hukum memelihara anjing dalam islam

author photo May 14, 2012




KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan Taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya – shalawat dan salam selalu kita curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw beserta keluarga, sahabat dan pengikut beliau hingga akhir jaman
Dalam kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Abdul Wahid Selaku dosen pengasuh mata kuliah Masailul Fiqhiyah yang telah memberikan pengetahuan, arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas ini dengan tepat pada waktunya dengan judul “Hukum Memelihara Anjing Dalam Islam” Serta dalam penyempurnaan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam tulisan ini masih terdapat banyak kekurangan, baik dari segi penulisan maupun isi dari makalah ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dan membangun demi kesempurnaan makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.









A.    PENDAHULUAN
Najis
Najis adalah bentuk kotoran yang setiap muslim diwajibkan untuk membersihkan diri darinya atau mencuci bagian yang terkena olehnya. Mengenai hal ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
y7t/$uÏOur öÎdgsÜsù ÇÍÈ
“Dan bersihkanlah pakaianmu.” (Al-Muddatsir: 4)
Dalam surah lain, Allah juga berfirman:
            ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÎ/º§q­G9$# ( ö@è% uqèd =Ïtäur šúï̍ÎdgsÜtFßJø9$# ÇËËËÈ 
“Sesungguhnya allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (Al- Baqarah:222)
Sedangkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda:
                          الطهور شطر الايمان. ( رواه مسلم )
Kesucian itu sebagian dari iman. “ (HR. Muslim)
Anjing dan babi adalah najis. Dalam hukum ini tidak ada perbedaan pada seluruh bagian dari anggota tubuhnya yang bernyawa ataupun tidak bernyawa.[1]


B.     Anjing
Anjing adalah hewan yang dihukumi najis. Sesuatu atau benda yang terjilat olehnya harus dicuci sebanyak tujuh kali, yang salah satunya adalah dengan menggunakan (dicampur) tanah. Hal ini didasarkan pada hadits dari Abdullah bin Mughafal; bahwa Rasulullah pernah bersabda,

اذا ولغ الكلب في الاناء فاغسلوه سبعا وعفروه الثا منة بالتراب. (متفق عليه)

“Apabila  ada anjing menjilati bejana salah seorang di antara kalian, maka hendaklah ia mencucinya sebanyak tujuh kali dengan air dan campurilah dengan tanah, untuk yang kedelapannya kalinya.” (HR. Muttafaqun ‘Alaih)
Sedangkan menurut apa yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah  bersabda:
apabila ada anjing yang meminum air dari dalam bejana salah seorang di antara kalian, maka hendaklah ia mencucinya sebanyak tujuh kali.” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan Baihaqi)
Di bersihkannya bekas jilatan anjing ini adalah; karena najisnya terletak pada mulut dan air liurnya. Adapun bulu anjing adalah suci (jika ia berada dalam keadaan kering) dan tidak ada ketetapan yang menyebutkannya sebagai najis. Apabila ada anjing yang meminum air dari suatu bejana seorang muslim, maka tempatnya (bejana tersebut) harus dicuci sebanyak tujuh kali, yang salah satunya menggunakan tanah, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits di atas. Sedang apabila ada anjing yang menjilat makanan yang keras atau beku, maka bagian yang terjilat dan sekelilingnya harus dibuang (dipisahkan) dan sisinya boleh dimakan, karena masih tetap suci.
C.     Babi
Babi merupakan hewan yang tubuhnya secara keseluruhan adalah dihukumi najis, sebagaimana difirmankan Allah Azza wa Jalla:
“Katakanlah, ‘Tiada aku peroleh dalam wahyu yang diturunkan kepadaku sesuatu yang diharamkan  bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu berupa bangkai, darah yang mengalir maupun daging babi. Karena kesemuanya itu adalah kotor’.”(Al-An’am:145)
Demikian juga pada firman-Nya yang lain disebutkan:
“Diharamkan bagi kalian (makanan) bangkai, darah, dan daging babi.(Al-Maidah:3)
Hendaklah para wanita muslimah mengetahui, bahwa menurut kesepakatan para ulama,babi itu najis. Akan tetapi diperbolehkan menjahit dengan menggunakan bulu babi.[2]
Iman shadiq pernah ditanya tentang anjing. Beliau berkata, “kotor dan najis. Bekas minumannya tidak boleh dipakai berwudhu. Buanglah air tersebut, lalu cucilah tempatnya, pertama, dengan tanah baru kemudian dengan air”.
Putranya, Imam kazhim, pernah ditanya tentang babi yang minum dari bejana. Apa yang harus diperbuat?  Beliau berkata, Di cuci tujuh kali.
Demikian pula fatwa para fukaha. Tidak ada kecuali dalam hal ini seluruh dari bagian anjing dan babi, termasuk bagian yang tidak ditempati kehidupan, seperti bulu dan tulang, hukumnya najis. Sudah barang tentu, tidak termasuk dalam ketentuan ini anjing laut dan babi laut, karena dalil-dalil tentang kenajisan anjing dan babi khusus untuk anjing dan babi darat, tidak mencakup anjing dan babi laut.[3]
Berkenaan dengan anjing dan babi, menggunakan rambut anjing dan babi pada masalah yang mensyaratkan kesucian, seperti wadah air untuk wudhu dan mandi, adalah tidak diperbolehkan. Akan tetapi menggunakannya pada persoalan-persoalan yang tidak mensyaratkan kesucian seperti pada kuas-kuas yang digunakan untuk melukis, tidaklah bermasalah.[4]

