarah yang lain bahwa islam berkembang di kalimntan melalui dua jalan:
1. Melalui jalan pedagang, bagaimana para pedagang melakukan taransaksi
terhadap masyarakat-masyrakat kalimantan para pedagang tersebut datang melalui
jalan malaka, padda tahun 1276 M kerajaan Malaka berdiri yang di pimpin oleh
sultan Mohammad Syah dan setelah iitu di pimpin kembali Abdul Aziz yang datang
dari jedah untuk membawa agama islam[4], terutama setelah
malaka jatuh ke tangan protogis, hingga akhirnya mereka tinggal di pesisir
barat pulau kalimantan, setelah itu bergeser ke pulau utara, hingga sampai ke
brunae dan mindano. Waktu spanyol datang ke brunae dan di temuinya di sana ada
kerajaan brunae yang sangat kuat waktu itu,, hingga pada akhirnya para
Muballigh dari Bernae menyebar luaskan islam ke philipina selatan hinnga pada
akhirnnya ada yang sampai ke kalimantan[5].
2. Muballigh islam yang di kirim dari kerajaaan islam jawa (Demak) dan
kebanyakan dari mereka melancarkan ushanya yang mendarat di dermaga
bagian selatan pulau kalimantan yaitu di Banjarmasin dan sekitarnya[6].
Para ahli sejarah mengambil keputusan bahwa kerajaan Pasae yang bertempat
di Aceh itu adalah kerajaan islam pertama, dan dari sinilah islam berkembang
sedemikian pesaatnya hingga ke berbagain penjuru. Berikut ini adalah jejak
petualangan para Muballigh ke negri-negri yang lainnya:
1. Jurusan pidie, Aceh besar, Daya, Trumon, Barus, Pariaman dan sekitarnya
sepanjang pesisir barat pulau sumatra dan sekelilingnya.
2. Jurusan Malaka dan sekelilingnya.
3. Jurusan pessisir utara pulau sumatra dan pulau jawa, dan dari Malaklah
berkembang islam ke daerah-daerah lain terutama setelah berdiri kerajaan Malak,
di saat inilah para Muballigh-muballigh gencar-gencarnya melakukan dakwah ke
pelosok-pelosok salah satunya adalah ke kalimantan yang di bawa oleh Maulana
Malik Ibrahim yang berlajar di Pasae, dengan jalur para orang-orang sumatra
tengah yang suka berlayar untuk berdagang ke Kalimantan dan sekitarnya[7].
Akan tetapi dalam masa permulaan sekali Menurut Sir Thomas Arnold,
“Mustahil dapat di ketahui tanggal yang
jelas tahun yang tepat tentang masuknya islam ke negri-negri melayau slaha
satunya adalah kalimantan. Barangkali islam telah di bawa kr negri melayu sejak
abad pertama yang di bawa oleh saudagar-saudagar arab dari Hijrah Nabi[8].
Dalam pendapat ahli sejrah lain bahwa islam masuk ke kawasan melayu itu
dalam dua persoalan:
1. Islam mampu menerobos ke negri-negri melayu.
2. Apakah orng arab yang pertama kali membawa islam ke bangsa Melayu ataukah
orng india.
Menilik bahwasanya alat-alat perhubungan pada masa itu adalah kapal layar,
tidak ada kapal-kapal besar yang menggunkan mesin canggih, dengan demikin
orng-orang arab di mungkinkan dengan besar bahawa mendarat di pelabuhan pantae
melabar. Jalan tempuhnya melalui pantai laut merah atau dari pantai sebelah
selatan sungai sind hingga berniaga ke pantai Malabar, di saat ini lagh
kemungkina orng india lansung menuju pulau-pulau melayu[9].
C. DAERAH PEMUKIMAN DAN DAERAH PENYEBARAN
AGAMA ISLAM
Dalam penyebaran imigran Melayu atau bisa di katakan nenek moyang urang
Baanjar yang mula-mula bermmukim di lembah-lembah sungai Martapura, sungai
Negara, dan sungai-sungai yang lain yang merupakan cabang dari sungai Negara.
Yang terpenting di antaranya adalah sungai Tabalong, Balangan, (batang) Alay,
Labuhan Amas, Amandit, dan Tapin. Semua
sungai yang di sebutkan ini merupakan sampai batas-batas tertentu.
Pemusatan penduduk waktu itu yang paling banyak di huni adalah di pinggiran sungai yang telah di
sebutkan tersebut, hingga pada akhirnya dengan pemukiman nenek moyang ddahhulu
sekarang telah menjadi kota-kota yang terkenal di kalimanytan selatan misalnya:
Banjarmasin, Martapura dan keduanya ini di tepi sungai Martapura, Marabahan (Di
muara bahan), Banua lawas, Kelua dan tanjung adalah di tepi sungai
Tabalong, Rantau di tepi sungai tapin, Kandangan di tepi sungan Amandit,
Birayang dan Barabai keduanya di tepi sungai Alay.
Hanya Tanjung dan umumnya lembah tabalong yang terletak di dataran yang
agak tinggi dari permukaan laut seperti kota Barabai, Kandangan, Rantau,
Binuang. Sedangkan Amuntai dan Alabio, Negara berada di kawasan rendah dan
sering banjir[10].
D. DI ANTARA ULAMA-ULAMA YANG PALING BERKESAN DI KALIMANTAN SELATAN
A. Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari
Sekitrar tahun 1700-1734 M. Yaitu pada masa
kekuasaan sultan Tahmidullah bin Sultan Tahmidullah tinggalalh seorang pemuda
yang bernama Abdullah bin Abu Bakar bin Abdul Rasyid dengan sang istri bernama
Aminah. Pada malam kamis jam tiga dini hari tanggal 15 shafar H./ Maret 1710 M
, lahirlah seornag putera yang bernama Muhammad Ja’far yang sudah dewasa di ganti dengan Muhammad Arsyad. Dengan keserdasan yang beliau miliki akhirnya sultan membawa nya ke
istana dan akhirnya d kawinkan dengan
gadis yang dalam masalah agama yaitu bajut., sesudah demikian dengan
berlalunya waktu sutan memberangkatkan Muhammad Arsyad ke tanah suci untuk
berhaji dan menuntut ilmu disana dan tinggal di sebuah kampung yang bernama
Syamsiyah, dan berguru di sana, dan nama sebagian gurunya adalah:
1. Syeikh ‘Athamillah bin Ahmad al-mishry, di kota
makkah
2. Syeikh islam imamul haramain syeikh muhammmad bin Sulaiman al-kurdi, di kota makkah.
Hinggga dengan ilmu yang beliau tuntut hingga pada akhitnya beliyau
mengaranng beberapa kitab yang berpungsi untuk umat Islam yang khususnya di
kalimantan selatan saat itu.
Pada
malam selasa antara magrib dann isya tanggal 6 syawwal 1227 h./13 Oktober 1812
M dan beliau di makamkan di desa kelampayan[11]
B. Syekh muhammmad Nafis Al-Banjari.
Muhammad nafis bin Idris bin husein bin ratu
Kasuma yoeda bin pangeran Samudra beliau lahir pada tahun 1148 H./1735 M. Di
kota Martapura yang belyau sendiri adalah keturunan dari
sultan Suriyansah[12].
C. Syekh Abdul Hamid Abulung.
Sampai sekrang tidak ada sejarahwan yang
mencatat tenytang asal usul yang jelas tentang beliyau. Namun di ceriitakan
bahwa beliyau adalah shufi yang sangat tenggellam ke lembah fana Billah.
