iman kepada takdir

author photo May 14, 2012





A.    PENDAHULUAN
Dalam kehidupan manusia di dunia ini Allah menjadikan iman untuk mengarahkan seseorang kejalan yang Ia ridhoi, iman menjadikan seseorang terarah, tidak melanggar apa yang dilarangnya, juga menjadikan seseorang itu melakukan apa yang Allah perintahkan.
Iman menjadi salah satu faktor agar manusia  bisa masuk ke surga, selain dari kehendak Allah. Karena ada hadis Nabi yang mengatakan bahwa tidak akan masuk surga seseorang tanpa iman, walaupun iman itu sebesar biji barrah maka ujung-ujungnya manusia itu akan masuk surga, tapi walaupun seseorang itu waktu hidupnya Islam dan waktu ia meninggal imannya melayang, maka tidak dikatakan ia orang yang meninggal dalam keadaan beriman, otomatis ia tidak masuk syurga sampai kapanpun di hari kiamat kelak.
Dalam makalah yang telah diuraikan oleh teman-teman yang lain telah dibicarakan tentang iman, yakni iman kepada Allah dengan sub-subnya yang membahas tentang iman kepada Allah tersebut, begitu juga dengan iman kepada Rasul, sampai akhirnya membahas tentang iman kepada taqdir. Dalam makalah ini kami akan membahas tentang iman kepada taqdir, tapi dalam pembahasan ini kami hanya menjelaskan tentang:
Apa hubungan taqdir dan hukum kausalitas (sebab-akibat) ?
 Apa hikmah beriman kepada taqdir ?