D.   ORANG ISLAM MEMELIHARA ANJING, BAGAIMANA HUKUMNYA?
 Islam selalu meletakkan segala hal pada tempatnya yang seimbang dan benar sehingga tidak mengharamkan anjing. Akan tetapi, Islam membuat syarat-syarat khusus sehingga bibit penyakit yang mungkin dibawanya tidak menular kepada manusia. Di antara syarat-syarat tersebut adalah:
  • Anjing yang dipelihara harus anjing yang sudah terlatih, terdidik, bersih dan tidak terjangkit penyakit.
  • Memelihara bukan untuk kesenangan atau main-main.
  • Memelihara untuk tujuan tertentu, seperti untuk menjaga rumah atau untuk berburu.
  • Menyingkirkan anjing-anjing liar untuk berburu.
Tentang hal itu, Rasulullah saw bersabda,
Barangsiapa yang memlihara anjing bukan untuk menjaga gembalaan atau berburu, maka amalannya akan dikurangi setiap hari satu qirath (4/6 dinar).” (HR. Bukhari)
Adapun yang dimaksudkan dengan definisi anjing terdidik adalah jika si anjing diundang, maka ia akan datang; kalau dilepas untuk berburu, dia akan bertahan; dan kalau diusir , ia akan pergi. Walaupun definisi ini ada sedikit perbedaan di antara ahli-ahli fiqih dalam beberapa hal yang terpenting adalah pendidikannya itu dapat dibuktikan menurut kebiasaan yang berlaku.
Khusus untuk anjing yang dipelihara sebagai anjing pemburu, jika anjing itu memakan daging binatang buruannya, maka hewan hasil buruan tersebut meski sempat disembelih- dikategorikan sebagai sisa makanan anjing. Oleh karenanya hukumnya adalah haram. Begitu juga saat melepas anjing untuk berburu tanpa menyebut asma Allah, hukumnya adalah haram. Hal ini disamakan dengan hukum melepaskan anak panah, tombak, pedang dan senjata lainnya.
Kalau kamu melepas anjing, kemudian anjing itu makan binatang buruannya, maka jangan kamu makan buruan itu sebab berarti anjing itu menangkap untuk dirinya sendiri. Tetapi jika kamu lepas anjing itu kemudian membunuh dan tidak makan, maka makanlah karena anjing itu menangkap untuk tuannya.” (HR. Ahmad)
Waspadai Bahaya Memelihara Anjing
Dalam hal tertentu Islam memang mengijinkan memelihara anjing. Akan tetapi, jika tidak cukup terdesak ada baiknya jika manusia tidak memeliharanya demi menjaga kesehatan dirinya dan lingkungannya. Perlu diketahui bahwasannya ada beberapa alasan penting yang menyebabkan batasan-batasan tentang kebiasaan memelihara anjing sangat perlu diterapkan. Secara ilmiah cacing-cacing berbahaya dapat lebih bertahan hidup jika berada dalam perut anjing, diantara jenis itu adalah:
1.       Cacing pita jenis Dibeld Cuninam yang menyebabkan kerusakan alat pencernakan, pankreas, dan kantong empedu, terkadang juga masuk ke hati menembus lambung serta menyebabkan radang prostat.
2.       Cacing Miletbisip. Telur cacing ini keluar bersama kotoran anjing. Jika berpindah ke manusia, akan membentuk kantong dalam otak sehingga mengakibatkan terganggunya otak, tidak mampu melihat, atau keseimbangan tubuh akan hilang.
3.       Cacing pita yang dinamakan Taenia akinoks, yang dapat berpindah dengan mudah dari dubur anjing ke mulutnya sehingga mulutnya akan tercemar ribuan telur-telur cacing. Jika berpindah ke manusia akan menyebabkan penyakit hepatitis. Penyakit ini menyerang daerah hati, paru-paru, limpa, pankreas, otak dan tulang belakang.
Karena alasan-alasan di atas itulah Rasulullah saw begitu mengkhususkan hidung dan mulut anjing sebagai tempat yang paling patut diwaspadai dibandingkan bagian-bagian tubuh yang lain. Cacing-cacing tersebut penuh dengan telur-telur yang telah dibuahi. Ketika sampai di lubang moncongnya, anjing akan merasa gatal dan menggaruknya dengan moncongnya. Dari sini penyakit dapat menyebar dengan mudah. Begitu mudahnya sampai-sampai Rasulullah saw menasehatkan agar mencuci wadah yang terkena jilatan anjing sebanyak tujuh kali dengan air bersih dimana salah satunya memakai debu (atau sabun). Sementara itu, mengenai bulu anjing menurut ahli fiqih yang terkuat hukumnya adalah suci. Tidak ada alasan menyatakannya najis.
Bulu anjing tidak sama seperti bulu babi yang pada setiap helainya terdapat bibit penyakit karena di kulitnya ada parasit yang dinamakan Swine Erysipelas (pernah dibahas di topik bahaya daging babi bagi kesehatan). Satu-satunya yang menjadikan bulu anjing menjadi najis adalah karena bulu-bulu itu dikhawatirkan telah terkena air liurnya.
Anjing mungkin saja bukan satu-satunya hewan peliharaan yang mudah terjangkit penyakit sebagaimana kucing juga rentan terkena toksoplasma. Namun demikian, kita bisa menyimpulkan bahwa ditinjau dari sisi kesehatan, fisik anjing jauh lebih rentan pada penyakit ketimbang fisik kucing atau hewan peliharaan lainnya. Maka jika sekarang ini kita lihat jumlah klinik khusus anjing jumlahnya lebih banyak dibanding klinik khusus kucing sebaiknya kita tidak perlu lagi merasa heran.[5]