D. Syekh Ahmad Khttib As-sambasi.
Nama lengkap belliytau adalash Ahmad bin Abdulla
Ghafar bin Abdullah bin Muhammad al-jawi as-Sambasi yang di lahirkan di kampung
asam kalbar pada Shafar 1217 H. Beliyau adalah orang pertama di asia yang
menjadi khatib di makkah. Beliyau wafat pada 1289 H[13].
E. Mufti Jamaluddin al-banjari.
Beliyau adalah salah satu keturunan dari Syekh Muhammad
Arsyad.
Masih banyak lagi tokoh-tokoh yang sanga
berpengaruh di kalangan penyebaran islam di kalimantan selatan
Zaman prasejarah di kalimantan selatan
Dalam
prasejarah kalimantan selatan bisa di gambarkan dengan bentuk yang di mulai pada babakan atau preodi prasejaraah
atau zaman kuno[14],
zaman baru 1500-1905 zaman perintis kemerdekaan 1901-1942, zamanpendudukan
jepang1949, zaman perang kemerdekaan 1945-1949, preode orde lama 1959-1966 dan
semuanya di akhiri dengan preode orde baru 1959-1966[15].
Urang
banjar adalah gelar penduduk kalimantan selatan meskopun bukan asli dari
kalimantan itu sendiri, Urang banjar itu
seetidak-tidak nya etnik dengan melayau krna kalimnatan seltan adalah kota
melayu[16].
Dikalimantan
selatan terutama sejak abat ke-14 sampai awal abad ke-16 yakni sebelaum
terbentukanya kerajaan banjar yang beroreintasikan islam telah terjadi
pembentukan negara menjadi dua fase, fase pertama yang di sebut dengan suku (etnic
state) yang di wakili oleh negara
nansarunai milik orang manyan. Fase ke dua adalah negara awal (early state)
yang di wakili oleh negara dipa dan negara daha. Terbentuknya negara dipa dan
negara daha menandakan zaman klasik di kalimantan selatan. Akan tetapi negara
daha akhirnya lenyap dengan beriringnya dengan terjadi pergolakan di istana.
Beralih ke preode negara kerajaan (kingdom state) dengan lahirnya kerajaan baru yaitu kerajaan
banjaar pada tahun 1526 t=yang menjadikan islam sebagai agama resmi kerajaan[17].
F. KONDSISI LINGKUNAGN ALAM DI KALIMANTAN SELATAN
Sebagian
besar pulau alimantan terbangun dari sedimen laut yangf berasal dari laut jawa
dan cina selatan. Dana bagian barat daya pulai ini terdiri dari singkapan batuan-batuan besar di
perkirakan berumur 400 juata tahun. Yang
pada masa lalu merupakan dataran sunda yang suatu saat pernah menyatu dengan
kampung Melayu, Jawa, dan Sumtra.
Dengan
demikian oara pakar dalam ilmu sains mencoba merumuskan secara kritis masalh
ini bahwa pada [preode glasial dan
interglasial[18].
Yang pada akhirnya telah merubah permukaan air laut di seluruh dunia termasuk
kepulawan indonesia yang tercatat sebagai daerah khotulistiwa hingga akhirnay
dataran air laut menysut hingga 100 meter dari permukaan tanah dan sekarang
telah menjadi dataran yang lluas dari laut cina selatan dan laut jawwa secara
preodes telah menjadi kering, sedangkan daerah timurnya menjadi pulau termasuk
sulawesi, dan kalimantan.
G. PERKEMBANGAN ISLAM DI KALIMANTAN BARAT
Peneliti dari
Amerika J Davidson pernah menyampaikan ketertarikannya mengenai perkembangan
Islam di Kapuas Hulu. Katanya, bagaimana di pedalaman Kapuas Hulu ini, Islam
menjadi agama mayoritas? Kok, komposisinya bisa 60:40 ? Padahal Sintang,
Sanggau, yang lebih dekat dekat pusat Islam, lebih dekat dengan pantai, konon
lebih terbuka, penduduk yang bukan Islam jumlahnya lebih banyak.
Dua tahun sudah berlalu. Sampai hari ini
pertanyaan itu sedang berusaha dijawab. Sekaligus melengkapi informasi yang
sampaikan Departemen Agama Kapuas Hulu hampir 20 tahun lalu, ketika Tim
Peneliti Depag yang dipimpin Moch Malik berhasil menerbitkan naskah yang diberi
judul Masuk dan Berkembangnya Islam di Kapuas Hulu.
Daerah pertama di Kalimantan Barat yang diperkirakan terdahulu
mendapat sentuhan agama Islam adalah Pontianak, Matan dan Mempawah. Islam masuk
ke daerah-derah ini diperkirakan antara tahun 1741, 1743 dan 1750. Menurut
salah satu versi pembawa islam pertama bernama Syarief Husein, seorang Arab[19]versi
yang lebih lengkap menyatakan, nama beliau adalah Syarif Abdurrahman al-Kadri,
putra dari Svarif Husein. Diceritakan bahwa Syarief Abdurrahman Al-Kadri adalah
putra asli Kalimantan Barat. Ayahnya Sayyid Habib Husein al-Kadri, seorang
keturunan Arab yang telah menjadi warga Matan. Ibunya bernama Nyai Tua, seorang
putri Dayak yang telah menganut agama Islam, putri Kerajaan Matan. Syarif
Abdurrahman al-Kadri lahir di Matan tanggal 15 Rabiul Awal 1151 H (1739 M).
Jadi ia merupakan keturunan Arab dan Dayak dan Ayahnya Syarief Husein (Ada yang
menyebutnya Habib Husein) menjadi Ulama terkenal di Kerajaan Matan hampir
selama 20 tahun[20]
Melihat keterangan di alas tampak bahwa islam masuk di Kalimantan
Barat dibaw-a oleh juru dakwah dari Negeri Arab. Ini sejalan dengan teori
beberapa sejarawan Belanda diantaranya Crawford (1820), Keyzar (1859), Neiman
(1861), de Hollander (1861), dan Verth (1878). Menurut mereka penyiar Islam di
Indonesia (Nusantara) berasal dari arab, tepatnya dari Hadramat, Yaman. Teori
ini didukung pula oleh sejarawan dan ulama Indonesia modern, seperti Hamka, Ali
Hasyim, Muhammad Said dan Syed Muhammad Naquib a( atlas (Malaysia)[21]
Memang ada teori lain yang menyatakan Islam di
Nusantara berasal dari anak Benua India, yaitu dari Gujarat dan Malabar yang
bermazhab Syafi’i. Teori ini dekemukakan oleh Pijnapel, seorang ahli sejarah
melayu dari Universitas Leiden, Belanda, yang mengemukakan teorinya tahun 1872,
yang menurut Azyumardi Azra diperkirakan diadopsi dari catatan perjalanan
Sulaiman, Marcopolo dan Ibnu Baturiah. Teori
lainnya, menyatakan Islam di Nusantara disebarkan oleh pedagang dan juru dakwah
dari Benggala (Bangladesh) sekarang, yang titian dakwahnya melalui Cina
(Kanton), Pharang (Vietnam), Lerang dan trengganu, Malasia. Teori ini dianut oleh
Tome Pieres dan SQ Fatimi[22]
Teori-teori diatas mungkin saja ada benarnya, mengingat banyaknya
wilayah pantai Nusantara yang menjadi pusat perdagangan dan sekaligus penyiaran
Islam. Tetapi melihat nama syarif Husein Al-Kadri dan putranya Syarif
Abdurrahman al-Kadri yang pertama kali membawa dan menyiarkan Islam di
Kalimantan Barat, maka tidak diragukan lagi untuk wilayah Kalimantan barat saat
itu pembawanya adalah juru dakwah dari Arab.