B.   HUBUNGAN TAQDIR DAN HUKUM KAUSALITAS
Taqdir menurut bahasa ialah “ukuran, batasan atau ketentuan”,[1] menurut istilah ialah suatu peraturan yang ditetapkan Allah untuk segala makhluknya yang ada di dunia ini, yang merupakan undang-undang umum atau kepastian-kepastian yang berhubungan di dalamnya antara sebab dan musabab/akibatnya.[2]
Sedangkan hukum kausalitas atau biasa disebut dengan Sunnatullah ialah sebab-musabab/akibat suatu perkara itu terjadi, yakni Allah menjadikan tiap-tiap perkara itu pasti ada sebabnya, dan ada akibatnya,[3] “harus ada unsur-unsur sebagai syarat terjadinya segala sesuatu itu”.[4] Sunnatullah juga sebagai hukum alam yang telah ditentukan Allah untuk semua makhluk ciptaannya sejak masa azaly, suatu masa yang tidak ada awalnya, ketentuan Allah ini berlaku pada masing-masing yang diciptakannya menurut sifatnya dan tidak dapat dirubah atau diganti.[5]
Firman Allah dalam Al-Qur’an surah Fāthir: 43.
`n=sù yÅgrB ÏM¨YÝ¡Ï9 «!$# WxƒÏö7s? ( `s9ur yÅgrB ÏM¨YÝ¡Ï9 «!$# ¸xƒÈqøtrB ÇÍÌÈ  
Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu.
Peristiwa yang dijadikan oleh Allah secara langsung kalau tanpa perantaraan sebab atau tanpa adanya hukum kausalitas, ini berarti tidak ada gunanya Allah menyuruh kita untuk berusaha dan berikhtiar, padahal berusaha itu adalah  merupakan kewajiban dari allah.[6] Sebagaimana firman Allah :
žcÎ) ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/Ïi    (الرعد :11)
“sesungguhnya allah tidak akan merubah keadaan (nasib) sesuatu kaum, kecuali apabila mereka itu sendiri yang merubah apa yang ada pada dirinya”. (Q.S. Ar-Ra’ad:11)
Juga kalau tidak ada sebab dari perkara itu, dikhawatirkan manusia akan heran dengan adanya kejadian. Misalnya ada seseorang yang mengalami suatu kejadian aneh yang tanpa sebab, tidak ada kebakaran, atau sesuatu pun, tapi dengan serta merta badannya hangus seperti terbakar padahal tidak tejadi apa-apa, serta ada sebagian dari badannya yang sudah menjadi debu, mungkin orang akan aneh melihatnya. Maka dari itu Allah menjadikan segala sesuatu itu selalu ada sebab-musababnya, agar orang lain dan dirinya sendiri pun tidak heran dengan apa yang terjadi dengannya.
Kejadian itu semuanya ada sebab dan akibatnya, kecuali peristiwa yang luar biasa yakni mu’jizat atau hal yang lain yang menyalahi adat (kebiasaan), seperti mu’jizat Nabi Musa yang bisa merubah tongkatnya menjadi ular, setelah tongkat beliau dipukulkan ke tanah, Nabi Muhammad yang mengeluarkan tujuh mata air dari telunjuk beliau, dan lainnya.[7]
Banyak petunjuk Al-Qur’an yang memerintahkan kita untuk melakukan sesuatu dengan perantaraan sebab-akibat tanpa meninggalkan usaha ikhtiar kita.[8] Jangan seperti golongan jabariah yang mengatakan bahwa semua yang terjadi adalah kehendak Allah mereka tidak mau berusaha, mereka menyerahkan semuanya kepada Allah, kepada taqdir tanpa adanya usaha.
Firman Allah  yang menyuruh mempercayai adanya sebab akibat dalam suatu perbuatan antara lain;
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#räè{ öNà2uõÏm (#rãÏÿR$$sù BN$t6èO Írr& (#rãÏÿR$# $YèÏJy_ ÇÐÊÈ    
“Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama!” (Q.S. Annisa: 71)
Semua rangkaian kejadian yang ada di dunia ini sangat berhubungan satu dengan yang lainnya, juga antara sebab-akibat dari kejadian itu sendiri, dan semuanya itu berjalan menurut taqdirnya yang telah ditentukan Allah akan semuanya itu.[9] Maka apabila kita telah berusaha dengan sungguh-sungguh, apa yang seharusnya dikerjakan sudah kita kerjakan, maka barang tentu kita akan memperoleh hal yang memuaskan dari usaha itu.
Tapi apabila kita mendapatkan tidak seperti apa yang kita inginkan. Misalkan si A berusaha agar ia mendapat nilai A, apa yang seharusnya ia lakukan telah ia lakukan, ia telah belajar dengan sungguh-sungguh, semua catatan telah ia punya agar ia dapat belajar, pada waktunya ujian, ia telah menjawab semua soal dengan benar, sesuai dengan apa yang telah dipelajarinya, tapi taqdir Allah berkehendak lain, ia memperoleh nilai B, tidak seperti apa yang dikehendakinya.[10]
Itulah taqdir Allah kita tidak boleh hanya mengandalkan hukum kausalitas (sebab dan akibat). “Manusia hanya sekedar merencana, dengan semaksimal mungkin menurut kemampuan, tapi pelaksanaan sukses atau gagalnya terserah atas taqdir Allah”,[11] apabila yang mau kaya harus berusaha dan bekerja, mau pintar harus belajar, begitu pula sebaliknya orang yang malas bekerja akan miskin, orang yang tidak mau belajar akan bodoh, itulah hukum kausalitas walaupun itu semua Allah yang menentukan dengan taqdirnya.[12]
Sebagai contoh akan hubungan taqdir dengan hukum kausalitas ialah seorang petani telah mengelola lahan pertaniannya dengan baik dan sampai selesai, tentu sesuai dengan aturan pertanian. Kemudian pada waktunya ia panen dengan hasil seribu kaleng padi. Dalam contoh ini maka:
Takdir: adalah penentuan atau penetapan bagi petani yang hanya mendapatkan seribu kaleng, dan yang telah menentukan ini adalah Allah.
Sunatullah: adalah petani yang telah mendapatkan seribu kaleng, lantaran atau disebabkan karena ia bekerja sesuai aturan pertanian. Disinilah letak hubungan sebab-akibat dengan taqdir Allah, seandainya ia tidak bekerja  sesuai aturan maka ia gagal panen.[13]
Satu contoh lagi tentang gempa bumi yang sering terjadi di Negara kita, dengan patahnya lempengan perut bumi lalu terjadi gempa, karna daya tahan lempeng perut bumi ada batasnya. Batas atau ukuran daya tahan lempeng bumi merupakan  taqdir Allah, sedangkan hukum kuasalitasnya ialah mengapa terjadi gempa itu.[14]
C.   HIKMAH BERIMAN DENGAN TAQDIR
Sebagai seorang muslim kita wajib beriman kepada taqdir, karena taqdir merupakan salah satu dari rukun iman, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Nabi dalam hadist:
قل النبي صلي الله عليه وسلم: ان تؤمن باالله وملا ئكته وكتبه ورسله واليوم الاخر وتؤمن بالقدر خيره وشره.
Bersabda Nabi Saw : “bahwasanya beriman  kepada allah,  malaikatnya, kitab-kitabnya, rasulnya, dan hari akhir, dan beriman dengan qadar baik dan buruk”.[15]
“Memahami takdir harus secara benar, karena kesalahan memahami takdir akan melahirkan pemahaman dan sikap yang salah, juga akan berpengaruh terhadap kehidupan di dunia ini”.[16]
Dengan beriman kepada taqdir akan mendapatkan hikmah-hikmah yang terkandung dari beriman kepada taqdir itu sendiri, yakni dengan kita beriman kepada taqdir, akan menjadikan kita mengerti bahwa apa yang terjadi pada diri kita semua adalah kehendak Allah semata-mata, diluar apa yang telah kita usahakan sebelumnya.[17]
Keimanan kita terhadap taqdir Allah merupakan satu kekuatan bagi kita untuk membangkitkan gairah dalam malaksanakan segala sesuatu “yang positif, layak dan pantas dalam kehidupan di dunia”.[18]
Selain hal-hal di atas ada banyak lagi hikmah-hikmah beriman kepada taqdir yang dapat dipetik dari keimanan kita terhadap takdir itu sendiri,  yaitu antara lain:
a.       “Dapat menghilangkan keruwetan dan kesulitan yang dihadapinya”,[19] karena  ia percaya bahwa Allah yang menjadikan segala perbuatan (usaha) manusia, disamping usaha ia sebagai hamba.  Nabi bersabda:
(روه الحكم  عن  ابى هريرة) الايمان بالقضاء والقدر يذهب الهم واالحزََََنََ