Adakah hukum dalam Al-Qur’an melarang memelihara Anjing? Bagaimana jika anjing tersebut digunakan untuk menjaga rumah? Atau hanya sebuah hobi?
Dalam Al-Qur’an tidak ada larangan untuk memelihara anjing. Bahkan di surah Al-Maidah ayat 5, sudah ada bayangan boleh memelihara anjing untuk memburu binatang.
tPöquø9$# ¨@Ïmé& ãNä3s9 àM»t6Íh©Ü9$# ( ãP$yèsÛur tûïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# @@Ïm ö/ä3©9 öNä3ãB$yèsÛur @@Ïm öNçl°; ( àM»oY|ÁósçRùQ$#ur z`ÏB ÏM»oYÏB÷sßJø9$# àM»oY|ÁósçRùQ$#ur z`ÏB tûïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# `ÏB öNä3Î=ö6s% !#sŒÎ) £`èdqßJçF÷s?#uä £`èduqã_é& tûüÏYÅÁøtèC uŽöxî tûüÅsÏÿ»|¡ãB Ÿwur üÉÏ­GãB 5b#y÷{r& 3 `tBur öàÿõ3tƒ Ç`»uKƒM}$$Î/ ôs)sù xÝÎ6ym ¼ã&é#yJtã uqèdur Îû ÍotÅzFy$# z`ÏB z`ƒÎŽÅ£»sƒø:$# ÇÎÈ
“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu Telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. barangsiapa yang kafir sesudah beriman (Tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.” (Al-Maidah: 5)
Maksudnya adalah memelihara anjing untuk memburu binatang kemudian disembelih. Tetapi, diantara hadits-hadits nabi yang berhubungan dengan anjing, Nabi Muhammad SAW bersabda:
Artinya: “barang siapa memelihara anjing, kecuali anjing buruan atau anjing penjaga tanaman atau anjing penjaga binatang ternak, maka berkuranglah amalnya setiap hari seberat biji saga.” (HR. Muslim dll)
Hadits ini secara jelas menunjukkan bahwa memelihara anjing bila tidak ada keperluan tidak diperbolehkan. Memelihara anjing untuk berburu diperbolehkan. Seiring berjalanya waktu, manusia sudah jarang yang berburu karena makanan dan daging telah tersedia di pasar. Memperolehnya juga kebanyakan bukan dari berburu, tapi hasil dari peternakan hewan. Sedangkan makanan pokok tentunya dari lahan pertanian.
Sedangkan untuk menjaga tanaman dan binatang ternak, hukum memeliharanya boleh. Tapi apakah sekarang masih ada orang yang menjaga lahannya menggunakan anjing? Atau menjaga peternakanya menggunakan anjing? Sangat sedikit memang bahkan hampir tidak ada. Teknologi telah banyak menggantikan peran anjing untuk menjaga lahan dan peternakan. Namun, anjing penjaga binatang ternak di lahan bebas masih diperlukan.
Memelihara anjing pada saat ini biasanya untuk menjaga rumah, mencari jejak ( biasanya untuk militer/kepolisian) dan untuk teman bermain. Untuk dua keperluan diatas, memelihara anjing diperbolehkan. Sedangkan bila hanya untuk teman bermain, atau bersenang-senang, maka memeliharanya tidak boleh.
Hukum Memanfaatkan Anjing
Para ulama sepakat bahwa tidak boleh memanfaatkan anjing kecuali untuk maksud tertentu yang ada hajat di dalamnya seperti sebagai anjing buruan dan anjing penjaga serta maksud lainnya yang tidak dilarang oleh Islam. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa terlarang (makruh) memanfaatkan anjing selain untuk menjaga tananaman, hewan ternak atau sebagai anjing buruan. Sebagian ulama Malikiyah ada yang menilai bolehnya memelihara anjing untuk selain maksud tadi. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 25/124)
Mengenai larangan memelihara anjing terdapat dalam hadits dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam, beliau bersabda,
مَنِ اتَّخَذَ كَلْبًا إِلاَّ كَلْبَ مَاشِيَةٍ أَوْ صَيْدٍ أَوْ زَرْعٍ انْتَقَصَ مِنْ أَجْرِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطٌ
Barangsiapa memanfaatkan anjing selain anjing untuk menjaga hewan ternak, anjing (pintar) untuk berburu, atau anjing yang disuruh menjaga tanaman, maka setiap hari pahalanya akan berkurang sebesar satu qiroth” (HR. Muslim no. 1575). Kata Ath Thibiy, ukuran qiroth adalah semisal gunung Uhud (Fathul Bari, 3/149).
Dari Ibnu ‘Umar, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مَنِ اقْتَنَى كَلْبًا لَيْسَ بِكَلْبِ مَاشِيَةٍ أَوْ ضَارِيَةٍ ، نَقَصَ كُلَّ يَوْمٍ مِنْ عَمَلِهِ قِيرَاطَانِ
Barangsiapa memanfaatkan anjing, bukan untuk maksud menjaga hewan ternak atau bukan maksud dilatih sebagai anjing untuk berburu, maka setiap hari pahala amalannya berkurang sebesar dua qiroth.” (HR. Bukhari no. 5480 dan Muslim no. 1574)