Tidak dijelaskan secara pasti apakah Syarif Husein seorang pedagang
atau Ulama karena diatas disebutkan aktifitasnya sebagai Ulama mencapai 20-an
tahun. Tetapi diperkirakan, mulanya ia memang seorang pedagang, sebagaimana
tipologi orang Arab pada umumnya, tetapi dimasa tuanya lebih memfokuskan
sebagai Ulama atau juru dakwah. Sedangkan aktivitas dan bakat sebagai pedagang
diwariskan kepada putranya, Syarif Abdurrahman al-kadri.
Terbukti sewaktu mudanya Syarif Husein al-Kadri aktif berdagang
mengelilingi daerah-daerah di Sumatera seperti Tambilahan, Siantan, Siak, Riau
dan Palembang, juga dikawasana Kalimantan, seperti Banjar Kalimantan Selatan
dan Pasir di Kalimantan Timur. Bahkan ia juga berhubungan dagang dengan para
pedagang Indonesia lainnya dan pedagang mancanegara, seperti dari Arab, India,
Cina, Inggris, perancis dan belanda. Dari pengalaman dan kesuksesannya
berdagang, ia membangun armada dagang yang kuat yang dilengkapi persenjataan
serta kapal-kapal yang tangguh, yang dipimpin seorang sahabatnya bernama
Juragan Daud.
H. PENDIRI KE SULTANAN
PONTIANAK
Setelah Syarif Abdurrahman Al-Kadri mengurangi aktifitas
dagangnya. ia kemudian lebih memfokuskan untuk mendirikan suatu kerajaan atau
kesultanan Islam. Mulanya tahun 1185 H (1771 M) ia meninggalkan
Mempawah menuju Pontianak. Setelah 4 hari berlayar disungai Kapuas,
rombongannya mendarat di Istana Kadriah yang sekarang dinamai Pontianak. Di
sini ia membangun perumahan dan balai serta masjid. Di tahun yang sama ia balik
ke Mempawah untuk membawa serta keluarga dan mengambil armada Tiang Sambung ke
Pontianak.
Tahun
1777 dengan dibantu Raja Haji dari Riau, ia berlayar ke Tayan dan Sanggau untuk
menaklukkannya dibawah kekuasaan Pontianak Selanjutnya tahun 1778 dengan
dihadiri oleh para sultan dan penambahan dari Landang. simpang, Sukadana, Malay
dan Mempawah, raja haji mengangkat dan menobatkan Syarif Abdurrahman al-Kadri
menjadi Sultan dari kesultanan Pontianak. Setelah itu kesultanan Pontianak
terus menguat dan menguasai Mempawah, Sambas, dll, baik dengan jalan perang
maupun damai.[23]
Setelah Sultan Syarif Abdurrahman AI-Kadri wafat tahun 1808 M, berturut-turut
sejumlah sultan keturunannya berkuasa di Kesultanan Pontianak, yaitu:
- Sultan Syarif Kasim Al-Kadri (1808-1819)
- Sultan Syarif Usman AI-Kadri (1819-18SS)
- Sultan Syarif Hamid Al-Kadri (1855-1872)
- Sultan Syarif Yusuf Al-Kadri (1872-1895)
- Sultan Syarif Muhammad Al-Kadri (185-1944)
- Sultan Syarif Thaha Al-Kadri (1944-1945)
- Sultan Syarif Hamid Al-Kadri (Sultan Hamid), (1945-1950)”
Adanya Kesultanan Pontianak yang dibangun oelh
Sultan Syarif Abdurrahman Al-Kadri, putra Syarif Husein al-Kadri ini menarik
untuk dikomentari. Sebelumnya disebutkan pedagang Arab atau Ulama asal Arab
yang datang ke Indonesia tidak teriarik untuk membangun kekuatan Politik (political
power) dengan cara mendirikan kerajaan sendiri yang dikuasai oleh
keturunan Arab. Mereka lebih senang menjadi Ulama yang bersekutu dengan pihak
kerajaan. Itu sebabnva tidak banyak diketahui orang Arab atau keturunan Arab
yang menjadi pengusaha di Nusantara. Dari sedikit itu tercatat misalnya
Fatahillah (Syarif Hidayatullah) yang berkuasa di Banten dan berhasil mengusir
Poriugis dari Sunda Kelapa (Jayakarta) menguasainya. sehingga ia dianggap
sebagai pendiri kota Jayakarta atau Jakarta sekarang, dan namanya diabadikan
sebagai nama Universitas Islam negeri (UIN/ sebelumnya IAIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jadi masuknya Islam di Kalimantan Barat berjalan secara alami:
Habib Husein al-Kadri sebagai juru dakwah pertama, dilanjutkan oleh putranya
Syarif Abdurrahman al-kadri bersama para kader dakwah lainnya. Disebut alami
disini karena selain tugas dakwah dijalankan, aktivitas ekonomis juga
digerakkan sehingga para juru dakwah perintis ini memiliki kekuatan ekonomi
yang kuat. Dengan kekuatan ekonomi ini pula dakwah menjadi semakin berhasil,
ditambah relasi yang luas dengan para pedagang lainnya[24]
Walaupun bagi Kalimantan barat, datangnya Islam yang dibawa oleh Syarif Husein
alKadri, Kalimantan barta bukan merupakan daerah pertama yang didatanginva.
Dan rentetan kronologi sampai akhirnya beliau menetap dan memusatk~ul dakwah di
Kalimantan Barat.
Apa yang dilakukan Lembaga Persaudaraan Sejati (Lepas) hari ini dengan
mengumpulkan sejumlah akademisi dan pemerhati Kapuas Hulu juga merupakan bentuk
perhatiannya pada kajian ini. Mudah-mudahan langkah LSM ini juga diikuti oleh
kalangan yang lain yang perduli dengan sejarah dan asal usul. Sehingga antar
satu usaha dengan usaha lain saling menggenapi. Gilirannya dapat membangun
landasan akademik mengenai Islam di Kalbar, ataupun mengenai masyarakat
pedalaman.
Pertanyaan yang
disampaikan kandidat Doktor asal Amerika itu, memang menarik dicermati. Ada
beberapa alasan untuk itu.
Pertama, fakta mengenai wujudnya mayoritas
muslim di pedalaman, lebih khusus lagi di sejumlah anak sungai, setahu kita
kontroversi. Berbeda jauh dengan pemahaman dunia luar selama ini mengenai
masyarakat Kalimantan, khususnya masyarakat pedalaman.
Meskipun pengetahuan mengenai Kalimantan masih
terbatas, selama ini di dunia akademik, Kalimantan merupakan pulau orang Dayak.
Atau, setidaknya ada image jika membicarakan mengenai Kalimantan –apalagi
pedalaman, yang muncul dalam bayangan adalah orang Dayak . Yakni, pribumi
Kalimantan yang hidup terkebelakang, beragama bukan Islam. Mungkin dengan
asesoris tato, telinga panjang, telanjang dada bagi perempuan dan sejumlah
image eksotik lainnya.
Karena tertarik dengan kesan eksotik itulah,
sekian lama orang Dayak ini menjadi fokus perhatian dan menyita konsentrasi
pembinaan landasan akademik mengenai pulau Kalimantan. Hampir-hampir masyarakat
bukan Islam mengambil semua perhatian sarjana dan pakar. Collins sendiri pernah
menduga ada alasan bukan akademik yang melandasi pilihan ini.
