hukum mendengar music dalam presfiktif empat mazhab

author photo May 14, 2012

A.    PENDAHULUAN
            Dalam sistem kehidupan yang penuh dengan panorama-panorama yang di hiasi dengan peraturan keislaman, islam adalah  suatu sistem yang pasti, karna dalam filsafat agama islam adalah suatu inti yang tidak bisa di ganggu gugat lagi. Semua urusan manusia yang berada di muka bumi tidaka akan pernah tertata rapi tanpa ada peraturan yang mendasarinya, dengan demikian agama lah  yang menjadi pondasi seseorang di masa hidup dan wafatnya, ketika seseorang tidak bersandar dengan agama di ibaratkan dengan ceriita dongeng yang tidak punya arah dan tidak punya sandaran dalam mengakhiri.
            Islam adalah agama penyempurna dari agama yanglain,  karna islam di tata sedemikian rupa oleh Allah SWT dan di peralih tangankan dengan Nabi Muhammad saw yang sudah di tempa oleh dua orang tua dan malaikat Jibril. Dengan demikian agama islam adalah agama penyempurna  bagi seluruh agama di mana saja. Akan tetapi dalam perundang-undangan islam terdapat seekian banyak ayat-ayat yang menjadi  panutan dan pegangan agar tidak tersalah dalam melangakah, di samping itu dengan hadirnya hadist-hadist yang bertugas memperjelas ajaran Al-Qur’an.
            Islam merupakan agama yang mendidik sedemikian mudahnya, semua hal yang pasti bermanfaat bagi umat pasti islam terlibat di dalamnya agar umat tidak terjerumus dalam kesalaha. Islam mengatur segala gerik, mulai hal yang paling mudah dan yang paling sulit, mulai saat bangun tidur sampai tidur lagi islam selalu sipa mendidik umatnya. Dengan demikian terbuktilah bahwa islam sangat perduli bagi kesejahteraan umatnya.
Dengan sekian banyaknya peraturan-peraturan yang berlatar belakang dengan islam semuanya tidak pernah bertentangan dengan hati nurani manusia. Dalam tingkah laku sehari-hari islam sudah mendektikan dengan secermat mungkin salah satunya adalah mendegarkan music, bagaimana islam menentukan aturannya yang bertujuan untuk kebahagiaan umat dengan menintahi hukum mendengarkan music dan bagaimana hukum islam dengan main music? Dengan demikian islam sudah menjaga umat dari kenegatifan, karna music dalam realita kita sekarang sudah menjadi mayoritas di telinga umat-umat islam, bagaimana islam menanggapi yang demikian dalam kehidupan.

B.      HUKUM MENDENGARKAN MUSIC[1].
Dalam judul demikian sangat berpengaruh bagi pola kehidupan kitam karena sekarng siapa yang tidak pernah mendengarkan nyanyian atau music, dalam urusan demikian rujukan yang paking utama adalah Al-Qur’an:
z`ÏBur Ĩ$¨Z9$# `tB ÎŽtIô±tƒ uqôgs9 Ï]ƒÏysø9$# ¨@ÅÒãÏ9 `tã È@Î6y «!$# ÎŽötóÎ/ 5Où=Ïæ $ydxÏ­Gtƒur #·râèd 4 y7Í´¯»s9'ré& öNçlm; Ò>#xtã ×ûüÎgB ÇÏÈ  
6. dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan Perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan[2].
uqèd Ï%©!$# šYn=y{ Nä3s9 $¨B Îû ÇÚöF{$# $YèŠÏJy_ §NèO #uqtGó$# n<Î) Ïä!$yJ¡¡9$# £`ßg1§q|¡sù yìö7y ;Nºuq»yJy 4 uqèdur Èe@ä3Î/ >äóÓx« ×LìÎ=tæ ÇËÒÈ  
 Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.[3]
Dan meskipun ada Nash yang melarang, tapi tidak memenuhi Kriteria keshahihannya maka tak akan mempengaruhi kehalalan suatu perkara.