Anjing yang dibolehkan untuk dimanfaatkan adalah untuk tiga maksud yaitu sebagai anjing yang digunakan untuk berburu, anjing yang digunakan untuk menjaga hewan ternak dan anjing yang digunakan untuk menjaga tanaman. Lalu bagaimana selain maksud itu seperti untuk menjaga rumah?
Bagaimana Memanfaatkan Anjing untuk Menjaga Rumah?
Ibnu Qudamah rahimahullah pernah berkata,
إِنْ اقْتَنَاهُ لِحِفْظِوَ الْبُيُوتِ ، لَمْ يَجُزْ ؛ لِلْخَبَرِ .وَيَحْتَمِلُ الْإِبَاحَةَ .وَهُوَ قَوْلُ أَصْحَابِ الشَّافِعِيِّ ؛ لِأَنَّهُ فِي مَعْنَى الثَّلَاثَةِ ، فَيُقَاسُ عَلَيْهَا .وَالْأَوَّلُ أَصَحُّ ؛ لِأَنَّ قِيَاسَ غَيْرِ الثَّلَاثَةِ عَلَيْهَا ، يُبِيحُ مَا يَتَنَاوَلُ الْخَبَرُ تَحْرِيمَهُ . قَالَ الْقَاضِي : وَلَيْسَ هُوَ فِي مَعْنَاهَا ، فَقَدْ يَحْتَالُ اللِّصُّ لِإِخْرَاجِهِ بِشَيْءِ يُطْعِمُهُ إيَّاهُ ، ثُمَّ يَسْرِقُ الْمَتَاعَ .
“Tidak boleh untuk maksud itu (anjing digunakan untuk menjaga rumah dari pencurian) menurut pendapat yang kuat berdasarkan maksud hadits (tentang larangan memelihara anjing). Dan memang ada pula ulama yang memahami bolehnya, yaitu pendapat ulama Syafi’iyah (bukan pendapat Imam Asy Syafi’i,). Karena ulama Syafi’iyah menyatakan anjing dengan maksud menjaga rumah termasuk dalam tiga maksud yang dibolehkan, mereka simpulkan dengan cara qiyas (menganalogikan). Namun pendapat pertama yang mengatakan tidak boleh, itu yang lebih tepat. Karena selain tiga tujuan tadi, tetap dilarang. Al Qodhi mengatakan, “Hadits tersebut tidak mengandung makna bolehnya memelihara anjing untuk tujuan menjaga rumah. Si pencuri bisa saja membuat trik licik dengan memberi umpan berupa makanan pada anjing tersebut, lalu setelah itu pencuri tadi mengambil barang-barang yang ada di dalam rumah”. (Al Mughni, 4/324)
Walaupun sebagian ulama membolehkan memanfaatkan anjing untuk menjaga rumah, namun itu adalah pendapat yang lemah yang menyelisihi hadits yang telah dikemukakan di atas.
       Tawakkal itu Kuncinya
Sebagian orang menyangka bahwa menjaga rumah mesti dengan menyewa satpam atau dengan penjaga yang haram yaitu anjing. Bahkan yang senang dipilih adalah anjing karena tanpa biaya bulanan. Padahal sebaik-baik tempat bergantung adalah pada Allah Yang Maha Mencukupi dan sebaik-baik tempat bergantung. Meskipun ada satpam atau anjing penjaga sekalipun, kalau Allah takdirkan rumah kecolongan, yah pasti kecolongan. Karena satpam dan anjing tadi bisa saja dikelabui oleh si pencuri. Maka tawakkal itu adalah kunci utama. Tawakkal adalah bersandarnya hati pada Allah dengan disertai usaha semaksimal mungkin.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Tholaq: 2-3). Ath-Thobari rahimahullah mengatakan, “Barangsiapa bertakwa pada Allah dan menyandarkan urusannya pada Allah, maka Allah yang mencukupinya.”(Tafsir Ath Thobari, 23/46)
Menghidupkan rumah dengan dzikir dan ibadah pun bisa menjaga rumah dari gangguan makhluk jahat termasuk pencuri. Dzikir yang bisa dirutinkan setiap pagi dan sore agar melindungi dari berbagai gangguan adalah sebagai berikut,
بِسْمِ اللهِ لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي اْلأَرْضِ وَلاَ فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

