makalah iman terhadap takdir

author photo May 14, 2012







A.       Pendahuluan

Kita semua tahu, bahwa mengimani Takdir adalah salah satu dari rukun iman.  Sebagaimana yang telah disabdakan Rasul kita.[1]
ﺍﻹﻳﻤﺎنُ : ﺃنْ تُؤمِنُ ﺑﺎﷲ ٬ وملائكتِه ٬ وكُتُبِه ٬  ورُسُلِه ٬ واليوم الآخر ٬ وتُؤمِنُ بالقدر خيرِه وشَرِّه
﴿رواه ﻤﺴﻠﻢ ﻋﻥ ﻋﻤﺮ﴾[2]
Pembicaraan tentang takdir memang sangat jarang kita temui. Bahkan kita kadang tidak sadar bahwa sebenarnya kita sedang membicarakan tentang takdir. Kita dianjurkan untuk tidak berlebihan (sesuai porsinya menurut al-Qur`an dan Hadist) dalam membicarakan masalah Takdir ini.  Imam Abu Hanifah pernah melarang murid-muridnya untuk membicarakan tentang Takdir secara tidak sesuai dengan bagiannya. Murid-muridnya  menayakan kepada beliau : “Mengapa Engkau sendiri membicarakan persoalan Takdir?”. Beliau pun menjawabnya : “Sebenarnya aku membicarakannya dengan perasaan yang sangat takut. Akan tetapi, karena kalian bertanya,maka aku harus menerangkannya kepada kalian menurut ilmu yang telah Allah anugrahkan kepadaku. Sebab sesungguhnya membicarakan masalah Taqdir secara terperinci dan luas dapat membahayakan seseorang yang kurang mengerti tentang permasalahan ini dengan baik.”[3]
            Sebenarnya, bagaimana mengimani Takdir itu?
Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai “nasib manusia”. Bagaimana pandangan Sunny mengenai ini. Bagaimana pula pandangan paham Jabariyyah dan Qadariyyah.
Dimakalah kami yang sangat sederhana ini, kami akan mencoba mengulas mengenai masalah ini.

B.       Pengertian Iman Kepada Taqdir
Sebelum kami mendefinisikan (secara ishtiâili) takdir tentulah kami menjelaskan secara singkat kalimat takdir itu diambil dari kalimat apa ?, dan arti menurut bahasa arabnya (secara lughowi) apa?. Takdir diambil dari kalimat  قدر - قدراyang secara bahasa adalah ukuran, batasan atau ketentuan. Sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala dalam surah al-Qomar : 49,
$¯RÎ) ¨@ä. >äóÓx« çm»oYø)n=yz 9ys)Î/ ÇÍÒÈ    
49. Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.[4]
Takdir menurut istilah adalah suatu ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt, menurut ilmu dan kehendak-Nya, baik sesuatu yang telah terjadi maupun sesuatu yang akan terjadi dimasa mendatang.[5]
            Kata Qadar (takdir) kadang hampir disejajarkan  dengan kata Qadha`. Taqdir mempunyai makna berupa segala sesuatu yang ditetapkan Allah Swt. Sedangkan Qadha` ialah pelaksanaan atas segala ketentuan dari ketetapan-ketetapan Allah Swt.
Kata takdir juga bermakna menyerahkan sagala sesuatu kepada Allah Swt, yang akan terjadi maupun yang telah terjadi. Maksudnya, mengembalikan segala sesuatu yang akan terjadi dan yang telah terjadi seluruhnyakepada kehendak dan ketetapan Allah Swt.[6]
Takdir seseorang tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah Swt. Banyak manusia yang mengatakan tentang masa depan, akan tetapi itu hanya suatu sangkaan, apabila sangkaan tersebut terjadi halnya itu hanyalah suatu kelanjuran yang telah Allah lanjurkan kepadanya.
Terkadang takdir diartikan sebagai ketetapan Allah Swt yang  berkaitan erat dengan kehendak manusia. Maksudnya, manusia diberi dua jalan pilihan, jalan yang baik dan jalan yang buruk. Sebagaimana yang difirmankan Allah Swt dalam surah al-Balab : 10,  
çm»oY÷ƒyydur ÈûøïyôÚ¨Z9$# ÇÊÉÈ     
10. dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (jalan kebajikan dan jalan kejahatan)