$tBur öNä3s9 žwr& (#qè=à2ù's? $£JÏB tÏ.èŒ ÞOó$# «!$# Ïmøn=tã ôs%ur Ÿ@¢Ásù Nä3s9 $¨B tP§ym öNä3øn=tæ žwÎ) $tB óOè?ö̍äÜôÊ$# Ïmøs9Î) 3 ¨bÎ)ur #ZŽÏWx. tbq=ÅÒã©9 OÎgͬ!#uq÷dr'Î/ ÎŽötóÎ/ AOù=Ïæ 3 ¨bÎ) š­/u uqèd ÞOn=÷ær& tûïÏtG÷èßJø9$$Î/ ÇÊÊÒÈ  
 Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, Padahal Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. dan Sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.[4]
Dan Nabi Saw bersabda:
ان الله فرض فرائض فلا تضيعو ها وحد حدو دا فلا تعتد و ها,وسكت عن اشيا ء رحمة بكم غير نسيا ن فلا تبحثو عنها
Sesungguhnya Allah swt.telah menentukan kewajiban-kewajiban, maka janganlah kamu menyia-nyiakannya,dan menetapkan batas-batas (larangan) maka janganlah kamu melanggarnya, dan Dia diamkan beberapa perkara sebagai Rahmat buat kamu, bukan karena lupa, maka janganlah kamu mencari-carinya.[5]

Dengan demikian banyak sekali pendapat-pendapat yang mengharamkan dengan dalih Firman Allah tersebut, selain Firman Allah para mujtahit dalam bidang ini juga berpegang dengan penafsiran yang berasal dari sahabat. Menurut sahabat yang di maksut dengan “Lahwul hadist” (Perkataan yang tidak berguna) dalam ayat ini intinya adalah nyanyian.
Disamping demikian mereka pun juaga berpegang dengan ayat lain:
#sŒÎ)ur (#qãèÏJy uqøó¯=9$# (#qàÊtôãr& çm÷Ztã (#qä9$s%ur !$uZs9 $oYè=»uHùår& öNä3s9ur ö/ä3è=»uHùår& íN»n=y öNä3øn=tæ Ÿw ÓÈötFö;tR tûüÎ=Îg»pgø:$# ÇÎÎÈ  
55. dan apabila mereka mendengar Perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: "Bagi Kami amal-amal Kami dan bagimu amal-amalmu, Kesejahteraan atas dirimu, Kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil[6]".
Mereka menafsirkan “laghwu” Adalah nyanyian , sedangakan nyanyian adalah perkataan yang tidak bermanfaat.
Dalam dua ayat  demikian maka orang-orang yang mempunyai pemikiran yang kritis dengan filsafat yang ideologis mengkritik dengan pertanyaan: Tepatkah ke dua ayat ini di gunakan sebagai dalil masalah ini? Dan bagaimana pendapat Ulama-ulama dalam mentaukidkan masalh ini?
Masalah nyayian, Baik nyanyian itu menggunkan alat music atau tanpa alat music merupakan masalah yang di perdebatkan oleh sekian banyak Fuqaha untuk menentukan ijtihatnya. Mereka sepakat dalam beberapa hal, akan tetapi mereka juga tidak sepakat dalam beberapa hal lain. Mereka sepakat mengharamkan nyanyian dengan alsan nyanyian tersebut membawa dalam gerbang kekejian dan kefasikan bahkan bisa-bisa menyert seseorang ke dalam kemaksiatan, karna pada hakikatnya nyaian itu baik jika dalam bait-baitnya mengandung kebaikan dan sebaliknya.  Sedangakan setiap perkataan yang mengandung keburukan dalam bentuk apapun maka itu hukumnya di nyatakan haram. Dan bagaimana jika nyanyian itu mengandung hal-hal yang positif? Mereka juga berpendapat bahwa bolehnya nyanyian pada sikon acara yang gembira, seperti pernikahan, saat menyambut kedatangan seseorang[7].
Dari berbagai macam pendapat dengan tujuan merumuskan satu hukum yang memang sulit untuk berijtihat, di samping demmikian banyaknya para Fuqaha yang ikhtilaf dalam masalah ini, akan tetapi mayritas dari para ijtihat menghalalkan nyanyian bagaimanapun itu jenisnya akan tetapi tetap beredar di bawah garis kemanfaatan itu lagu. Mereka beijtihat dengan menghalalkan nyanyian karna dua ayat yang sudah dinyataka dan kembali untuk di perhatikan
dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan Perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.
            Ayat ini di jadikan dalail oleh sebagian sahabat dan tabi,in untuk mengaharamkan nyanyian, akan tetapi dalam sekian banyak penafsir, maka penafsiran yang di kutip dalam masalah ini adalah kitab Al-Muhalla, Ia berkata pada kitapnya tersebut bahwa ayat yang demikian tidak adapat di jadikan alasan untuk mengaramkannya jkarna di lihat dari beberapa alsan:
1.      Tidak ada hujjah bagi seseorang bselain Rasulullah.
2.      Pendapat ini telah di tentang oleh sebagian sahabat dan tabi,in yang lain.
3.      Nash yang ini justru malah membatalkan argumentasi.karna di dalamnya mengandung kualifikasi tertentu.
C.     IHKTILAF ULAMA DALAM MENETAFKAN HUKUM
Diantara sekian bnyak debat dalam masalah ini imam-imam terbesar merumuskah satu masalah  yaitu Para ulama Syafi’i dan Hambali memakruhkan alat pukul yang terbuat dari dahan pohon yang menjadikan nyanyiannya semakin ramai dan nyanyian itu tidak akan ramai apabila alat itu digunakan sendirian. Alat itu menyertai nyanyian sehingga hukumnya adalah hukum nyanyian, yaitu makruh apabila digabungkan dengan sesuatu yang haram atau markruh seperti tepuk tangan, nyanyian, tarian dan apabila tidak ada hal-hal demikian maka ia tidaklah makruh karena ia bukanlah alat musik. Akan tetapi Imam Malik, Zhohiriyah dan sekelompok orang-orang sufi membolehkan mendengarkan musik walaupun dengan menggunakan alat pukul dari kayu dan rotan, ini adalah pendapat sekelompok sahabat, seperti Ibnu Umar, Abdullah bin Ja’far, Abdullah bin Zubeir, Muawiyah, Amr bin ‘Ash dan yang lainnya serta sekelompok tabi’in seperti Sa’id bin Musayyib.
Syeikh Abdul Ghani an Nablusi al Hanafi yang menegaskan didalamnya bahwa hadits-hadits yang dijadikan dasar oleh orang-orang yang mengharamkan musik terikat dengan penyebutan berbagai macam permainan, penyebutan khomr, biduanita, perbuatan tak senonoh dan hampir dipastikan bahwa didalam hadits tersebut tidak disebutkan perbuatan-perbuatan yang demikian. Karena itu dia menjadikan bahwa mendengar suara-suara dan alat-alat musik apabila disertai dengan hal-hal yang diharamkan atau menggunakan sarana-sarana yang diharamkan atau terjadi di situ hal-hal yang diharamkan maka hukumnya haram. Dan apabila ia bersih dari hal-hal yang demikian maka hukumnya mubah (boleh) untuk menghadiri, mendengarkan dan mempelajarinya.
Imam Malik, Zhohiriyah dan sekelompok orang-orang sufi membolehkan mendengarkan musik walaupun dengan menggunakan alat pukul dari kayu dan rotan, ini adalah pendapat sekelompok sahabat, seperti Ibnu Umar, Abdullah bin Ja’far, Abdullah bin Zubeir, Muawiyah, Amr bin ‘Ash dan yang lainnya serta sekelompok tabi’in seperti Sa’id bin Musayyib
Syeikh Mahmud Syaltut mengatakan didalam fatawanya tentang belajar alat musik dan mendengarkannya bahwa sesungguhnya Allah swt menciptakan manusia dengan memiliki insting atau tabi’at yang cenderung kepada kesenangan dan kebaikan yang membekas didalam dirinya. Dengan hal itu dirinya menjadi tenang, senang, bersemangat dan menenangkan anggota tubuhnya. Jiwanya juga merasa lega dengan berbagai pemandangan yang indah seperti pemandangan yang hijau, air yang jernih, wajah yang cantik, bebauan yang wangi[8].
Syeikh Abdul Ghani an Nablusi al Hanafi yang menegaskan didalamnya bahwa hadits-hadits yang dijadikan dasar oleh orang-orang yang mengharamkan musik terikat dengan penyebutan berbagai macam permainan, penyebutan khomr, biduanita, perbuatan tak senonoh dan hampir dipastikan bahwa didalam hadits tersebut tidak disebutkan perbuatan-perbuatan yang demikian. Karena itu dia menjadikan bahwa mendengar suara-suara dan alat-alat musik apabila disertai dengan hal-hal yang diharamkan atau menggunakan sarana-sarana yang diharamkan atau terjadi di situ hal-hal yang diharamkan maka hukumnya haram. Dan apabila ia bersih dari hal-hal yang demikian maka hukumnya mubah (boleh) untuk menghadiri, mendengarkan dan mempelajarinya.
dari berbagai kitab fiqih para madzhab dan hukum-hukum didalam Al Qur’an dan dari sisi bahasa bahwa memukul duff (rebana) atau alat-alat lainnya para penunggang onta, untuk menggelorakan semangat para tentara dalam berperang, didalam perkawinan, hari raya, kedatangan orang yang selama ini hilang, membangkitkan semangat untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang penting adalah mubah sebagaimana kesepakatan ulama. Adapun perselisihan yang terjadi diantara para fuqoha yang terdapat didalam buku-buku mereka adalah masalah halal atau tidak halal menyibukkan dirinya dengan musik baik mendengarkan.