Bismillahilladzi laa yadhurru ma’as mihi syai-un fil ardhi wa laa fis samaa’, wa huwas samii’ul ‘aliim” [Dengan nama Allah yang bila disebut, segala sesuatu di bumi dan langit tidak akan berbahaya, Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui] (Dibaca 3 x). Dalam memudhorotkannya. (HR. Abu Daud no. 5088, 5089, At Tirmidzi no. 3388, Ibnu Majah no. 3869, Ahmad (1/72). Syaikh Ibnu Baz menyatakan bahwa sanad hadits tersebut hasan dalam Tuhfatul Akhyar hal. 39)
Rajin shalat sunnah di rumah juga bisa melindungi dari berbagai kejelekan atau gangguan. Sebagaimana terdapat hadits dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا خَرَجْتَ مِنْ مَنْزِلِكَ فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ يَمْنَعَانِكَ مِنْ مَخْرَجِ السُّوْءِ وَإِذَا دَخَلْتَ إِلَى مَنْزِلِكَ فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ يَمْنَعَانِكَ مِنْ مَدْخَلِ السُّوْءِ
 hadits ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa barangsiapa yang mengucapkan dzikir ini sebanyak tiga kali di shubuh hari dan tiga kali di sore hari, maka tidak akan  ada yang menggangu atau selamat dari mara bahaya.
 Jika engkau keluar dari rumahmu, maka lakukanlah shalat dua raka’at yang dengan ini akan menghalangimu dari kejelekan yang berada di luar rumah. Jika engkau memasuki rumahmu, maka lakukanlah shalat dua raka’at yang akan menghalangimu dari kejelekan yang masuk ke dalam rumah.” (HR. Al Bazzar, hadits ini shahih. Lihat As Silsilah Ash Shohihah no. 1323).
Daripada menjaga rumah dengan anjing yang najis dan haram, maka melindungi rumah dengan dzikir dan ibadah yang kami contohkan tentu lebih utama dan lebih baik.[6]
Sebagian dari kita tentu ada yang memelihara anjing, meskipun dia adalah seorang muslim. Anjing tersebut bukan untuk berburu namun untuk hobi atau memiliki kecintaan terhadap anjing. Melihat fenomena seperti ini maka MUI DKI Jakarta memfatwakan:

  1. Najis mughalazah. Ada juga yang membolehkan Memelihara anjing untuk berburu: memelihara kebun, ternak, menjaga rumah, melacak barang terlarang, dan sebagainya hukumnya adalah mubah. Meski demikian sedapat mungkin anjing tidak masuk ke dalam rumah. Dari shahabat Salim, dari ayahnya, ia berkata,”Suatu ketika malaikat jibril berjanji akan datang ke rumah nabi SAW. Akan tetapi pada waktu yang telah dijanjikan malaikat jibril tidak datang kerumah rasul SAW hingga beliau gelisah. Maka beliau keluar rumah , ternyata jibril ada di luar rumah. Sesudah bertemu, beliau bertanya,”kenapa malaikat jibril tidak masuk ke dalam rumah?” malaikat jibril menjawab,”sesungguhnya kami tidak masuk ke rumah yang di dalamnya terdapat anjing atau gambar patung. 
  2. Memelihara untuk kesayangan hukumnya HARAM. Ini sesuai dengan hadits: ”Dalam riwayat Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda,”Barangsiapa memelihara anjing selain untuk berburu atau memelihara binatang, maka setiap hari pahalanya berkurang dua gunung”. (Riyadus Sholihin)










E.   PENUTUP
            Dari pembahasan di atas dapat di ambil kesimpulan masalah hukum memelihara anjing dalam agama islam ada beberapa pendapat, di antara nya ada sebagian ulama yang  tidak membolehkan dengan  alasan bahwa anjing itu adalah binatang yang najis, sebagian lagi ada juga yang membolehkan dengan syarat-syarat tertentu seperti menjaga rumah, menjaga harta benda nya serta untuk di jadikan pemburu atau pelacak .
















Daftar pustaka

‘Uwaidah, Muhammad Kamil. Fiqih Wanita, Jakarta: Pustaka kautsar, 1998.
Mughaniyah, Jawad Muhammad. Fiqih Imam Ja’far Shadiq, Jakarta: PT. Lentera Basritama,                      2006.
Musyafiqi pur, Ridha Muhammad. Daras Fiqih, Jakarta: Al-Huda, 2010.
Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana, 2011.

http://ratualit. Blogspor. Com. Di akses, 21-03-2012.
www.rumahysho.com/hukum islam/umum/3419 hukum memelihara anjing, html. Di akses, 21-03-2012. 


[1] .  Muhammad Ridha Musyafiqi Pur, Daras fiqih, ( Jakarta: Al-Huda,  2010), H.264
[2] .Syeh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta timur: Pustaka kautsar, 1998), H.15.
[3] . Muhammad Jawad Mughaniyah, Fiqih Imam Ja’far Shadiq, (Jakarta: PT.Lentera Basritama, 2006), H.25.
[4] .  prof.Dr.H.Amir Syarifuddin,Ushul FIsqh, ( Jakarta: kencana ,2011), H.42.
[5] .http://ratualit.blogspor.com. di akses 21-03-2012.
[6].www.rumaysho.com/hukum islam/umum/3419-hukum-memelihara anjing,html. Di akses 21-03-2012.

This post have 0 komentar


:) :( hihi :-) :D =D :-d ;( ;-( @-) :P :o -_- (o) :p :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ $-) (y) (f) x-) (k) (h) cheer lol rock angry @@ :ng pin poop :* :v 100

Next article Next Post
Previous article Previous Post