Bisa dibayangkan ketika ternyata di tengah
pulau Kalimantan, di hulu Sungai Kapuas justru lebih banyak orang bukan Dayak,
ilmuan harus merombak total image itu. Mereka harus mengubah ‘postulat’ dan
bahkan ‘ilmu’ mereka mengenai Kalimantan.
Kedua : Bagaimana Islam tersebar begitu meluas
di kawasan ini? Pertanyaan ini lebih menarik lagi. Apalagi seperti kita ketahui
tidak ada Kiyai, tak ada wali yang populer dan tak ada pondok. Bagaimana Islam
diterima masyarakat dan bagaimana Islam berkembang? Siapa yang terlibat dalam
melakukan Islamisasi massal di sini? Faktor apa yang membuat Islam bisa
diterima secara ‘kaffah’ di sini?
Masalahnya, catatan kolonial hanya menyinggung
sedikit soal ini. Katanya, Jongkong mengirimkan mubalighnya ke dalam Sungai
Embau untuk mengislamkan orang di sana.
kerajaan Jongkong di muara Sungai Embau mengutus zendekingen ‘misi’, kalau
mengikut makna istilah Belanda itu, untuk menyebarkan syiar Islam di hulu
sungai. Para penduduk
tidak disuruh atau dipaksa tetapi diyakini melalui amanah dan amal mubaligh
yang diutuskan.
Dalam komunikasi pribadi Collins mengajak
berspekulasi bahwa selain karena pendekatan tersebut, Islam diterima secara
massa oleh orang Embau –sebagai contohnya, karena kehadiran Belanda. Seperti
diketahui missionaris yang berusaha mengagamakan masyarakat pribumi di sini
memang dikaitkan dengan orang putih, kira-kira dianggap sama dengan orang
Belanda. Karena itu resistensi kepada Belanda dan Kristen menyebabkan mereka
menerima Islam dengan mudah .
Soalnya sekarang, kita memang memiliki
informasi yang agak baik mengenai Islam di Sungai Embau sekarang, namun tidak
untuk Sungai Bunut, atau Sungai Silat. Pertanyaannya kemudian, apakah polanya
sama dengan apa yang terjadi di Embau?
Ketiga : Yang membuat kita penasaran juga
adalah kenapa sebaran komunitas Islam dan bukan Islam seperti punya batas yang
tegas. Batas itu, yakni arah selatan Sungai Kapuas sebagian anak-anak sungai
didiami mayoritas (mutlak) Islam. Islam mendominasi di Sungai Embau, Bunut,
merupakan dua sungai besar di Kapuas Hulu yang menganak ke selatan. Jika peta
dibuat berdasarkan poros lintas selatan, membentang dari Bukit Biru, Nanga
Tepuai, Riam Panjang, Boyan Tanjung, Nanga Semangut, hingga Putussibau,
penduduknya Islam .
Sebaliknya, di bagian Utara, kebanyakannya
beragama bukan Islam. Kawasan ini memanjang dari batas batas Kapuas Hulu,
hingga berujung ke Kalimantan Timur. Sebut misalnya wilayah Badau dan Embaloh.
Secara
awam kita percaya bahwa wujudnya pisahan ini terjadi tidak secara kebetulan.
Tetapi ada usaha, ada upaya, dari kalangan mubaligh ratusan tahun lalu. Mesti
ada penjelasan yang bisa diberikan, di kemudian hari melalui penelitian. Daerah
pertama di Kalimantan Barat yang diperkirakan terdahulu mendapat sentuhan agama Islam adalah
Pontianak, Matan dan Mempawah. Islam masuk ke daerah-derah ini diperkirakan antara
tahun 1741, 1743 dan 1750. Menurut salah satu versi pembawa islam pertama bernama Syarief Husein, seorang Arab[25]versi
yang lebih lengkap menyatakan, nama beliau adalah Syarif Abdurrahman al-Kadri,
putra dari Svarif Husein. Diceritakan bahwa Syarief Abdurrahman Al-Kadri adalah
putra asli Kalimantan Barat. Ayahnya Sayyid Habib Husein al-Kadri, seorang
keturunan Arab yang telah menjadi warga Matan. Ibunya bernama Nyai Tua, seorang
putri Dayak yang telah menganut agama Islam, putri
Kerajaan Matan. Syarif Abdurrahman al-Kadri lahir di Matan tanggal 15 Rabiul
Awal 1151 H (1739 M). Jadi ia merupakan keturunan Arab dan Dayak dan Ayahnya
Syarief Husein (Ada yang menyebutnya Habib Husein) menjadi Ulama terkenal di
Kerajaan Matan hampir selama 20 tahun[26].
Melihat
keterangan di alas tampak bahwa islam masuk
di Kalimantan Barat dibaw-a oleh juru dakwah dari Negeri Arab. Ini
sejalan dengan teori beberapa sejarawan Belanda diantaranya Crawford (1820),
Keyzar (1859), Neiman (1861), de Hollander (1861), dan Verth (1878). Menurut
mereka penyiar Islam di
Indonesia (Nusantara) berasal dari arab, tepatnya dari Hadramat, Yaman. Teori
ini didukung pula oleh sejarawan dan ulama Indonesia modern, seperti Hamka, Ali
Hasyim, Muhammad Said dan Syed Muhammad Naquib a( atlas (Malaysia)[27]
Memang ada teori lain yang menyatakan Islam di Nusantara berasal dari
anak Benua India, yaitu dari Gujarat dan Malabar yang bermazhab Syafi’i. Teori
ini dekemukakan oleh Pijnapel, seorang ahli sejarah melayu dari Universitas
Leiden, Belanda, yang mengemukakan teorinya tahun 1872, yang menurut Azyumardi
Azra diperkirakan diadopsi dari catatan perjalanan Sulaiman, Marcopolo dan Ibnu
Baturiah. Teori lainnya, menyatakan Islam di Nusantara disebarkan oleh pedagang dan juru
dakwah dari Benggala (Bangladesh) sekarang, yang titian dakwahnya melalui Cina
(Kanton), Pharang (Vietnam), Lerang dan trengganu, Malasia. Teori ini dianut
oleh Tome Pieres dan SQ Fatimi[28]
Teori-teori
diatas mungkin saja ada benarnya, mengingat banyaknya wilayah pantai Nusantara
yang menjadi pusat perdagangan dan sekaligus penyiaran Islam. Tetapi melihat
nama syarif Husein Al-Kadri dan putranya Syarif Abdurrahman al-Kadri yang
pertama kali membawa dan menyiarkan Islam di Kalimantan Barat, maka tidak
diragukan lagi untuk wilayah Kalimantan barat saat itu pembawanya adalah juru
dakwah dari Arab.
Tidak
dijelaskan secara pasti apakah Syarif Husein seorang pedagang atau Ulama karena
diatas disebutkan aktifitasnya sebagai Ulama mencapai 20-an tahun. Tetapi
diperkirakan, mulanya ia memang seorang pedagang, sebagaimana tipologi orang
Arab pada umumnya, tetapi dimasa tuanya lebih memfokuskan sebagai Ulama atau
juru dakwah. Sedangkan aktivitas dan bakat sebagai pedagang diwariskan kepada
putranya, Syarif Abdurrahman al-kadri.