Ibnu Hazm mengatakan bahwa permasalahan ini tergantung dari niatnya. Barangsiapa yang berniat untuk menghibur dirinya, menyemangatinya untuk berbuat ketaatan maka ia termasuk orang yang taat dan berbuat baik dan barangsiapa yang berniat bukan untuk ketaatan juga bukan untuk kemaksiatan maka hal itu termasuk didalam perbuatan yang sia-sia yang dimaafkan seperti manusia yang keluar ke kebunnya hanya untuk refresing atau orang yang duduk-duduk di depan pintu rumahnya untuk rileks semata. Imam Ghozali mengemukakan pendapat asy Syaukani didalam menjelaskan hadits,”Segala permainan yang dimainkan seorang mukmin adalah batil.” Tidaklah menunukkan pengharaman akan tetapi menunjukkan tidak adanya manfaat dan setiap yang tidak ada manfaat didalamnya termasuk mubah (boleh).” Dengan demikin para ulama berpendapat bahwa mucic d perbolehkah dengan alasan:
D. ALASAN-ALASAN BOLEHNYA MENYANYI DAN MENDENGARKANNYA[9].
 1. Tidak diniatkan untuk masiat kepada Allah swt.
2. Tidak berlebih-lebihan didalam menikmati maupun mendengarkannya sehingga melalaikannya dari perkara-perkara yang diwajibkan, seperti : sholat, mengingat Allah maupun kewajiban lainnya.
3. Para pemainnya tidak menampilkan perbuatan-perbuatan yang diharamkan atau dilarang agama.
4. Biduanitanya jika ada tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang mengundang fitnah, seperti :menggunakan gaun yang seronok, tidak sopan, bergoyang-goyang atau menyanyikannya dengan suara-suara yang dibuat-buat sehingga membangkitkan birahi dan merangsang syahwat orang-orang yang mendengarkannya.
5. Bait-bait syair lagunya tidak bertentangan dengan adab dan ajaran islam, seperti mengandung kemusyrikan, pelecehan, jorok dan sejenisnya.
6. Tidak diadakan di tempat-tempat yang mengandung syubhat, kemunkaran atau diharamkan, seperti di tempat yang dibarengi dengan minuman keras, dicampur dengan perbuatan cabul dan maksiat.
E. FAKTA YANG TERJADI DALAM REALITA SEKARANG.
Keprihatinan yang dalam akan kita rasakan, kalau kita melihat ulah generasi muda Islam saat ini yang cenderung liar dalam bermain musik atau bernyanyi. Mungkin mereka berkiblat kepada penyanyi atau kelompok musik terkenal yang umumnya memang bermental bejat dan bobrok serta tidak berpegang dengan nilai-nilai Islam. Atau mungkin juga, mereka cukup sulit atau jarang mendapatkan teladan permainan musik dan nyanyian yang Islami di tengah suasana hedonistik yang mendominasi kehidupan saat ini. Walhasil, generasi muda Islam akhirnya cenderung membebek kepada para pemusik atau penyanyi sekuler yang sering mereka saksikan atau dengar di TV, radio, kaset, VCD, dan berbagai media lainnya.
Tak dapat diingkari, kondisi memprihatinkan tersebut tercipta karena sistem kehidupan kita telah menganut paham sekularisme yang sangat bertentangan dengan Islam. Muhammad Quthb mengatakan sekularisme adalah iqamatul hayati ‘ala ghayri asasin minad dîn, artinya, mengatur kehidupan dengan tidak berasaskan agama (Islam). Atau dalam bahasa yang lebih tajam, sekularisme menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani adalah memisahkan agama dari segala urusan kehidupan (fashl ad-din ‘an al-hayah) (Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Nizhâm Al-Islâm, hal. 25). Dengan demikian, sekularisme sebenarnya tidak sekedar terwujud dalam pemisahan agama dari dunia politik, tetapi juga nampak dalam pemisahan agama dari urusan seni budaya, termasuk seni musik dan seni vokal (nyanyian).
            Kondisi ini harus segera diakhiri dengan jalan mendobrak dan merobohkan sistem kehidupan sekuler yang ada, lalu di atas reruntuhannya kita bangun sistem kehidupan Islam, yaitu sebuah sistem kehidupan yang berasaskan semata pada Aqidah Islamiyah sebagaimana dicontohkan Rasulullah Saw dan para shahabatnya. Inilah solusi fundamental dan radikal terhadap kondisi kehidupan yang sangat rusak dan buruk sekarang ini, sebagai akibat penerapan paham sekulerisme yang kufur. Namun demikian, di tengah perjuangan kita mewujudkan kembali masyarakat Islami tersebut, bukan berarti kita saat ini tidak berbuat apa-apa dan hanya berpangku tangan menunggu perubahan. Tidak demikian. Kita tetap wajib melakukan Islamisasi pada hal-hal yang dapat kita jangkau dan dapat kita lakukan, seperti halnya bermain musik dan bernyanyi sesuai ketentuan Islam dalam ruang lingkup kampus kita atau lingkungan kita[10].
menyanyi dengan menampakkan aurat, sambil minum khamar, atau pergaulan antara laki-laki dan perempuan dan percampuran antara keduanya tanpa batas. Inilah yang Nabi juluki dalam Hadits diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan lainnya:
ليشربن ناس من امتي الخمر, يسمو نها بغير اسمها, يعزف علي رءو سهم بالمعازف والمغنيات, يخسف لله بهم الارض ويجعلو منهم القردة والخنا زير.