“Iman kepada qada dan qadar dapat menghilangkan keruwetan dan kesusahan”. (Riwayat Hakim dari Abu Hurairah).
b.      Dengan beriman kepada taqdir ia akan mempunyai kesadaran bahwa semua sesuatu telah ditetapkan oleh Allah, semua ada aturan dan hukum yang sesuai dengan undang-undang allah. Maka manusia harus mempelajari dan memahami serta mematuhi ketetapan Allah tersebut, supaya ia dapat berhasil di dunia dan di akhirat nanti.[20]
c.       Dengan beriman kepada taqdir ia akan bersandar kepada Allah semata-mata disaat melakukan usaha, yakni tidak bersandar kepada hukum sebab akibat, karena sesuatu yang terjadi atas taqdir  dan kehendak Allah.[21] Hukum sebab-akibat itu hanya sekedar perantaraan, hakikatnya hanya Allah yang menentukan segala sesuatu itu.
d.      Dengan beriman kepada taqdir akan dapat menghilangkan sifat ria atau berbangga diri dengan apa yang ia dapatkan, yang ia inginkan. Karena ia tahu bahwa semua itu adalah pemberian dari Allah untuk dirinya, orang yang bangga akan dirinya akan lalai untuk menyukuri ni’mat Allah.[22]
e.       Dengan beriman kepada taqdir akan menjadikan seseorang itu untuk bersikap berani dalam meneggakkan keadilan dan kebenaran, dan dalam rangka menegakkan ‘kalimah Allah’, serta tidak menjadikan seseorang itu takut dan gentar ketika menghadapi risiko dan bahaya yang menghadangnya.[23] bahwa kematian, rizki dan jodoh dan sebagainya adalah semuanya ditangan Allah, sebagaimana firman allah ta’ala:
@è% `©9 !$uZu;ÅÁムžwÎ) $tB |=tFŸ2 ª!$# $uZs9 uqèd $uZ9s9öqtB 4 n?tãur «!$# È@ž2uqtGuŠù=sù šcqãZÏB÷sßJø9$# ÇÎÊÈ  
Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa Kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung Kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal”. (Q. S. At-Taubah:51)
$tBur `ÏB 7p­/!#yŠ Îû ÇÚöF{$# žwÎ) n?tã «!$# $ygè%øÍ ÞOn=÷ètƒur $yd§s)tFó¡ãB $ygtãyŠöqtFó¡ãBur 4 @@ä. Îû 5=»tGÅ2 &ûüÎ7B ÇÏÈ 
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”.
f.       Dengan beriman kepada taqdir akan memelihara ketentraman jiwanya dari rasa berputus asa, dan kecewa ketika menghadapi musibah dan kegagalan yang dialaminya, atau kehilangan sesuatu yang dicintainya. Ia tegar dalam mengahadapi semua itu karna ia yakin bahwa yang terjadi itu adalah taqdir allah atas dirinya.[24]
Firman Allah: (Q.S. al-hadid:22-23).
 !$tB z>$|¹r& `ÏB 7pt6ŠÅÁB Îû ÇÚöF{$# Ÿwur þÎû öNä3Å¡àÿRr& žwÎ) Îû 5=»tGÅ2 `ÏiB È@ö6s% br& !$ydr&uŽö9¯R 4 ¨bÎ) šÏ9ºsŒ n?tã «!$# ׎Å¡o ÇËËÈ   ŸxøŠs3Ïj9 (#öqyù's? 4n?tã $tB öNä3s?$sù Ÿwur (#qãmtøÿs? !$yJÎ/ öNà69s?#uä 3 ª!$#ur Ÿw =Ïtä ¨@ä. 5A$tFøƒèC Aqãsù ÇËÌÈ  
- tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
- (kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.
g.      Dengan beriman kepada taqdir, mendorong manusia untuk beramal dan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencapai kehidupan di dunia dan akhirat, mengikuti hukum sebab akibat yang telah  ditetapkan oleh Allah SWT,[25] disamping ada usaha dan ikhtiar. Beriman dengan taqdir, akan menolak kita berkeyakinan seperti golongan Jabariah yang tidak mau berusaha, karena golongan Jabariah ini berkeyakinan bahwa manusia itu tidak kuasa, tiada daya tiada kemauan atau keinginan, semua perbuatan adalah cipataan Allah.[26]
Mereka menyerah kepada keadaan, bagaimanapun allah menggariskan tentangnya ia akan pasrah dengan keadaan, misyalkan allah menggariskan ia kaya maka tentu ia kaya, begitu juga sebaliknya kalau allah menggariskan ia miskin tentu ia akan miskin.
h.      Dengan beriman kepada taqdir  “menjadikan manusia semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT, yang memiliki kekuasaan dan kehendak yang mutlak, yang juga memilki kebijaksanaan, keadilan dan kasih sayang kepada mahkluknya.”[27]
i.        Dengan beriman kepada taqdir akan menjadikan kita terhindar dari mempunyai sifat tercela, seperti sifat sombong, tamak, dengki dan lainnya, karena ia yakin kalau segala sesuatu itu adalah pinjaman Allah semata-mata dan akan diambil pada waktunya nanti.[28] Firman Allah dalam surah Ibrahim ayat 7:
ûÈõs9 óOè?öx6x© öNä3¯RyƒÎV{ ( ûÈõs9ur ÷LänöxÿŸ2 ¨bÎ) Î1#xtã ÓƒÏt±s9 ÇÐÈ 
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
j.        Dengan beriman kepada taqdir ia akan mempunyai sifat tawakal, karena ia menyadari bahwa manusia hanya bisa berusaha dan berdo’a, sedangkan hasilnya hanya allah yang menentukan.[29]