Terbukti
sewaktu mudanya Syarif Husein al-Kadri aktif berdagang mengelilingi
daerah-daerah di Sumatera seperti Tambilahan, Siantan, Siak, Riau dan
Palembang, juga dikawasana Kalimantan, seperti Banjar Kalimantan Selatan dan
Pasir di Kalimantan Timur. Bahkan ia juga berhubungan dagang dengan para pedagang
Indonesia lainnya dan pedagang mancanegara, seperti dari Arab, India, Cina,
Inggris, perancis dan belanda. Dari pengalaman dan kesuksesannya berdagang, ia
membangun armada dagang yang kuat yang dilengkapi persenjataan serta
kapal-kapal yang tangguh, yang dipimpin seorang sahabatnya bernama Juragan
Daud.
Jadi
masuknya Islam di Kalimantan Barat berjalan secara alami:
Habib Husein al-Kadri sebagai juru dakwah pertama, dilanjutkan oleh putranya
Syarif Abdurrahman al-kadri bersama para kader dakwah lainnya. Disebut alami
disini karena selain tugas dakwah dijalankan, aktivitas ekonomis juga
digerakkan sehingga para juru dakwah perintis ini memiliki kekuatan ekonomi
yang kuat. Dengan kekuatan ekonomi ini pula dakwah menjadi semakin berhasil,
ditambah relasi yang luas dengan para pedagang lainnya. Walaupun bagi Kalimantan barat, datangnya
Islam yang dibawa oleh Syarif Husein alKadri, Kalimantan barta bukan merupakan
daerah pertama yang didatanginva. Dan rentetan kronologi sampai akhirnya beliau
menetap dan memusatk~ul dakwah di Kalimantan Barat.
Beliau
sendiri lahir tahun 1118 H di Trim Hadramat Arabia. Tahun 1142 H setelah
menamatkan pendidikan agama yang memadai, atas saran gurunya berangkat menuju
negeri-negeri timur bersama tiga orang kawannya untuk mendakwah islam. Tahun
1145 H mulanya mereka tiba di Aceh. Sambil berdagang mereka mengajarkan Islam disana.
Lalu perjalanan di lanjutkan ke Betawi (Jakarta) sedanglan temannya Sayyid
Abubakar Alaydrus menetap di Aceh, Sayyid Umar Bachasan Assegaf berlayar ke
Siak dan Sayyid Muhammad bin Ahmad al-Quraisy ke Trenggano. Syarif Husein
al-kadri tingggal di betawi selama 7 bulan, kemudian di Semarang selama 2 tahun
bersama Syekh Salam Hanbali. Tahun 1149 beliau berlayar dari Semarang ke Matan
(ketapang) Kalimantan Barat dan diterima di Kerajaan Matan.
Seiring
dengan usaha dakwahnya, penganut Islam semakin bertambah dan Islam memasyarakat sampai ke daerah pedalaman. Maka
antara Tahun 1704-1755 M ia diangkat sebagai Mufti (hakim Agama Islam) dikerajaan Matan. Selepas togas sebagai
Mufti, beliau sekeluarga diminta oleh raja Mempawah Opo Daeng Menambun untuk
pindah ke Mempewah dan mengajar agama disana sampai kemudian diangkat menjadi
Tuan Besar Kerajaan Mempewah, sampai wafatnya tahun 1184 dalam usia 84 tahun.
I.
ISLAM MASUK KE KAPUAS ULU
Tulisan mengenai
Islam di Kapuas Hulu masih terbatas. Jika diibaratkan gambar, maka informasi
itu masih berserakan berbentuk fragmen. Di sana sedikit, di sini sedikit,
terpisah-pisah sifatnya. Karena itu untuk melihat gambaran yang agak utuh maka
perlu didefragmentasikan, perlu disusun oleh mereka yang ahli.
Sejauh ini ada beberapa tulisan yang
menyinggung tentang Islam dan Islamisasi di Kapuas Hulu. Moch Malik dkk,
mengatakan Islam kononnya masuk abad ke-6. Pada tempat lain Islam berkembang
pada abad ke-18-19. Ketika itu sejumlah guru datang dari luar daerah
mengajarkan Islam di pusat-pusat administrasi kerajaan: seperti Suhaid,
Selimbau, Piasak, Jongkong, dan Bunut. Guru ini mendirikan madrasah mini.
Peranan kerajaan kecil ini juga disoroti dalam tulisan ini.
Memang dari sekian banyak sumber yang bisa
dipergunakan untuk melakukan studi sejarah, tulisan ini bisa digunakan sebagai
data awal. Data-data hasil wawancara dengan tokoh agama di setiap kecamatan
bisa menjadi titik tolak untuk kajian yang lebih mendalam dan akademis.
Kelemahan metodologis, bisa diperbaiki melalui kajian lanjutan.
Sebenarnya, masih ada sumber lain yang bisa
digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai Islam di sini. Dan juga merupakan
petugas kolonial Belanda yang pertama menerbitkan hasil observasinya mengenai
Islam di Kapuas Hulu. Bahan ini dimanfaatkan oleh penulis Belanda kemudian,
Islam masuk sekitar tahun 1800-an, yakni tahun-tahun sebelum observasi van
Kessel dilakukan.
Di Sungai Embau misalnya, ketika catatan dibuat
tahun 1850, dia mengatakan dalam tahun akhir-akhir imi Dayak di Sungai Embau
telah memeluk agama Islam , dan di kawasan
Sungai Embau telah tersebar 200-300 tahun lalu dalam beberapa generasi.
Salasilah generasi ditampilkan untuk mendapatkan kalkulasi tersebut. Sumbangan
lain yang cukup berarti adalah catatan-catatan mereka mengenai dinamika
keberagamaan masyarakat Islam di sini[29].
J.
BEBERAPA AGENDA PENELITIAN
Sekali lagi, gambaran sepintas lalu mengenai
Islam di Kapuas Hulu masih terbatas. Karena itu, informasi ini masih dianggap
sebagai informasi mentah; masih berserakan, yang menuntut tafsiran. Diperlukan
penelitian mendalam di kemudian hari.
Dengan pengetahuan terbatas dan minimnya
kemampuan, setakat ini diajukan beberapa agenda yang perlu diselesaikan
sehingga tersusun satu kesepahaman sejarah. Wujudnya perbedaan tahun masuknya
Islam ke daerah ini bisa jadi harus ditafsirkan bahwa Islam sudah masuk pada
masa tersebut, tetapi belum berkembang luas. Agama ini masih dianut beberapa
orang saja. Faktor sosial menyebabkan Islam baru berkembang pada menjelang abad
ke-19. Ketika Belanda datang dan mencoba mengagamakan penduduk setempat,
sembari menguasai sumber alam setempat.
Bisa juga ditafsirkan, perbedaan tahun terjadi
karena perbedaan lokasi. Maksudnya, masuknya Islam di Selimbau yang berada di
jalur terbuka, berbeda dengan masuknya Islam di Riam Panjang misalnya, yang
tertutup jauh lagi di dalam sungai Embau. Perhubungan yang sulit ketika itu
menyebabkan Islam tidak bisa tersebar secara serentak. Dan inilah yang
menyebabkan ada perbedaan tahun tersebut[30].
Bisa juga ditafisrkan bahwa salah satu sumber
ada yang terkeliru sehingga muncul tafsiran yang salah. Misalnya yang satu
mengaitkan dengan masuknya Islam di kawasan pesisir pantai –yang mendasarkan
dugaannya dengan sejarah kawasan. Pokoknya, ada banyak kemungkinan, dan ini
memerlukan diskusi terus menerus, penggalian data yang serius dan tentu saja
oleh mereka yang ahli. Sebab orang yang tidak ahli akan menafsirkan berdasarkan
perasaan dan kemampuan yang minimun, yang justru kadang menyesatkan.