"Sungguh akan ada manusia-manusia dari umatku yang meminum khamar dan mereka namai dengan nama lain, dinyanyikan pada kepalanya dengan alat-alat musik dan biduanita-biduanita. Allah akan menenggelamkan mereka ke dalam bumi dan menjadikan mereka (seperti) kera dan babi.
Perlu diketahui juga bahwa orang pada zaman dahulu, yang ingin mendengarkan nyanyian harus mendatangi tempat pementasan. Dia harus bercampur baur dengan para biduan dan biduanita serta pengunjung yang lain, dan jarang sekali selamat dari hal-hal yang dilarang oleh Syara’ dan dari hal-hal yang dibenci Agama. Tapi sekarang orang bisa saja mendengarkan nyanyian dari tempat yang sangat jauh, dan merupakan unsur yang meringankan terhadap masalah tersebut, sehingga cenderung diizinkan dan diberi kemudahan.
Oleh karena itu kita harus adil dalam keadilan membagi antara nyanyian, program, dan seluruh kehidupan kita. Hendaklah seimbang antara dunia dan agama. Begitu pun dunia, harus seimbang antara hak pribadi dalam menyampaikan perasaan kita (melalui nyanyian) dan hak masyarakat. Kita mungkin ingin menyanyikan tentang suara hati kita, tapi lihatlah orang-orang yang mendengar tentang apa yang kita suarakan itu.[11]
Berlebih-lebihan dalam menonjolkan salah satu perasaan harus memperhitungkan juga masyarakat yang ada di lingkungan kita.
F. DALIL-DALIL  YANG MENDEfINISIKAN HARAMNYA NYANYIAN.
            z`ÏBur Ĩ$¨Z9$# `tB ÎŽtIô±tƒ uqôgs9 Ï]ƒÏysø9$# ¨@ÅÒãÏ9 `tã È@Î6y «!$# ÎŽötóÎ/ 5Où=Ïæ $ydxÏ­Gtƒur #·râèd 4 y7Í´¯»s9'ré& öNçlm; Ò>#xtã ×ûüÎgB ÇÏÈ  
6. dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan Perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan[12].
ô`ÏJsùr& #x»yd Ï]ƒÏptø:$# tbqç7yf÷ès? ÇÎÒÈ   tbqä3ysôÒs?ur Ÿwur tbqä3ö7s? ÇÏÉÈ   ÷LäêRr&ur tbrßÏJ»y ÇÏÊÈ  
59. Maka Apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini?
60. dan kamu mentertawakan dan tidak menangis?
61. sedang kamu melengahkan(nya)?[13]
 øÌøÿtFó$#ur Ç`tB |M÷èsÜtGó$# Nåk÷]ÏB y7Ï?öq|ÁÎ/ ó=Î=ô_r&ur NÍköŽn=tã y7Î=øsƒ¿2 šÎ=Å`uur óOßgø.Í$x©ur Îû ÉAºuqøBF{$# Ï»s9÷rF{$#ur öNèdôÏãur 4 $tBur ãNèdßÏètƒ ß`»sÜø¤±9$# žwÎ) #·rãäî ÇÏÍÈ  
64. dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. dan tidak ada yang dijanjikan oleh syaitan kepada mereka melainkan tipuan belaka[14].
Hadits Abu Malik Al-Asy’ari ra bahwa Rasulullah Saw bersabda:“Sesungguhnya akan ada di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutera, arak, dan alat-alat musik (al-ma’azif)[15].
Hadits Aisyah ra Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah mengharamkan nyanyian-nyanyian (qoynah) dan menjualbelikannya, mempelajarinya atau mendengar-kannya.” Kemudian beliau membacakan ayat di atas[16].
Hadits dari Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah Saw bersabda: Nyanyian itu bisa menimbulkan nifaq, seperti air menumbuhkan kembang[17].