 Konsekuensi dari kedua jalan tersebut adalah takdir Allah Swt yang telah ditetapkan-Nya sebelum manusia itu sendiri diciptakan. Terkadang juga makna takdir berupa ketetapan akhir dari segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah Swt.[7]
Sedikitpun takdir tidak bertentangan dengan kehendak seseorang (manusia). Dengan kata lain, didalam diri seseorang ada diberikan kekuatan untuk mendukung segala kehendaknya untuk melakukan segala amal-amal kebaikan menuju surga. Begitu pula, mereka juga diberi kekuatan yang mendorong mereka untuk melakukan amal-amal kejahatan dan dosa yang menyebabkan mereka masuk ke neraka.
Sebenarnya kita bisa melihat yang demikian pada perbuatan kita sendiri. Jika kita ingin mengangkat tangan kita, pasti kita bisa melakukannya selama tidak ada halangan yang menyebabkan kita tidak  dapat melakukannya.
Allah Swt menciptakan segala sesuatu dengan kehendak-Nya, dan Dia Maha Mengetahui  segala sesuatu dengan jelas. Oleh sebab itu, Dia menakdirkan segala sesuatu yang sesuai dengan  kebutuhan (kehendak) setiap manusia.[8]
Tapi, meskipun manusia diberi hak untuk menetapakan pilihan atau kehendaknya, Allah Swt jualah yang memutuskan atas terlaksanaya kehendak manusia tersebut. Segala hal yang dikehendaki manusia tidak akan terlaksana jika tidak sesuai dengan kehendak Allah Swt.[9]
Kesimpulan mengenai makna takdir menurut firman Allah Swt, diantaranya seperti firman Allah dalam surah al-Hadid : 22 dibawah ini,
!$tB z>$|¹r& `ÏB 7pt6ŠÅÁB Îû ÇÚöF{$# Ÿwur þÎû öNä3Å¡àÿRr& žwÎ) Îû 5=»tGÅ2 `ÏiB È@ö6s% br& !$ydr&uŽö9¯R 4 ¨bÎ) šÏ9ºsŒ n?tã «!$# ׎Å¡o ÇËËÈ
22. Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
Maksud dari ayat ini ialah apa saja yang telah terjadi permukaan bumi ini telah ditulis Allah dalam kitab-Nya yang tersimpan rapi di Lauh al-Mahfuzh, bahkan sebelum diciptakannya. Jadi, semua itu telah digariskan oleh Allah swt dalam ketetapan-Nya.
Hadis berikut ini sebagai penafsiran firman Allah Swt di atas,
Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin ‘Amru bin al-‘Ȃsh ra, bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda,”Allah telah menulis berbagai ketetapan atas makhluk-Nya lima puluh ribu tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi. Dan pada saat itu, ‘Arsy Allah diatas air.( H.R  Abu Daud)[10]
Ada juga hadist tentang penegasan mengenai takdir, sebagaimana doa yang dianjurkan Nabi Saw, ketika seorang hamba tertimpa kesedihan dan kedukaan:
Ya Allah, aku ini adalah hamba-Mu, anak hamba-Mu, anak hamba perempuan-Mu. Ubun-ubunku ada ditangan-Mu. Hukum-Mu berlaku untukku, dan ketetapan-Mu berlaku adil untukku, dan ketetapan-Mu berlaku adil terhadap diriku. Aku mohon kepada-Mu dengan setiap nama kepunyaan-Mu, yang denganya engkau menamai diri-Mu sendiri, atau yang Engkau turunkan di dalam kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada seorang makhluk-Mu, atau yang Engkau simpan dalam perbendaharaan ghaib di sisi-Mu. Hendaklah Engkau menjadikan al-Qur`an sebagai kesuburan hatiku, cahaya dadaku, pelipur kesedihanku, penghilang dukacita dan kesusahanku.