Selain itu, ada pertanyaan lain yang mesti
diselesaikan. Siapa yang melakukan Islamisasi ratusan tahun lalu itu? Siapa
tokoh sentral? Memang ada beberapa nama yang disebutkan terlibat dalam usaha
ini (Lihat Moch Malik dkk 1985). Di antara nama-nama itu perlu dibahas dengan
mendalam. Kajian biografi merupakan jawaban atas data ini.
Mengenai metode sedikit banyak kita sudah
mendapat gambarannya. Meskipun tidak dikenal dengan institusi pondok –Pondok
Pesantren Pertama Kapuas Hulu di Nanga Tepuai tahun 1990-an, namun kegiatan
pengembangan Islam bisa dilakukan. Tetapi menarik mengimbas kembali apa yang
disampaikan penulis Belanda yang mengenal istilah Islam transisi. Maksudnya,
adalah ada sekelompok masyarakat yang memeluk Islam tetapi mereka belum
melaksanakan ajaran Islam dengan baik. Setidaknya dalam catatan tersebut,
disebutkan penduduk Islam yang masih minum tuak, memelihara anjing dan makan
Sejarah
mencatat bahwa orang-orang Tionghoa memainkan peranan yang tidak kecil dalam
proses Islamisasi di Nusantara. Meskipun, bukan misi utamanya untuk menyebarkan
Islam, namun ekspedisi Laksamana Cheng Ho yang bermarga Ma sebanyak 7 kali ke
Nan Nyang (Asia Tenggara) atas perintah Kaisar Yongle (kaisar keempat Dinasti
Ming) selama juga membawa agama yang mereka anut. Akan tetapi beberapa anak buahnya ada yang kemudian menetap
di Kalimantan bagian Barat dan membaur dengan masyarakat setempat. Mereka juga
membawa ajaran Islam yang mereka anut.
Lalu mengapa kemudian seolah-olah ada upaya
untuk memisahkan orang Tionghoa dari Islam? Di Kalimantan Barat, jika orang
menyebut Cina atau Tionghoa maka secara otomatis asosiasinya dengan bukan
Islam. Seakan-akan Tionghoa atau Cina identik dengan agama (bukan Islam)[31].
K. PERKEMBANGAN
ISLAM DI KALIMANTAN TENGAH
Kerajaan Kotawaringin yang didirikan tahun 1979 di (Daerah
Kotawaringin sekarang), merupakan satu-satunya kerajaan yang pernah ada di
Kalimantan Tengah. Data-data yang dapat mengungkapkan sejarah sebelum
berdirinya kerajaan ini masih sedikit diketahui, hanya dapat dicatat bahwa pada
tahun 1620 agama Islam sudah mulai dikembangkan dari kerajaan Demak ke daerah
Kotawaringin. Menurut para ahli sejarah yang jelas tentang masuknya dan
berkembangnya agam Islam di wilayah
Kotawaringin, yang sekarang di sebut Kota Waringin Barat dan Kotawaringi
Timur (Pangkalan Bun dan Sampit), diduga kuat dan meyakinkan, diawali dengan
datangnya seorang toloh beragama Islam, bernama Kiyai Gede yang berangkat dari
kerajaan Demak melalui pelabuhan Gresik menuju kerajaan Banjar (di Kalimantan
Selatan) dan ditugaskan Raja Banjar untuk melakukan survey kedaerah baru untuk
mendirikan kerajaan. Kiyai Gede bersama rombongan menempuh pelayaran laut,
sungai dan anak sungai, kyai Gede dan rombongan yang melakukan survei daerah
baru dan menyiapkan lokasi kerajaan serta melakukan perundingan, memberikan
contoh atau keteladanan yang baik dalam masyarakat[32].
·
Maksud
tersebut adalah “Mempersatukan semua kelompok yang ada di daerah ini dan
menjadikan daerah yang bersangkutan sebagai pusat kejaan, yang diperintaholeh
seorang raja yang didatangkan dari kerajaan Banjar, bernama Pangeran Adipati
Anta Kusuma.
·
Perundingan
antara Kyai Gede dan kepala suku ditanggapi dan menghasilkan kesepakatan bahwa
Kiyai Gede boleh melaksanakan maksudnya dengan syarat:[33]
·
(1).
Adu kesaktian)kekuatan dengan cara memukulkan pipa yang berat yang terbuat daru
logam perunggu seratus kali kekepala.
·
(2).
Pihak yang terlebih dahulu yang dipukul adalah Kiyai Gede sendiri.
·
Dalam
adu kekuatan ini, ternyata Kiyai Gede unggul sebagai pemenang, oleh karena itu
Kiyai Gede berarti sudah dapat melaksnakan maksudnya.
·
Kiyai
Gede menjemput rombingan anak buahnya, setelah anak buahnnya terkumpul maka
mereka bersama-sama penduduk setempat bergotong-royong membuka hutan, yang
banyakditumbuhi pohon beringin, maka tempat tersebut dinamakan Kotawaringin.
·
Masjid
Jami Kiai
Gede sebagai salah satu tonggak penyebaran ajaran Islam di Kalimantan Tengah.
Masjid yang menjadi saksi sejarah perjalanan umat muslim itu dibangun ratusan
tahun silam. Saat ini masih kokoh dan berfungsi seperti awalnya, sebagai tempat
ibadah sekaligus pusat kegiatan kemasyarakatan. Meski banyak bangunan baru yang
megah, namun keberadaannya tetap menjadi tonggak sejarah bagi masyarakat muslim.
Masjid
menghadap Sungai yang membelah Kota Waringin Barat karena sarana angkutan air
masih menjadi pilihan utama. Kontruksi kayu pilihan dan pondasi panggung
memungkinkan bangunan lebih tahan menghadapi perubahan cuaca. Arsitektur yang
dipilih bersusun, meski tidak sama persis dengan Masjid Agung Demak, namun
memiliki struktur yang sama.
Kaiatan
sejarahnya jelas, mengambil nama Kiai Gede seorang mubaligh dari Demak Bintoro
yang menyebarkan ajaran Islam di bumi Kalimantan. Untuk mengenang jasa dan perjuangan
beliau, masjid yang dibangun dan menjadi pusat aktifitas dakwah menapaktilasi
namanya. Dengan demikian tetap akan menjadi ingatan kolektif di masyarakat
muslim, sekaligus merupakan landasan dan menyemangati dalam setiap
aktifitasnya.
Masyarakat
muslim kini menjadikannya sebagai tonggak perjuangan dan dakwah Islamiyah,
selain menggunakan sebagai pusat kegiatan kemasyarakatan. Secara rutin
keberadaannya merupakan sarana ibadah, baik ibadah mahdhah maupun dalam
kaitannya dengan kegiatan sosial kemasyarakatan. Mengembalikan peran masjid
sebagaimana awal perkembangannya merupakan tanggung jawab bersama, termasuk
generasi muda muslim yang berbasis di Masjid Jami Kiai Gede.
L. ISLAM
MASUK DI MUARA TEWEH
Dalam sejarah Islam di nusantara telah diakui bahwa peran pedagang
yang masuk kedaerah pedalaman cukup besar dalam penyebaran agama Islam pada
awal perkembangannya. Penyebaran Islam melalui perdagangan ini dapat dijadikan
bukti bahwa Islam masuk kewilayah barito melalui jalan damai tampa adanya unsuk
paksaan dan kekerasan, apalagi peperangan yang sampai menumpahkan darah.