Hadits dari Abu Umamah ra, Rasulullah Saw bersabda: Orang yang bernyanyi, maka Allah SWT mengutus padanya dua syaitan yang menunggangi dua pundaknya dan memukul-mukul tumitnya pada dada si penyanyi sampai dia berhenti[18]
Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Auf ra bahwa Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya aku dilarang dari suara yang hina dan sesat, yaitu: 1. Alunan suara nyanyian yang melalaikan dengan iringan seruling syaitan (mazamirus syaithan). 2. Ratapan seorang ketika mendapat musibah sehingga menampar wajahnya sendiri dan merobek pakaiannya dengan ratapan syetan (rannatus syaithan).
F. DALIL-DALIL YANG MENGHALALKAN NYANYIAN.
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qãBÌhptéB ÏM»t6ÍhsÛ !$tB ¨@ymr& ª!$# öNä3s9 Ÿwur (#ÿrßtG÷ès? 4 žcÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏtF÷èßJø9$# ÇÑÐÈ  
87. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas[19]..
Hadits dari Nafi’ ra, katanya: Aku berjalan bersama Abdullah Bin Umar ra. Dalam perjalanan kami mendengar suara seruling, maka dia menutup telinganya dengan telunjuknya terus berjalan sambil berkata; “Hai Nafi, masihkah kau dengar suara itu?” sampai aku menjawab tidak. Kemudian dia lepaskan jarinya dan berkata; “Demikianlah yang dilakukan Rasulullah Saw[20].
ليكو نن قوم من امتي يستحلون الحر والحرير والخمر والمعا زف
"Sungguh akan ada dari Ummatku yang menganggap halal terhadap wanita penghibur (Zina), sutera, khamar, dan alat-alat musik.
Meskipun Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari, tetapi secara Mua’allq, tanpa mempunyai sanad yang bersambung, karena itu Ibnu Hazm menolaknya.[21] Dalam dalam hukum tambahan sanad adalah menjadikan yang mauquf  menjadi marfu’.[22] Karena sanad Hadits ini  berkisar pada Hisyam bin Amr, sedang dia banyak dilemahkan oleh banyak Ulama[23] Ibnu Nahwi dalam al-Umdah berkata:[24] “Kebolehan menyanyi dan mendengarkannya ini diriwayatkan dari segolongan Tabi’in, dari golongan sahabat antara lain Umar (sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Barr dan lainnya), Utsman (sebagaimana diriwayatkan oleh al-Mawardi dan pengarang kitab al-bayan, yaitu Imam Rafi’i), Abdur Rahman bin Auf (seperti yang diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah), Abu Ubaidah bin Jarrah (sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Qutaibah), Abu Mas’ud Al-Anshari (seperti yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi), Bilal dan Abdullah bin al-Arqam serta Usamah bin Zaid (sebagaimana diriwayatkan oleh Baihaqi).
Ruba’i Binti Mu’awwidz Bin Afra berkata: Nabi Saw mendatangi pesta perkawinanku, lalu beliau duduk di atas dipan seperti dudukmu denganku, lalu mulailah beberapa orang hamba perempuan kami memukul gendang dan mereka menyanyi dengan memuji orang yang mati syahid pada perang Badar. Tiba-tiba salah seorang di antara mereka berkata: “Di antara kita ada Nabi Saw yang mengetahui apa yang akan terjadi kemudian.” Maka Nabi Saw bersabda: Tinggalkan omongan itu. Teruskanlah apa yang kamu (nyanyikan) tadi[25].
Dari Aisyah ra; dia pernah menikahkan seorang wanita kepada pemuda Anshar. Tiba-tiba Rasulullah Saw bersabda: Mengapa tidak kalian adakan permainan karena orang Anshar itu suka pada permainan[26].
Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Umar melewati shahabat Hasan sedangkan ia sedang melantunkan syi’ir di masjid. Maka Umar memicingkan mata tidak setuju. Lalu Hasan berkata:
Aku pernah bersyi’ir di masjid dan di sana ada orang yang lebih mulia daripadamu (yaitu Rasulullah Saw[27].
Dari sini kita dapat memahami bahwa nyanyian ada yang diharamkan, dan ada yang dihalalkan. Nyanyian haram didasarkan pada dalil-dalil yang mengharamkan nyanyian, yaitu nyanyian yang disertai dengan kemaksiatan atau kemunkaran, baik berupa perkataan (qaul), perbuatan (fi’il), atau sarana (asy-yâ’), misalnya disertai khamr, zina, penampakan aurat, ikhtilath (campur baur pria–wanita), atau syairnya yang bertentangan dengan syara’, misalnya mengajak pacaran, mendukung pergaulan bebas, mempropagandakan sekularisme, liberalisme, nasionalisme, dan sebagainya. Nyanyian halal didasarkan pada dalil-dalil yang menghalalkan, yaitu nyanyian yang kriterianya adalah bersih dari unsur kemaksiatan atau kemunkaran. Misalnya nyanyian yang syairnya memuji sifat-sifat Allah SWT, mendorong orang meneladani Rasul, mengajak taubat dari judi, mengajak menuntut ilmu, menceritakan keindahan alam semesta, dan semisalnya[28].