Niscaya Allah akan mengganti dukacita dan kesedihanya dengan kebahagiaan. Para sahabat bertanya, “Ya rasulallah, apakah kami boleh mempelajarinya ?” Nabi pun menjawab, “Tentu saja. Sepatutnya bagi siapa saja yang mendengarnya untuk mempelajarinya.”[11]   
Hadis Nabi diatas mencakup masalah iman qadha` dan qadar, keadilan, tauhid, dan hikmah.[12]
Jadi, pengertian dari mengimani takdir ialah mepercayai, meyakini bahwa Allah Swt yang menetukan dari segala ketetapan-ketetapan untuk makhluk-Nya.[13]
Paparan diatas ini bersesuaian dengan pendapat Sunny. Dan menurut para Ulama-ulama Sunny mengatakan bahwa takdir itu terbagi manjadi dua: yang pertama Takdir Mu’allaq, dan yang kedua Takdir Mubarram.
Yang disebut dengan Takdir Mu’allaq adalah  suatu takdir yang telah ditentukan Allah Swt, akan tetapi takdir itu bisa dirubah dengan doa atau perbuatan baik. Disinilah kita di wajibkan untuk berikhtiar atas segala sesuatu usaha, berharap supaya takdir kita dapat diperbaiki atau dirubah Allah Swt. Salah satu di antara contohnya seseorang yang akan mendapatkan musibah, terhindar dari musibah tersebut dengan doa dari seseorang yang mendoakannya atau dia melakukan suatu kebajikan seperti bershodaqah, oleh sebab dia melakukan kebajikan itulah Allah Swt merubah ketentuan yang kurang baik baginya menjadi ketentuan yang baik. Sebagaimana yang dianjurkan Allah Ta’ala dalam al-Qur’an surah ar-Ra’ad : 11 dan surah al-Baqarah : 186[14]
…. žcÎ) ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3 !#sŒÎ)ur yŠ#ur& ª!$# 5Qöqs)Î/ #[äþqß Ÿxsù ¨ŠttB ¼çms9 4 $tBur Oßgs9 `ÏiB ¾ÏmÏRrߊ `ÏB @A#ur ÇÊÊÈ  
11 ….. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
#sŒÎ)ur y7s9r'y ÏŠ$t6Ïã ÓÍh_tã ÎoTÎ*sù ë=ƒÌs% ( Ü=Å_é& nouqôãyŠ Æí#¤$!$# #sŒÎ) Èb$tãyŠ ( (#qç6ÉftGó¡uŠù=sù Í< (#qãZÏB÷sãø9ur Î1 öNßg¯=yès9 šcrßä©ötƒ ÇÊÑÏÈ  
186. dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Dan bisa dikatakan bahwa Takdir Mubarram itu adalah ketentuan atau kehendak Allah yang telah dicantumkan di laul al-mahfudz dan tidak bisa dirubah mulai dari ditiupkannya ruh kedalam diri seseorang sampai ruh orang tersebut diambil kembali oleh Sang Pencipta. Salah satu contoh diantara Takdir Mubarram seperti apa yang akan dilakukan besok semua orang tidak ada yang mengetahuinya, dan tidak ada yang mengetahui pula dimana seseorang itu akan dikuburkan. Karena semua kehendak itu Allah Ta’ala lah yang menentukannya. Allah Ta’ala berfirman dalam surah Luqman : 34
            $tBur….. Íôs? Ó§øÿtR #sŒ$¨B Ü=Å¡ò6s? #Yxî ( $tBur Íôs? 6§øÿtR Ädr'Î/ <Úör& ßNqßJs? 4 ¨bÎ) ©!$# íOŠÎ=tæ 7ŽÎ6yz ÇÌÍÈ
           