Dalam konteks masuknya Islam Ke wilayah Barito, dapat dibagi kepada
dua jalur pengaruh, yakni aktifitas dakwah melalui jalur ketuperdagangan, perkawinan, dan pengaruh
ulam serta keturunan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari di satu sisi serta dakwah
melaui pengaruh kerajaan Islam Banjar, yaitu dengan kehadiran pangeran Antasari
dan putranya, Muhammad Seman.[34]
M. ISLAM DI
MUARA LAUNG
Berdasarkan informasi Haji Burhanuddin, sebelum masjid Muara laung
yang bernama masjid Nur Arifin didirkan, sesungguhnya sudah ada komunitas muslim disana yang
berasal dari Marabahan (Bakumpai) dan Nagara (Banjar). Beliau menjelaskan,
bahwa masjid tersebut dibangun pada tahun 1882 oleh penghulu H.Arief yang
berasal dari Marabahan. Masjid tersebut sudah dipagar dengan bangunan beton dan
tiang masjid sebelumnya yang terdiri dari kayu ulin sudah tidak digunakan
karena sudah dimakan semut pada bagian dasarnya.
Islam datang ke Muara Laung lewat perdagangan dan perkawinan dari
suku banjar dan suku Bakumpai (Marabahan) dengan suku Dayak (Penduduk asli).
Mereka dating lewat sungai Barito dan sungai Nagara dengan jukung (perahu
kecil) dengan alat dayung[35].
N. ISLAM DI KALIMANTAN TIMUR
Kawasan Kalimantan Timur bagian utara secara umum penduduk aslinya terdiri
dari tiga jenis suku bangsa yakni : Tidung, Bulungan dan Dayak yang mewakili
tiga kebudayaan yaitu Kebudayaan Pesisir, Kebudayaan Kesultanan dan Kebudayaan
Pedalaman.Kaum suku Tidung umumnya terlihat banyak mendiami kawasan pantai dan
pulau-pulau, ada juga sedikit ditepian sungi-sungai dipedalaman umumnya dalam
radius muaranya. Kaum suku Bulungan kebanyakan berada di kawasan
antara pedalaman dan pantai, terutama dikawasan Tanjung Palas dan Tanjung
Selor. Sedangkan kaum suku Dayak kebanyakan mendiami kawasan Pedalaman.
Kalangan suku Dayak yang terdengar dan Popular adalah bernama suku Dayak
Kenyah. Suku Dayak memiliki banyak sub-suku bangsa mereka tersebar dikawasan
pedalaman dan dan memiliki berbagai macam nama.
Adapun mengenai suku kaum Tidung, mata
pencaharian andalannya adalah sebagai Nelayan, disamping itu juga bertani dan
memanfaatkan hasil hutan. Berdasarkan dokumen dan informasi tertulis maupun
lisan yang ada bahwa, tempo dulu dikawasan Kalimantan Timur belahan utara
terdapat dua bentuk pemerintahan, yakni : Kerajaan dari kaum suku Tidung dan
Kesultanan dari kaum suku Bulungan. Kerajaan dari kaum suku Tidung berkedudukan
di Pulau Tarakan dan berakhir di Salimbatu, Sedangkan Kesultanan Bulungan
berkedudukan di Tanjung Palas.
Riwayat tentang kerajaan maupun pemimpin (Raja)
yang pernah memerintah dikalangan suku Tidung terbagi dari beberapa tempat yang
sekarang sudah terpisah menjadi beberapa daerah Kabupaten antara lain Kabupaten
Bulungan (Kecamatan Tanjung Palas, Desa Salimbatu), Kabupaten Malinau,
Kabupaten Tana Tidung, Kabupaten Nunukan (Kecamatan Sembakung), Kota Tarakan
dan lain-lain hingga ke daerah Sabah (Malaysia) bagian selatan.
Dari beberapa sumber didapatkan riwayat tentang
masa pemerintahan Benayuk yang berlangsung sekitar 35 musim. Perhitungan musim
tersebut adalah berdasarkan hitungan hari bulan (purnama) yang dalam semusim
terdapat 12 purnama. Dari itu maka hitungan musim dapat disamakan +kurang lebih
dengan tahun Hijriah. Apabila dirangkaikan dengan riwayat tentang beberapa
tokoh pemimpin (Raja) yang dapat diketahui lama masa pemerintahan dan
keterkaitannya dengan Benayuk, maka diperkirakan tragedi di Menjelutung
tersebut terjadi pada sekitaran awal abad XI.
Salah satu harta kekayaan sejarah Bulungan
adalah Mesjid Sultan Kasimuddin atau dikenal dengan nama Mesjid Kasimuddin,
nama itu sudah sangat dikenal sebagian besar masyarakat Bulungan, namun sejarah
yang melikupinya, ternyata tidak setenar namanya.
Mesjid Jami’ Kasimuddin merupakan sebuah
masjid bersejarah yang dibangun Peninggalan Sultan kasimuddin(1901-1925),
seorang Sultan yang sangat dicintai oleh rakyatnya dan dikenal sangat dekat
dengan para ulama, beliau amat gigih melawan pengaruh Belanda di Bulungan, Hal
itu tergambar dari ucapannya yang sangat terkenal saat ia menghentikan
kebiasaan protokoler yang mengharuskan Sultan menjemput di dermaga ketika
pejabat Belanda hendak berkunjung ke istana raja[36].
Dari 3,5 juta penduduk Provinsi Kalimantan
Timur (Kaltim), 85 persen di antaranya memeluk agama Islam, untuk itu Majelis
Ulama Indonesia (MUI) setempat diminta menyiapkan kader untuk terus membina
para Muslim itu. Islam masuk ke kalimantan
tidur tiaka jauh berbeda dengan kalimantan pada umumnya.
KESIMPULAN
Penyebaran islam di kalimantan dapat di devinisikan dengan dua jalur,
enternal dan external. Islam merupakan agama yang mampu mengendalikan ke
mamkmuran hati dunia akhirat, mungkin seperti itulah ungkapan-ungkapan yang
terlontarkan dari alunan bait kata dari para penda,wah di saatv itu, hingga
pada akhirnya islam di kalimantan sudah menjadi mayoritas bagi para
penduduknya, baik di pegunungan, lautan dan di dataran, islam sudah menjadi bbendera bagi masyarakat
kalimantan khususnya.
Penyebaran agama islam bukanlah semudah membalik telapak tangan, akan
tetapi penyebaran agama islam di perluykan tenaga yang pastinya ada pengorbanan
yang wajib di gudurkkan, baik berupa darah, keringat, harta, dengan demikianlah
islam menjadi bendera yang berkobar tinggi di kalimantan.
Islam merupakan pondasi terkokoh di bandingkan agama-agama yang lain,
dengan demikian lah para pendam,wah selalu siap siaga dalam menyebarkan agama islam. Dan hingga menjadi
fakta dan oksegen keislaman yang segar masuk ke dalam rongga-rongga keislaman
kita semua.
Berapa banyak kerajaan yang berdiri
kokoh akibat islam menjadi oksegen yang segar di kalimantan. Berapa banyak
Raja-raja yang memluk agama islam berkat oksegen yang di bawa para penda,wah
masuk ke rongga mereka. Oleh karena itulah kita sebagai sari pati yang terlahir
dari dzat-dzat tanaman yang tumbuh di tanah kalimantan ini mampu menjaga kelestarian adat dan
budayanya yang telah di renofasi oleh para penda,wah hingga menjadi model
islam.