G. MAZDHAB-MAZDHAB HUKUM DALAM MENETAPKAN HUKUM NAYNYIAN.
a. Mazdhab syafi,i.
Ulama Safi,iyah dan Imam Gazhali berkata yang berada di dalam kitapnya Al-Ihya: Nash-nash yang meenunjuka di perbolehkannya bernyanyi, tariyan, memukul terbanag, permainanan perisayyang di tempa dari kulit dan menyalsikan perttunjukan tariyan Habsyi adalah di samakan  dengan hari besar karena hari-hari besar juaga sa,at-sa,at bersuka ria(Boleh). Seperti hari raya di samakan dengan hari perkawinan, hari  walimah dan lain-lain yamg demikian itu adalah hari yang tidak di larang oleh hukum syara[29]. Beliyau membagi nyanyian dengan dua bagian:
1.      Nyanyian yang menimbulkan fitnah,berbau kesyrikan, menggibah, menfitnah, menyindir.
2.      Nyanyian yang di lantunkan dengan kata-kata yang di anggap keci oleh agama. Baik dalam bentuk apapun. Dan keduan devinisi ini di hukumkan haram oleh agama.
b. Mazdhab Hanafi (Hanafiyah)
Mazdhab Hanafi mendevinikan hukum nyanyiann dengan katagori, Nyanyian yang mengandung ungkapan-ungkapan yang tidak halal baik dalam segi apapun dan juga sebaliknya dengan divenisi hukum Makruh Tahrim, sama dengan permainan seperti dadu, catur, mandoling, rebab, biola, serupi, terompet dan yang lain-lain[30].
c. Mazdhab hambali (Hambaliyah)
            Mazdhab Hambali menetukaan hukum Nynyian itu  berbeda dengan hukum-hukum yang di tentukan oleh Mazdhab-madzhab yang lain yaitu dengan mentidak bolehkannya bermain sejenis kecapi, seruling, gendang, gitar, piano dan lain-lain seperti tidak bolehnya hukum bermain dadu. Akan tetapi dalam sestem yang demikian ada sela keketatan untuk menyanyi dan bermain music yaitu pada acara pernikahan, dan acara-acara yang lainnya. Misalnya pada acara pernikahan ada yang melakukan hal yaang demikian seprti ada nyanyi-nyanyian maka Hambali menentukan hukumnya dengan tidak wajib hadir.
d. Mazdhab Maliki (Malikiyah)
            Mazdhab Maliki mempunyai hukum tersendiri mengenai masalah ini,  dan Mazdhab ini menetapkan bahwa bolehnya alat-alat music yang sudah masyhur di kalangan manusia sperti gitar, piano, dan lain-lain, dan alat-alat music ini di bolehkan juga untuk laki-laki dan juga wanita. Adapun mengenai nyanyian yang di perbolehkan dalam Mazdhab ini adalah dalam bentuk syair-syair saja.
KESIMPULAN
 Nyanyian merupakan suatau perkara yang pastinya salah satu indra kita pernah mendengarnya, dari urayan tentang  pendapat-pendapat ulama yang sebagiannya membolehkan dan sebagiannya tidak membolehkan semunya tidak luput dari dalil-dalil yang menjadi landasan bagi mereka. Deangan sekian bnyak pendapat yang terkluar dari argumen-argumen para ulama maka kita yang sebagai manusia yanghidup di era ke muderenan dap[at mengambil pendapat yang di fatwakan tentang kebolehannya.
Dari uraian tentang hukum nyanyian di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa semua yang ada di dunia ini pada dasarnya adalah halal hingga ada ketentuan yang melarang nya. Dan nyanyian yang dikategorikan banyak kalangan berpendapat sebagai sesuatu yang haram, perlu dikaji ulang, sebab belum tentu semua yang dikategorikan tersebut sesuai dengan apa yang terjadi di  lapangan. Dan dari ketentuan yang menghalalkan nyanyian tadi, tentu ada criteria-kriteria yang harus dipenuhi guna menyempurnakan keabsahan hukum tersebut.
Ditambah lagi dengan band-band yang semakin hari semakin faseh dalam melantunkan bait-bait lirik yaang terkeluar lewat hembusan indara mereka. Denagn demikin tentu saja indra kita yang masih dalam kondisi normal secra tidak sengaja bahkan secara sengaja mendengarnya dan kadang-kadang juga terhembus lewat mulut kita sendri. Dan tentunya semua itu ada hukum-hukum faqih yang menetukannya. Oleh sebab itulah kita mengambil kepusan dengan bolehnya yang demikian itu, sesuai dengan mazdhab yang kita anut sekarang.