34. …... Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

C.       Nasib Manusia: Pandangan Jabariyyah dan Qadariyyah
            Ada baiknya terlebih dahulu kita menengenal siapa Jabariyyah dan siapa Qadariyyah.
Qadariyyah
Mula-mula kemunculan Qadariyyah sekitar tahun 70H/689M, dipimpin oleh Ma’bad al-Juhni al-Bisri dan Ja’ad bin Dirham.
Yang melatar belakangi timbulnya Aliran ini, sebagai isyarat penentangan terhadap kebijaksanaan politik Bani Umayah yang dianggap kejam.[15] Pendapat sementara mengatakan bahwa Aliran ini diambil dari seorang penduduk Irak yang pada mulanya beragama Nasrani dan kemudian masuk Islam, kemudian kembali lagi menjadi Nasrani.[16]
Aliran Qadariyyah membatasi mengenai takdir . Dan, mereka mengatakan bahwa Allah Swt itu adil, maka Allah Swt akan memberi pahala bagi yang berbuat baik dan memberi dosa bagi yang berbuat salah. Manusia harus bebas menentukan nasibnya sendiri, baik itu berupa kebaikan maupun kejahatan. Apabila Allah menetukan nasib manusia, mereka berpendapat bahwa allah Zhalim. Karena itu, menurut mereka manusia harus bebas memilih perbuatannya dan bebas berkehendak.[17]
Manusia memiliki kebebasan dan kemerdekaan dalam menentukan perjalanan hidupnya. Di dalam ajaran ini tidak mengonsepkan bahwa manusia telah ditentukan terlebih dahulu nasibnya.  Jadi mereka tidak mempercayai adanya taqdir, sebagai mana yang dipercayai umat islam pada umumnya.[18]
Menurut mereka kebebasan berusaha bagi manusia tidak mungkin terwujud tanpa kebebasan kehendak. Dan manusia mampu menerima beban tugas seberat apa pun, karena sudah disesuaikan dengannya. Menurut mereka iman cukup dengan hati saja perbuatan tidak termasuk dari iman.[19]

Jabariyyah

Aliran Jabariyyah muncul hampir bersamaan  dengan munculnya Aliran Qadariyyah, dan diduga merupakan reaksi untuk Aliran Qadariyyah. Daerah munculnya pun tidak berjauhan. Qadariyyah di Irak, dan Jabariyyah di Khurasan Persia.
Aliran ini mempunyai paham yang berlawanan dengan Aliran Qadariyyah. Mereka berpandapat  manusia tidak mempunyai kemampuan untuk memilih, semua gerak manusia dipaksakan dengan kehendak Allah Swt. Seolah-olah seperti bulu ayam kemana arah angin bertiup.[20]
Mereka berpendapat bahwa hanya Allah lah yang menentukan dan memutuskan segala perbuatan manusia. Manusia tidak memiliki campur tangan sama sekali. Kebaikan dan kejahatan pun  semata-mata paksaan pula, meskipin akan ada surga dan neraka.
Pembalasan surga dan neraka pun bukan sebagai ganjaran(hukuman) atas kebaikan dan kejahatan yang mereka perbuat. Tapi, semata-mata hanya sebagai bukti kebesaran Allah Swt dalam Qudrat dan Iradatnya. Oleh sebab itu, menurut mereka orang mukmin tidak akan menjadi kafir karena dosa yang dia lakukan, karena perbuatan itu semata-mata dipaksakan kepada dirinya.[21]