Semuanya tidak luput dari iman yang sudah melekat di tubuh kita ini.
Setelah kita mengetahui bagaimana susah payah nya para penda,wah menyampaikan
agama islam di tanah moyang kita ini. Sekrnag mari kitra berniat menjaga dan
melestarikan bahkan menyebarkan ke tempat-tempat lain.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Nazla Muhammad Muslim safwan, 100 Tokoh
kalimantan, Sahabat:kandangan, 2007.
Ahmad Basuni, Nur Islam di Kalimantan Selatan
(sejarh masuknya Islam di Kalimantan), (Surabaya: Bina Ilmu, 1986) h. 10
Ahmad Basuni, Nur Islam di Kalimantan Selatan sejarh masuknya Islam
di Kalimantan), Surabaya: Bina Ilmu,
1986.
Ahmad Basuni, Nur Islam Di Kalimantan
Selatan, Pt,Bina Ilmu:Surabaya, 1986.
Alfani Daud, Islam dan Masyarkat banjar,
Pt.RajaGrafindo persada: Jakarta Utara,1997.
Anshar
rahman, et al., Syarif Abdurrahman al-Kadri, Perspektif sejarah
beridirinya kola Pontianak, Pontianak: Pemerintah Kota Pontianak, 2000.
Anshar rahman, et al., Syarif Abdurrahman al-Kadri, Perspektif
sejarah beridirinya kola Pontianak, Pontianak: Pemerintah Kota Pontianak, 2000.
Artum Artha Asal-usul kota dan desa di
kalimantan selatan, Hasanu: Bankjarmasin, 1984.
Djatiwijono, Monografi kelembagaan islam di
dunia, Proyek pembinaan kerukunan hidup beragama departemen agama
indonesia: Jakarta, 1982.
H. Abdul Malik karim Amrullah, Sejarah umat
islam, Bulan bintang: Jakarta, 1961.
Khairi
Syaf`ani, “Meneladani
Kearifan Ulama Terdahulu“, Buletin al-Harakah Edisi 5l,
Banjarmasin: LK3. 2006.
Khairi Syaf`ani, “Meneladani Kearifan Ulama Terdahulu“, Buletin
al-Harakah Edisi 5l, Banjarmasin: LK3. 2006.
Muhammad Husein Haekal, Sejarah hidup Muhammad- alih
bahasa Ali Audah, Jakarta Litera Antamusa, 1990.
Muhammad
Husein Haekal, Sejarah hidup Muhammad- alih bahasa Ali Audah, Jakarta Litera
Antamusa, 1990.
Pemerintah Daerah Kalimantan Barat, Sejarah perjuangan Rakyat Kalimantan Barat, Pontianak: Pemda Tk Kalbar,
1990.
Azra, Azymardi, Jaringan ulama Timur dan kepulaun nusantara
abad xvIII, Jakarta: Kencana, 2007.
[1]
[1]
Artum Artha Asal-usul kota dan
desa di kalimantan selatan, (Hasanu: Bankjarmasin, 1984),.1-4.
[2]
Ahmad Basuni, Nur Islam Di
Kalimantan Selatan, (Pt,Bina Ilmu:Surabaya, 1986),.h.12.
[3]
H.Ahmad Basuni, Nur Islam Di
Kalimantan Selatan,.h.13.
[4]
H. Abdul Malik karim Amrullah,
Sejarah umat islam, (Bulan bintang: Jakarta, 1961),. h. 87.
[5]
Djatiwijono, Monografi
kelembagaan islam di dunia, (Proyek pembinaan kerukunan hidup beragama
departemen agama indonesia: Jakarta, 1982), h. 55.
[6]
Djatiwijono, Monografi
kelembagaan islam di dunia, h. 56.
[7]
Djatiwijono, Monografi
kelembagaan islam di dunia, h. 53.
[8]
H. Abdul Malik karim Amrullah,
Sejarah umat islam, h. 35.
[9]
H. Abdul Malik karim Amrullah,
Sejarah umat islam, h. 40.
[10]
Alfani Daud, Islam dan Masyarkat
banjar, h. 38-39.
[11]
Abu Nazla Muhammad Muslim safwan, 100
Tokoh kalimantan, (Sahabat:kandangan, 2007),.h,1-15.
[12]
Abu Nazla Muhammad Muslim safwan, 100
Tokoh kalimantan, h,16-21
[13]
Abu Nazla Muhammad Muslim safwan, 100
Tokoh kalimantan,. 41-59.
[14]
Alfani Daud, Islam dan Masyarkat
banjar, (Pt.RajaGrafindo persada: Jakarta Utara,1997),.1.
[15]
M.Sam’ani, sejarah banjar, (PPD:Banjarmasin,
2005),.h.1-2.
[16]
M.Sam’ani, sejarah banjar, (PPD:Banjarmasin,
2005),.h.2.
[17]
M.Sam’ani, sejarah banjar, (PPD:Banjarmasin,
2005),.h.3-4.
[18]
Masa terjaadinya proses pengesan dan
pencairan es
[19]
Ahmad Basuni, Nur Islam di Kalimantan Selatan (sejarh masuknya
Islam di Kalimantan), (Surabaya: Bina
Ilmu, 1986) h. 10.
[20]
Anshar rahman, et al., Syarif Abdurrahman al-Kadri, Perspektif
sejarah beridirinya kola Pontianak, (Pontianak: Pemerintah Kota Pontianak,
2000) h. 3
[21]
Khairi Syaf`ani, “Meneladani Kearifan Ulama Terdahulu“, Buletin
al-Harakah Edisi 5l, (Banjarmasin: LK3. 2006). h. 1
[22]
rahman, et al., Syarif Abdurrahman al-Kadri, Perspektif sejarah
beridirinya kola Pontianak, h. 4.
[24]
Muhammad Husein Haekal, Sejarah hidup
Muhammad- alih bahasa Ali Audah, (Jakarta Litera Antamusa, 1990),. H . 4
[25]
Ahmad Basuni, Nur Islam di Kalimantan Selatan (sejarh masuknya Islam
di Kalimantan), (Surabaya: Bina Ilmu, 1986) h. 10
[27]
Khairi Syaf`ani, “Meneladani Kearifan Ulama Terdahulu“, Buletin
al-Harakah Edisi 5l, (Banjarmasin: LK3. 2006). h. 1
[28]
Muhammad Husein Haekal, Sejarah hidup Muhammad- alih bahasa Ali Audah,
(Jakarta Litera Antamusa, 1990),. H . 4.
[29]
Pemerintah Daerah Kalimantan Barat, Sejarah perjuangan Rakyat Kalimantan Barat, (Pontianak: Pemda Tk
Kalbar, 1990), h.10
[31]
Google: Sejrah masuknya islam di
kalimantan barat, di downlod tanggal 10 maret 2012 jam 10 Wib.
[32]
Azra, Azymardi, Jaringan ulama
Timur dan kepulaun nusantara abad xvIII, (Jakarta: Kencana, 2007), cet, ke
tiga, h. 24.
[33]
Khairil, Kedatangan Islam, h.42-43
[34]
Khairil, Kedatangan Islam, h. 65
[35]
Ibid, hal. 82.
[36]
Google: sejarah islam di kalimantan
timur, di download pada tanggal 21 maret 2012.
This post have 0 komentar
:) :( hihi :-) :D =D :-d ;( ;-( @-) :P :o -_- (o) :p :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ $-) (y) (f) x-) (k) (h) cheer lol rock angry @@ :ng pin poop :* :v 100