D.   KESIMPULAN
Semua kejadian yang Allah ciptakan yang ada di dunia ini, yang menentukan semuanya adalah taqdir allah, hukum kausalitas atau hukum sebab akibat yang ada di dalamnya hanyalah perantaraan. Maka dari itu manusia sebagai makhluk ciptaanya tidak boleh berpegang hanya kepada hukum kausalitas (sebab akibat).
Apabila hendak kita hendak mencapai apa yang kita inginkan haruslah berusaha, yakni; mau kaya dengan bekerja mau pintar dengan belajar dan sebagainya. Tapi tidak terlepas semuanya dari taqdir allah.
Hikmah beriman kepada taqdir antara lain ialah; menjadikan manusia sadar bahwa apa yang terjadi pada dirinya semuanya adalah kehendak Allah, dapat mengatasi kesulitan dan kesusahan yang menimpanya, yang menjadikan jiwanya tentram dalam mengatasi itu semua.
Membangkitkan gairah hidup untuk melakukan hal yang positif, tetap berusaha, dan bekerja dengan mengikuti hukum sebab akibat. Tapi tetap berkeyakinan bahwa hanya allah yang menentukan semuanya bukan hukum kausalitas. Menghilangkan sifat tercela yang ada dalam dirinya, menjadikan ia mempunyai sifat tawakal, terakhir menjadikan ia semakin dekat kepada allah.











DAFTAR PUSTAKA
Abidin. Sunnah Allah dan Ikhtiar Manusia. Bandung: P.T. Al-Ma’arif, 1972.
Ad-Dumaiji, Abdullah bin Umar. At-Tawakkul ‘Alallah wa ‘Alaqatuhu bil Asbab, penerjemah Kamaluddin Sa’diatulharamaini Farizal Tarmizi, Rahasia Tawakal & Sebab Akibat. Jakarta: Pustaka Azzam, 2000.
Adnan, Muhammad. Tuntutan Iman dan Islam. Jakarta: Djaja Murni, 1962.
Chirzin, M. Konsep & Hikmah Akidah Islam. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997.
Ilyas, Yunahar. Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamatan Islam (LPPI), 2000.
Masjfukzuhdi, studi islam jilid I. Jakarta: CV Rajawali, 1988.
Matdawam, M. Noor. Pembinaan ‘Aqidah Islamiyah: Theologi Islam.Yogyakarta: Bina Karier, 1984.
Ritonga, Rahman. Akidah: Merakit Manusia Dengan Khaliknya Melalui Pendidikan Usia Dini. Surabaya: Amelia, 2005.
Sabig, Sayyid. Al-‘Aqāidu Al-Aslamyyah diterjemahkan oleh Moh Abdai Rathomy, Akidah Islam: Pola Hidup Manusia Beriman. Bandung: C.V. Diponegooro, 1978.
Syamsuddin, Zainal Abidin, Ainul Haris Aripin , DKK, Penjelsan Kitab 3 landasan utama. Jakarta: Darul Haq, 1999.
Yahya, Imam ibnu syarifuddin al-nawawi, Al-rabainun nawawiyah. Surabaya: Toko Imam, T.TH.