D.    Kesimpulan
Dari paparan diatas, dapat sedikit kami simpulkan, bahwa takdir itu ialah suatu ketetapan Allah Swt kepada seluruh ciptaan-Nya. Takdir Allah Swt tidaklah  bertentangan dengan kehendak manusia.
Oleh sebab itu, Allah Swt menakdirkan segala sesuatu yang sesuai dengan  kebutuhan(kehendak) setiap manusia.
Manusia memang diberi hak untuk memilih jalan nya. Sebagaimana yang difirmankan Allah Swt dalam surah al-Balad :10,
çm»oY÷ƒyydur ÈûøïyôÚ¨Z9$# ÇÊÉÈ
10. Dan Kami telah menunjukan kepadanya dua jalan (jalan kebajikan dan jalan kejahatan)
                Takdir itu sendiri terbagi dua: Taqdir Mu’allaq dan Takdir Mubarram. Yang dimaksud Takdir Mu’alla ialah ketetapan Allah yang bisa dirubah melalui doa atau perbuatan baik. Sedangkan, Takdir Mubram ialah ketetapan Allah yang tidak bisa dirubah dari Zamȃn Azalȋ sampai Zamȃn Ajalȋ.
                Menurut Jabariyyah, manusia tidak dapat menentukan atau memilih. Mereka beranggapan bahwa segala amal perbuatan baik ataupun buruk itu dipaksakan atas diri mereka. Dan surga dan neraka ialah hanya sebagai bukti ke-Maha Kesaran Qudrat dan Iradat Allah Swt.
Sedangkan menurut Qadariyyah, perbuatan manusia itu mutlak dari manusia itu sendiri. Tidak ada campur tangan dari Allah. Oleh karena itu, mereka tidak mempercayai adanya takdir, sebagai mana yang dipercayai umat islam pada umumnya.
               



[1] Muhammad Chirzin, Konsep & Hikmah Akidah Islam, (Yogyakarta: Mitra Pustaka,1997), h. 105.
[2]Ahmad Hȃsyimȋ, Mukhtȃr al-Aẖȃdȋts an-Nabawiyyah, (Beirȗt: Dȃr al-Fikr,1998), h. 35.
[3]Fethullah Gullen, Qadar, terjemahan Ibnu Ibrahim Ba’adillah, (Jakarta: PT Gramedia,2011), h.18.
[4] Muhammad Chirzin, Konsep & Hikmah Akidah Islam, h. 105.
[5] Fethullah Gullen, Qadar, h. 1.
[6] Fethullah Gullen, Qadar, h. 4.
[7] Fethullah Gullen, Qadar, h. 4.

[8] Fethullah Gullen, Qadar, h. 20.
[9] Fethullah Gullen, Qadar, h. 33.
[10] Fethullah Gullen, Qadar, h. 38.
[11] Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam bukunya al-Musnȃd. Juga diriwayatkan oleh Imam al-Hakim dalam bukunya al-Mustadrȃk. Al-Hakim mengatakan hadis ini shahȋh dengan syarat Imam Muslim. Lihat lebih lanjut: Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Qadha` dan Qadar, terjemahan Abdul Ghaffar (Jakarta: Pustaka Azzam, 2000). h. 611.
[12] Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Qadha` dan Qadar, h. 611.
[13] Muhammad Chirzin, Konsep & Hikmah Akidah Islam, h. 106.
[14] M. Noor Matdawam Pembinaan Aqidah Islamiyah (Theologi Islam), (Yogyakarta: Bina Karier, 1984), h. 116.
[15] Sahilun A.Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010), h. 139.
[16] Nukman Abbas,  Al-Asy’ari (874-935 M.);Misteri Perbuatan Manusia & Taqdir Tuhan, (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, TP.TH), h. 28.
[17]Sahilun A.Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), h. 139
[18]Nukman Abbas,  Al-Asy’ari (874-935 M.),h. 29.
[19] Nukman Abbas,  Al-Asy’ari (874-935 M.),h. 31.
[20] Sahilun A.Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), h.143.
[21] Sahilun A.Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), h. 144.

This post have 0 komentar


:) :( hihi :-) :D =D :-d ;( ;-( @-) :P :o -_- (o) :p :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ $-) (y) (f) x-) (k) (h) cheer lol rock angry @@ :ng pin poop :* :v 100

Next article Next Post
Previous article Previous Post