Dan mengenai masalah ini, tentu ada yang berbeda pendapat, dan hal ini wajar didalam Islam, oleh karena itu kita tak boleh terlalu menghukumi orang yang berbeda pandapat dari kita itu adalah salah. Karena Nabi pun mengatakan bahwa perbedaan pendapat dikalangan umat Islam adalah Rahmat, dan jangan kita jadikan sebaliknya (perbedaan pendapat membawa laknat Tuhan).
Kebenaran adalah mutlak milik Allah Swt.
DAFTAR PUSTAKA



Abdurrahman, al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, T.t.
Qardhawi, Yusuf, Fatwa-Fatwa Kontemporer jilid II., Gema Insani Press: Jakarta, 1995.
Al-Qaththan, Syaikh Mana’, Pengantar Studi Hadits, penerjemah: Mifdhol Abdurrahman, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta: 2010.
As-Syuwaiki ,Syaikh Muhammad, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas,t.t.
At-Taqiyuddin, Syaikh an-Nabhani, Nizhâm Al-Islâm, t.t.
Zuhri ,Muhammad, Fiqih empat mazdhab, CV. Assyfa: Semarang, 1999.



[1] Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa kontemporer, (Gema insani fress: Jakarta,1995),.h.865.
[2] Q.S. Al-Luqman,6.
[3] Al Baqarah: 29.
[4] Al An’am: 119.
[5] HR Duruqutni dari Abu Tsa’labah Al Khusyani,dan dihasankan oleh al-Hafizh Abu Bakar As Sam’ani dalam kitab Amali nya dan Imam Nawawi dalam Arba’in. Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer jilid II., (Gema Insani Press: Jakarta, 1995).hal.675.
[6] Q.S. Al-Qashash,55.
[7] Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa kontemporer., h.867-868.
[8] Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Nizhâm Al-Islâm, (t.t),. hal. 27.
[9] Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, (T.t.),.hal.66.
[10] Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas,(t.t),.hal.96.
[11] Sekarang sudah terbukti, dengan adanya lagu-lagu yang bertemakan cinta, banyak anak-anak yang seolah-olah tak mempunyai nyanyian yang mereka banggakan sebagai nyanyian mereka,  tapi para artis  seolah tak peduli lagi dengan anak-anak yang ingin kakak-kakak mudanya menyanyikan lagu untuk mereka, para artis tak mengetahui tentang realitas yang terjadi dilapangan tentang perkembangan Psikologi anak-anak kecil dibawah mereka, atau mereka hanya pura-pura tak tahu dan egois, memikirkan perkembangan karir mereka agar dilihat orang.
                [12] Qs. Luqmân,: 6.
[13] Qs. an-Najm [53]: 59-61
[14] Maksud ayat ini ialah Allah memberi kesempatan kepada iblis untuk menyesatkan manusia dengan segala kemampuan yang ada padanya. tetapi segala tipu daya syaitan itu tidak akan mampu menghadapi orang-orang yang benar-benar beriman
[15] HR. Bukhari, Shahih Bukhari, hadits no. 5590
[16] HR. Ibnu Abi Dunya dan Ibnu Mardawaih
[17] HR. Ibnu Abi Dunya dan al-Baihaqi, hadits mauquf
[18] HR. Ibnu Abid Dunya
[19] Qs. al-Mâ’idah [5]: 87
[20] HR. Ibnu Abid Dunya dan al-Baihaqi
[21] Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa kontemporer, hal.681.
[22] Syaikh Mana’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Hadits, penerjemah: Mifdhol Abdurrahman, (Pustaka Al-Kautsar, Jakarta: 2010).hal177.
[23] Untuk lebih jelasnya lihat pada kitab Mizanul-I’tidal dan Tahdzibu-Tahdzib. Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa kontemporer, hal.681.
[24] Yusuf Qardhawi, hal.697.
[25] HR. Bukhari, dalam Fâth al-Bârî, juz. III, hal. 113, dari Aisyah ra.
[26] HR. Bukhari
[27] HR. Muslim, juz II, hal. 485
[28]  Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal.64-65.
[29] H.M.Zuhri, Fiqih empat mazdhab, (CV. Assyfa: Semarang, 1999),h. 72.
[30] H.M.Zuhri, Fiqih empat mazdhab. h. 73.

This post have 0 komentar


:) :( hihi :-) :D =D :-d ;( ;-( @-) :P :o -_- (o) :p :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ $-) (y) (f) x-) (k) (h) cheer lol rock angry @@ :ng pin poop :* :v 100

Next article Next Post
Previous article Previous Post