http ://www, metrotv news, com metro main/analisis detail/2011/07/179/taqdir dan kebebasan, (didownload 11 Desember, 2011).



[1]M. Chirzin, Konsep & Hikmah Akidah Islam (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997), 105.
[2]Sayyid Sabig, Al-‘Aqāidu Al-Aslamyyah diterjemahkan oleh Moh Abdai Rathomy, Akidah Islam: Pola Hidup Manusia Beriman, (Bandung: C.V. Diponegooro, 1978) ,149.
[3]M. Noor Matdawam, Pembinaan ‘Aqidah Islamiyah: Theologi Islam (yogyakarta: Bina Karier, 1984), 116.
[4]M. Noor Matdawam,  Pembinaan ‘Aqidah Islamiyah, 115.
[5]Rahma Ritonga, Akidah: Merakit Manusia Dengan khaliknya Melalui Pendidikan Usia Dini (Surabaya: Amelia, 2005),  94.
[6]M. Noor Matdawam, Pembiaan ‘Aqidah Islamiyah, 116.
[7]Abidin, Sunnah Allah dan Ikhtiar Manusia (Bandung: P.T. Al- Ma’arif, 1972), 23.
[8]Abdullah bin Umar Ad-Dumaiji, At-Tawakkul ‘Alallah wa ‘Alaqatuhu bil Asbab, penerjemah Kamaluddin Sa’diatulharamaini Farizal Tarmizi, Rahasia Tawakal & Sebab Akibat, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2000), 147.
[9]Abidin, Sunnah Allah dan  Ikhtiar Manusia, 16.
[10]M. Noor Matdawam, Pembinaan ‘Akidah Islamiyah, 116.
[11]M. Noor Matdawam, Pembinaan ‘Akidah Islamiyah, 116.
[12]Rahman Ritonga,  akidah, 95.
[13]Rahman Ritonga,  akidah, 90
[14]http ://www, metrotv news, com metro main/analisis detail/2011/07/179/taqdir dan kebebasan, (didownload 11 Desember, 2011).
[15]Imam yahya ibnu syarifuddin al-nawawi, Al-rabainu al-nawawiyah (Surabaya: Toko Imam), T.TH., 8.
[16]Yunahar Ilyas,  Kuliah Aqidah Islam (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamata Islam (LPPI), 2000), 191.
[17]M. Chirzin, Konsep & Hikmah, 110.
[18] Sayyid Sabiq, Al-‘Aqāidu Al-Aslamyyah, 52.
[19]Muhammad Adnan, Tuntutan Iman dan Islam (Jakarta: Djaja Murni, 1962), 62.
[20]Yunahar Ilyas, Kuliah Akidah Islam, 191.
[21]Zainal Abidin Syamsuddin, Ainul Haris Aripin , DKK, Penjelsan Kitab 3 landasan utama (Jakarta: Darul Haq, 1999), 190.
[22] Zainal Abidin Syamsuddin, DKK, Penjelsan Kitab 3, 190.
[23] Masjfukzuhdi, studi islam jilid I (Jakarta: CV Rajawali, 1988), 105.
[24]Zainal Abidin Syamsuddin, DKK, Penjelsan Kitab 3, 190.
[25]Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam, 192.
[26]Muhammad Adnan, Tuntutan iman dan islam, 62.
[27]Yunahar ilyas, Kuliah Akidah Islam, 192.
[28]M. Noor Matdawam, Pembinaan aqidah islamiyah, 120.
[29]Yunahar ilyas, Kuliah Akidah Islam, 192.

This post have 0 komentar


:) :( hihi :-) :D =D :-d ;( ;-( @-) :P :o -_- (o) :p :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ $-) (y) (f) x-) (k) (h) cheer lol rock angry @@ :ng pin poop :* :v 100

Next article Next Post
Previous article Previous Post